Antara Berkeadilan dan Ketidakadilan
KEMPALAN: Terusir dari arena All England. Itu yang dialami tim badminton kita.
Bagaimana rasanya? Campur baur. Kesal, sedih, kecewa.
Merasa diperlakukan tidak adil..? Merasa dizalimi..? Sungguh menyesakkan.
Ayo, apa lagi? Tumpahkan semua sumpah serapah. Mau boikot All England?
Mau putus hubungan dengan UK (United Kingdom)? Mau gak berbahasa Inggris? Silakan
Nah, dari kisah tim PBSI gagal berlaga di arena All England itu jadi tahu bagaimana rasanya dizalimi.
Sudah tahu kan, bagaimana rasanya diperlakukan tidak adil? Terutama, diperlakukan tidak adil akibat prokes Covid19. Kalau sudah bisa merasakan, tentu juga bisa mengambil hikmahnya.
Adalah NHS (National Health Service) badan test n trace kesehatan pemerintah Inggris yang menjadi biang kerok pengusiran tim Indonesia dari All England 2021, bisa jadi ini kepanjangan tangan Allah Tuhan Maha Kuasa Maha Adil untuk membuka mata semua. Bagi mereka yang matanya sedang ‘buta’ terhadap ketidakadilan.
Ketidakadilan atas dalih prokes Covid 19 sedang dipertontonkan di depan mata kita. Tapi, kita ‘buta’ atau ‘pura-pura buta’ atau ‘terpaksa’ membutakan diri. Sehingga tidak melihatnya. Dan tetap ‘diam, bungkam bak tunarungu’. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Kerumunan di mana-mana terjadi di seluruh pelosok negeri, tapi hanya satu orang itu yang diseret dan dijebloskan ke dalam penjara atas dalih membuat kerumunan melanggar prokes.
Sementara banyak orang melakukan hal yang sama (termasuk para pejabat dan politisi), tidak diapa-apakan. EGP la yao…
Apakah ini adil?
Hakim, jaksa, dan banyak orang lagi berkumpul di ruang sidang, sementara hanya satu terdakwa dipaksa tidak boleh hadir di ruangan yang sama. Dalihnya persidangan online karena protokol Covid19
Sudah adilkah ini?
Bahkan di persidangan-persidangan yang lain, dimasa pandemi Covid yang sama, boleh kalian hadirkan terdakwa di ruang sidang. Tapi, terdakwa yang satu itu kenapa tidak boleh?
Dimana adil?
Bahkan juga gara-gara urusan kerumunan yang mengharuskan satu orang itu dipidanakan. Serta, membawa mati syahid enam orang pemuda Indonesia yang terbunuh. Dengan banyak luka tembak di tubuhnya. Sampai sekarang siapa pembunuhnya belum pernah ditampilkan ke publik untuk secara jantan mempertanggungjawabkan tindakannya.
Kejadian yang populer dengan Peristiwa KM 50 itu, terang benderang diketahui bangsa Indonesia dan bangsa dunia.
Beginilah cara Tuhan menunjukkan kepada kita, apa itu adil dan apa itu tidak adil. Cara yang pahit. Karena memang biasanya ketidakadilan itu baru kita akui sebagai ketidakadilan ketika menimpa diri kita sendiri.
Kalau masih menimpa orang lain, itu bukan ketidakadilan.
Apa yang terjadi di KM 50 tol itu, dalihnya tindakan tegas dan terukur., Begitulah caranya berkilah. Apalagi kalau menimpa orang yang kita benci, biasanya malah kita syukuri.
Kalau pelaku ketidakadilan itu orang Inggris, dan korbannya adalah tim All England yang kita sukai, kita marah. Serbu medsosnya.
Ketika pelaku ketidakadilan itu adalah junjungan kita, dan korbannya adalah saudara yang kita tidak sukai, kita bukan marah. Malah kirim karangan bunga. Kami Pancasilais Sejati mengucapkan “Selamat dan Mendukung ……. (tahu sendirilah).” (Ferry “Fim” Is Mirza)
