KEMPALAN: Puasa ramadan sudah, bayar zakat fitrah juga sudah, ber-Idul Fitri pun sudah. Bukber dan halal bihalal sudah, reunian sudah, kangen kangenan dengan keluarga dan sejawat juga sudah. Mudik balik dengan segala kemacetannya sudah, ngabisin anggaran cadangan pun sukses dilakukan. Sedikit mengabaikan protokol kesehatan sepertinya juga sudah.
Pendek kata semua sudah selesai dan sukses dilakukan sebagai bagian dari agenda idul fitri di 1443 H. Saatnya kembali pada situasi seperti sebelum sebelumnya; belajar, berdoa, dan bekerja. Dan, karena pandemi Covid-19 belum berakhir, tentu saja harus beraktivitas dengan tetap menjaga protokol kesehatan; minimal dengan jaga jarak, pakai masker, dan selalu cuci tangan.
Idul Fitri tidak lagi sekedar hari besar keagamaan dengan segala amalan dan ibadahnya. Lebih dari itu, Idul Fitri telah menciptakan sebuah momentum tersendiri. 1 Syawal adalah kalender resmi peringatan Idul Fitri, muncul dalam kalender masehi menjelma menjadi 2 hari tanggal merah (baca: hari libur).
Mengapa liburnya tidak 1 hari, ini yang sering menjadi pertanyaan anak-anak di pendidikan tingkat dasar. Namun dalam perkembangannya, pertanyaan ini tidak terlalu penting, yang lebih penting adalah menikmati dan mendapatkan manfaat dari libur 2 hari ini. Meskipun sejatinya ini sederhana sekali, karena usia bulan ramadan bisa 29 hari pun bisa 30 hari, mengantisipasi hal tersebut, pemerintah mengantisipasinya dengan libur yang dimunculkan 2 hari. Selesai-kah sampai disini? Ternyata tidak. Dalam setiap tahunnya pemerintah selalu membuat penyesuaian dengan mengkreasi cuti bersama yang sederet dengan libur 2 hari Idul Fitri tersebut.
Seiring dengan kemeriahan Idul Fitri, lahirlah pergerakan ekonomi di semua lini, peningkatan transaksi yang tegak lurus dengan penguatan daya beli-pun selalu terjadi karena pembayaran THR. Muncul dan lahirlah inflasi Idul Fitri dengan segala konsekuensi ekonomi lainnya. Kedahsyatan May Day di 1 Mei pun seolah hilang tertelan oleh persiapan khalayak dalam menyongsong Idul Fitri yang jatuh sehari sesudahnya, 2 Mei 2022.
Bahkan beberapa pihak menyebut mogok kerja nasional yang sebenarnya, hanya dapat dilakukan pada saat Idul Fitri. Itulah beberapa catatan yang menjadikan Idul Fitri sangat berbeda dengan beberapa hari besar keagamaan yang lainnya. Dimensi ekonomi Idul Fitri lebih dominan dan lebih terasa.
Sebuah dimensi ekonomi yang jarang menjadi perhatian adalah munculnya monopoli pada saat Idul Fitri. Salah satu bentuk pasar persaingan tidak sempurna ini dimungkinkan muncul sesuai dengan syarat dan ciri-cirinya. Monopoli dapat terjadi karena adanya proteksi dari pemerintah, pun juga dapat terjadi karena paten yang dimiliki, dapat pula terjadi karena kemenangan atas sebuah persaingan.
Dicirikan terdapatnya satu penjual dengan banyak pembeli, dan dapat terjadi di semua tingkatan. Di tingkat nasional seperti PLN misalnya atau di tingkat daerah dengan keberadaan perusahaan daerah air minum yang dikelola oleh pemerintah kota/kabupaten dapat diambil sebagai contoh. Dalam skala yang lebih kecil dan dalam jangka waktu yang pendek juga dimungkinkan untuk dapat terjadi.
Momen Hari-H Idul Fitri sering dipahami sebagai momen terhentinya aktivitas ekonomi. Di saat banyak keluarga secara bersama-sama dalam sholat ied dan setelahnya diikuti silaturahim, saat itulah yang terjadi secara bersamaan. Para pelaku unit-unit kegiatan ekonomi; rawon, sate, gule, soto, sayur, gule, dan lain-lain sejenak berhenti. Apabila di sudut yang lain ternyata ada yang “ngijeni”, sendirian tetap bertahan berjualan memperdagangkan dagangannya, maka muncullah monopoli.
Jadilah dia seorang monopolis sesaat, untuk beberapa waktu yang tidak lama. Di saat yang lain berkonsentrasi dalam Idul Fitri, ternyata ada pihak yang justru menjadi monopoli; bukan karena proteksi, bukan karena paten, dan bukan karena memenangkan persaingan, tapi memang karena sedang tidak ada lagi yang lain. Begitulah, monopoli yang memang lahir tepat dan pas di saat idul fitri.
Pertanyaannya sekarang adalah dari keseluruhan penyebab terjadinya monopoli, manakah yang mampu membuat kemampuan monopolinya bertahan lama? Salam. (*)
Editor: Freddy Mutiara