Spirit Pertumbuhan Ekonomi yang Merusak

waktu baca 18 menit
ilustrasi pertumbuhan ekonomi dan kerusakan ekonomi dan alam (Foto: ist)

KEMPALAN: Kritik terhadap pertumbuhan ekonomi, yang dulu diabaikan oleh ekonom mainstream, kini mendapat perhatian luas seiring dengan krisis ekonomi dan juga krisis iklim yang mulai kuat menggejala.

Krisis ekonomi/keuangan dan iklim membuat orang kemudian melirik, bahkan memberi perhatian penuh, terhadap kritik tentang pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang dinilai menjadi menjadi penyebab rusaknya ekonomi dan lingkungan.

Secara konseptual, pertumbuhan ekonomi (economic growth) itu dilihat dari PDB (Produk domestik bruto) atau dalam bahasa Inggris GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan prosentasi GDP setiap tahun.

Sebuah negara dalam mengembangkan perekonomiannya untuk mewujudkan pertumbuhan, kemudian berusaha melakukan ekspansi ekonomi. Ketika perekonomian dalam negeri telah jenuh, tidak bisa lagi ditingkatkan, maka solusinya adalah ekspansi ke luar negeri. Ekspansi ini dalam konteks mengeksploitasi sumberdaya ekonomi suatu negara lain yang dimanfaatkan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam negerinya.

Demikian halnya dalam skala mikro, seperti perusahaan, kemudian menerapkan prinsip pertumbuhan tersebut. Setiap tahun pendapatan “diwajibkan” untuk selalu meningkat sehingga banyak cara dilakukan untuk terus meningkatan pendapatan atau laba perusahaan. Pertumbahan ini menjadi gengsi yang bisa dipertontonkan kepada kahalayak umum, terutama kepada kompetitor dan lebih-lebih invesetor. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.

Pemilik perusahaan atau para pemilik saham (share holder) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat. Logikat pertumbuhan menjadi konstruksi cara berfikir mereka. Apalagi jika perusahaan public itu telah dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan riuh rendahnya perusahaan mereka.

Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung. Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak.

Penumpukan laba ini menjadi filosofi dari kapitalisme. Laba ini bisa menjadi modal (kapital) untuk kemudian dikembangkn lagi untuk meraih keuntungn yang lebih besarlagi. Mengenai cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara hitam atau putuh asal tidak menyalani hukum.

para pemipin perusahaan pun memiliki logika yang sama dengan pemilik saham. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya adanya pertumbuhan laba. Pertama, agar dia tidak kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai.

Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO itu klop. Semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain cara bersih maupun kotor melawan competitor asal tidak menyalahi perundang-undangan. Kalau cara kotor itu masih tidak bisa juga, maka mereka akan minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan bagi mewujudkan keingingannya.

Yang namanya makmur harus terus lebih makmur. Pertumbuhan harus terjadi. Cara manual sudah cukup, perlu ditingkatkan dengan digital, dan seterusnya. Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.

Keingingan untuk terus tumbuh dan tumbuh ini kemudian menggurita pada semua level masyarakat, hingga level eksekutif dan legislatif. Paradigma pertumbuhan ini diajarkan mulai dari sekolah level dasar hingga pada level tinggi.

Next: Pertumbuhan Ekonomi dan Kerusakan Ekologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *