LSI Rilis Survei Nasional Persepsi Publik terhadap Vaksinasi Indonesia, Bagaimana Hasilnya?

waktu baca 3 menit
Poster perilisan survey LSI terhadap persepsi publik terkait vaksin. (LSI)

SURABAYA-KEMPALAN: Lembaga Survei Indonesia telah melakukan survey melalui kontak telepon kepa responden di seluruh Indonesia. Dalam survey tersebut tercatat diikuti oleh 1.200 responden acak dari kumpulan sampel acak yang diperoleh dari tatap muka langsung sejak Maret 2018 hingga Juni 2021, kata pernyataan resmi lembaga tersebut.

Dalam perilisan hasil surveynya, LSI turut mengundang narasumber terkemuka pada Sabtu (18/7) melalui online zoom meeting di antaranya, Djayadi Hanan sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Emil Elistianto Dardak sebagai Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur, Bima Arya sebagai Wali Kota Bogor, Amin Soebandrio sebagai Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Alexander K. Ginting sebagai Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 dan Rahmawati Husein sebagai Wakil Ketua Muhammadiyah COVID-19 Command Center serta moderator Aprilia Putri sebagai News Anchor iNews dan MNC News Channel.

Suasana kegiatan pada Sabtu (17/7). (LSI)

Dari hasil tentang Pengtahuan dan Persepsi COVID-19, 95.8%, merasa virus Corona (COVID-19) sangat/cukup mengancam ekonomi Indonesia, dan 92%, merasa virus Corona (COVID-19) juga sangat/cukup mengancam kesehatan warga Indonesia. Sedangkan 95.8%, merasa virus Corona (COVID-19) sangat/cukup mengancam ekonomi Indonesia, dan 92%, merasa virus Corona (COVID-19) juga sangat/cukup mengancam kesehatan warga Indonesia.

Adapun variabel Kesediaan dan Pengalaman Divaksin COVID-19, 84.9%, merasa sangat/setuju dengan program vaksin COVID-19 untuk masyarakat. Sedangkan r 82.6% warga belum divaksin. Di antara yang belum divaksin, sekitar 63.6% bersedia divaksin. Sedangkan 36.4% tidak bersedia. Alasan paling banyak mengapa orang tidak bersedia divaksin adalah karena takut dengan efek sampingnya (55.5%), kemudian karena menilai vaksin tidak efektif (25.4%), dan merasa tidak membutuhkan vaksin karena sehat (19%).

Sementara itu pada variabel Program Vaksin dan Potensi Penyalahgunaan Anggaran mengungkapkan Mayoritas 73.8%, merasa sangat/cukup besar terjadi penyalahgunaan anggaran Negara untuk pengadaan vaksin COVID-19. Sementara 50.1%, yang merasa sangat/cukup yakin bahwa pemerintah dapat menjamin penggunaan anggaran untuk pengadaan vaksin COVID-19 agar tidak dikorupsi, namun yang merasa kurang/sangat tidak yakin juga cukupbanyak 41.2%.

LSI menemukan bahwa mayoritas publik setuju dengan program vaksinasi, namun masih banyak yang menyatakan tidak bersedia divaksin dengan berbagai alas an seperti takut dengan efek sampingnya, menganggap vaksin tidak efektif, dan merasa sehat sehingga tidak memerlukan vaksin. Temuan menarik lainnya adalah persepsi terhadap keadaan ekonomi selama enam bulan terakhir cenderung memburuk. Di sisi lain, tingkat kepercayaan kepada kemampuan presiden menangani pandemic cenderung menurun. Sejalan dengan itu tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden dalam menangani pandemi juga mengalami penurunan cukup tajam

Mayoritas, 59.6%, merasa sangat/cukup puas dengan kerja Presiden Joko Widodo dalam menangani wabah virus Corona (COVID-19). Sekitar 37.1% tidakpuas. Sedangkan Kebanyakan, 43%, merasa cukup/sangat percaya bahwa pemerintahan Joko Widodo bias bekerja secara baik dalam mengatasi masalah wabah virus corona (COVID-19). Sementara 32% menjawab biasa saja, dan 22.6% sangat/tidak percaya, kata laporan Lembaga itu.

Emil Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur. (LSI)

Dalam komentarnya, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak mengatakan bahwa menurutnya PPKM ini kurang lebih sama seperti PSBB, namun perbedaannya adalah terdapat sesuatu yang memberikan efek “kaget”. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia cenderung “santai” sejak tri wulan satu hingga terdapat peningkatan ekonomi di triwulan ke 4. Adanya peningkatan terdapat semangat dan kepercayaan tinggi tersendiri bagi masyarakat hingga secara tiba-tiba dihentikan oleh PPKM yang kemudian juga menghambat dari peraturan PPKM itu tersendiri.

Emil juga mengatakan bahwa perbedaan PSBB dan PPKM ada di komando, jika dulu PSBB komando ada di tangan pemerintah daerah hingga timbul pemikiran seakan-akan provinsi dan daerah berbeda dan membuat suasana keruh, maka di PPKM ini komandonya jelas dan secara pelaksanaan jauh lebih baik, pungkasnya. (Abdul Manaf Farid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *