Ir. Wardah Alkatiri MA., Ph.D. dan Pasar Ilang Kumandange
KEMPALAN : Ramalan Jangka Jayabaya yang ditulis oleh pujangga Ronggowarsito yang kemudian saya tulis sebagai tinjauan teknologi dan ekonomi pada buku saya ke-17 ‘Seperti Obrolan Warung Kopi’ –persisnya di halaman 32-37, dengan judul : Pasar Ilang Kumandange — menjadi perhatian serius Ir. Wardah Alkatiri M. Sc., Ph.D.
Akademisi yang menggemari seni dan pelestarian lingkungan hidup ini, menaruh atensi besar pada pandangan-pandangan futuristik dari pujangga yang hidup pada abad ke-18 tersebut.
Sebagaimana saya tulis pada artikel di buku saya itu, Ronggowarsito menulis selengkapnya begini :
“Mbesuk ono kereta tanpa jaran, tanah Jawa sabukan wesi, perahu mlaku nang awang-awang, pasar ilang kumandange.”
Artinya : Kelak akan ada kereta tanpa kuda (mobil), Pulau Jawa bersabuk besi (jalur/rel kereta api), perahu berlayar di angkasa (pesawat terbang), pasar kehilangan gema karena tak ada tawar menawar (munculnya mall).
Dosen di Unusa, Surabaya, yang S1 lulusan Fakultas Teknik Kimia ITS, S2 diselesaikan di Linclon University Selandia Baru, dan S3 lulus dari University of Cantenbury Selandia Baru ini, dalam konteks “pasar ilang kumandange” menambahi bahwa sesungguhnya yang lebih terasa kehilangan gemanya saat marak pasar-pasar online.
Dalam perbincangan sekitar satu jam di Sage House Gallery, Jalan Prapanca nomor 56, Surabaya, yang didirikan dan dikelola oleh salah satu wanita intelektual hebat ini, dimana jurnal-jurnal karyanya banyak dibahas di forum kajian ilmiah di luar negeri — berlangsung gayeng dan khidmat.
Antara lain, banyak membincang mengenai prospek pendidikan hubungannya dengan kemakmuran bangsa.
“Karena pendidikan yang semakin maju yang dirasakan warga suatu negara, akan membuka perspektif yang lebih luas. Dan ini akan berdampak pada peningkatan kemakmuran,” tutur Ir. Wardah Alkatiri M.Sc., Ph. D. ini.
“Sementara itu,” tuturnya melanjutkan, “Kurangnya budaya ‘literasi’ di Indonesia sangat memprihatinkan saya. Faktor historis penjajahan Belanda di Indonesia yang dikenal tidak memberi pendidikan kepada rakyat jajahannya, kini dilanjutkan oleh peran keluarga yang tidak mendukung, dan kemiskinan — sehingga sarana dan prasarana tidak memadai.”
“Celakanya,” tuturnya melanjutkan, “Diperparah pula oleh metode pengajaran dan kurikulum sekolah yang tidak memancing minat siswa guna belajar sendiri, dan terakhir, pengaruh televisi, ponsel dan sosmed.”
Menurut sosok ini, “Pendidikan formal yang tidak didukung oleh budaya literasi yang kuat, tidak akan banyak berguna dalam memperbaiki kualitas hidup suatu bangsa. Justru seringkali hanya menjadi sarana mencetak ijazah untuk mencari pekerjaan semata – dan ujung-ujungnya tidak memperbaiki pemerataan keadilan sosial. Bahkan tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa sekolah tinggi di negara berkembang seperti Indonesia hanya mencetak tenaga terdidik untuk melanggengkan, seringkali bahkan memperparah, ketimpangan sosial.”
Dalam perbincangan itu, diakhiri kesediaan Ir. Wardah Alkatiri M. Sc., Ph.D sebagai host acara talk show buku saya ‘Seperti Obrolan Warung Kopi’ yang akan digelar selepas Idul Fitri.
“Mohon sekiranya Pak Abror (Dr. Dimam Abror Djuraid Ketua Dewan Pakar PWI Pusat), bisa berkenaan hadir, Pak,” tutur sosok kalem dan santun ini menambahkan. (Amang Mawardi).
