Riba

waktu baca 4 menit

Oleh: Ibu Nyai Dr.Hj. Mihmidaty Ya’cub

KEMPALAN: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 275)

Orang yang makan riba disamakan dengan orang yang kerasukan, orang gila. Orang yang makan riba itu tidak akan tenteram jiwanya seperti orang kerasukan setan. Suka marah-marah, mengomel, mengolok-olok, mengumpat dan lainnya, karena jiwanya tidak tenang penuh dengan barang riba.

Riba, istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dalam hukum Syariah Islam, hukum dari riba adalah haram. Secara etimologi, dalam Bahasa Arab riba adalah kelebihan atau tambahan (az-ziyadah). Kelebihan tersebut secara umum mencakup semua tambahan terhadap nilai pokok utang atau kekayaan. Secara terminologi (makna istilah), riba adalah nilai tambahan atau pembayaran utang yang melebihi jumlah piutang dan telah ditentukan sebelumnya oleh salah satu pihak.

Kelebihan dari pokok utang inilah yang membedakan riba dengan transaksi jual beli yang dikenal dengan ribhun atau laba. Kelebihan yang di dapat adalah berasal dari selisih dalam transaksi jual beli. Sementara secara sederhana, riba adalah tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam utang.

Riba adalah issu utama yang harus dibebaskan dari kehidupan keluarga. Jika harta riba dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh anggota keluarga, maka akibatnya adalah  punahnya generasi ideal sesuai konsep Al-Qur’an. Karena riba berakibat pada; tidak didengar dan tidak dikabulkan do’a, malas beribadah dan berbuat baik, perangai yang rakus dan ingin menang sendiri, jauh dari rahmat dan keberkahan Allah ketika di dunia, serta di akhirat akan di siksa di neraka selama-lamanya.

Dari Abi Hurairah RA berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang mencelakakan”. Para sahabat bertanya, “Apa saja ya Rosulullah ?”. “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh zina.” (HR. Muttafaq alaihi).

Dalam perdagangan yang sesuai syariat Islam, riba terbagi menjadi lima jenis, yaitu riba Fadhl, riba Yad, riba Nasi’ah, riba Qaardh dan riba Jahiliah. Sederhananya, riba adalah tambahan yang disyaratkan dan diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam utang. Mengetahui jenis riba akan membuat kita lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan. Terlebih dalam hal jual beli hingga hutang piutang yang biasa disebut dalam istilah bunga.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadist disebutkan tentang pelarangan riba, Dari Jabir dia berkata, “Rosulullah SAW  melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba. Mereka semua sama.” (HR. Abu Daud).

Islam melarang riba adalah demi kesejahteraan manusia. Jika riba tidak diharamkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan diri sendiri tanpa peduli dengan orang lain.

Dalam QS. Ali Imran : 103 Allah SWT berfirman yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda. Dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian mendapatkan keuntungan.” Ayat tersebut memberikan pesan-pesan mengapa riba diharamkan oleh Allah SWT.

Yang pasti riba dapat menghilangkan sikap saling tolong menolong diantara sesama. Riba juga dapat merampas kekayaan orang lain dengan cara yang batil, karena disadari atau tidak riba telah melegalkan praktik perampasan kekayaan terhadap mereka yang berhutang. Terakhir, riba membentuk orang menjadi malas, karena hanya mengandalkan tambahan uang dari hasil riba. Riba memiliki banyak keburukan di dalamnya. Kita berlindung kepada Allah SWT dari segala keburukannya. (*)

Editor: Reza Maulana Hikam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *