Mandi Susu: Catatan Reflektif
KEMPALAN: Kalau makan siang gratis dimaksudkan untuk perbaikan gizi dan mengatasi stunting, maka susu adalah sumber protein yang luar biasa. Beberapa hari ini tersiar kabar masyarakat persusuan protes keras dengan membuang susu dan dibuat mandi didepan umum.
Perusahaan susu besar lebih memilih impor.
Sebetulnya kalau rezim ini sedikit cerdas saja, pasti akan diantisipasi dengan pembelian darurat oleh pemerintah dan pendampingan proses pengolahan yang aman. Lalu buat program kilat untuk dukung anak sekolah dari PAUD hingga SMA; sementara akar permasalahan susu tak terbeli oleh perusahaan besar diatasi dengan program kilat untuk proses produksi susu berkualitas standar.
Kalau perusahaan besar masih tidak mau, silakan saja impor tapi kenai pajak impor yang tinggi, (hayoo kalau berani).
Alasan tidak ada anggaran atau tidak tersedia dalam nomenklatur APBN 2024 untuk dukung usaha susu rakyat adalah omong kosong, karena skema diskresi anggaran penanganan darurat selalu ada. Tapi memang masih terhalang tembok baja yang bernama sektoral. Juga ancaman angin badai (politis) versi tebang pilih penegakan hukum (yang lagi sering melanda daerah yang terkena lalina berat yaitu la-pilkada).
Inilah rezim yang berisi orang pintar dan nyelebretis (istilah gaul sok selebriti petinggi negeri), dan niscaya beraliran kapitalis dan liberalis. Menyerahkan semuanya kepada mekanisme pasar. Dan menyerahkan kendali pasar kepada pemodal besar yang tentu tidak mengenal kasihan dan takut kecuali kepedulian buat memupuk kekayaannya.
Lalu apa artinya ada gembar-gembor gerakan solidaritas nasional?
Masyarakat persusuan protes, dengan mandi susu, dan para anggota kabinet yang konon kapabel diam, dan tetap meneruskan selebritas dan popularitas (politis) mereka dan semua persoalan itu dilempar menjadi kesalahan dan kebodohan komunitas rakyat yang mengandalkan hidup dari usaha persusuan.
Di era persaingan global yg makin ganas ini, sulit menemukan orang di kalangan petinggi dan orang kaya yang punya hati dan perasaan tentang keadilan. Repotnya jika mereka itu berkumpul bersatu dalam suatu rezim kekuasaan, dan rakyat awam masih suka disuapi bansos sebagai obat gosok kekesalan penderitaan mereka.
Lha Kemenkeu di bawah pimpinan ibu Sri Mulyani yang dalam kabinet baru ini menjadi kementrian super, dan Bappenas yang isinya orang pemikir super hebat, mestinya bisa berbuat sesuatu yg taktis dalam situasi semacam ini.
Kritik ini saya sampaikan dalam suatu diskusi ke teman saya di kampung, kebetulan namanya Mulyono, eh dia malah marah… dia bilang pokoknya yang paling penting 3 hal: bansos, bansos dan bansos…!!!
Wallahu a’lam. ()
Oleh: Hadi Prasetyo (Birokrat, Penulis)