Lena Guslina dalam Layar Putih Terkembang
KEMPALAN: Menari secara kolektif berbeda dengan menari secara mono. Boleh jadi, jika tarian dibawakan secara bersama, maka kecenderungan irama tubuh lebih mengarah kepada keserasian gerak fisik antara penari yang satu dengan penari lainnya. Lebih-lebih jika hal itu mengarah ke “genre pop”, seperti yang dilakukan jenis line dance.
Berbeda dengan menari secara mono — tunggal. Apalagi jika tarian dimaksud ber-genre “abstrak”. Gerakan-gerakan tarian “abstrak” cenderung tersublimasi dari ekspresi jiwa penarinya. Sedangkan menari secara kolektif lebih mengarah kepada hafalan gerak.
Apa yang saya saksikan saat menonton konten berjudul ‘Konde Rogan’ yang artinya layar putih yang didorong angin untuk menggerakkan perahu — dari channel ‘LvR’– adalah tontonan yang mengaktualisasi jiwa. Jiwa siapa? Jiwa penari: Lena Guslina.
Saat penyanyi Mayang Krismayanti melantunkan ‘Konde Rogan’ ciptaan Ismet Ruchimat di gedung Sunan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia, Bandung, maka saya impresikan gemuruh jiwa penonton mulai menggelegak.
Sementara titik pusat panggung yang hampir gelap total, menampakkan seuntai tubuh berkostum long dress merah. Sosok itu hampir-hampir siluet, dikombinasikan dengan selendang panjang berwarna senada pakaian tersebut, berjalan menuju depan panggung dengan balutan titik-titik kecil cahaya dari arah back drop.
Saat cahaya mulai fade ini (makin terang), maka sosok long dress merah itu mulai menghentak, lantas gemulai — dalam dinamika turun naik.
Nah, kepekaan Lena Guslina dalam merespons vokal Mayang Krismayanti dengan orkestrasi musik yang mencekam ini, terlihat begitu mencengangkan.
Bagaimana ia merespons dengan keserasian gerak lembut, lantas pelan-pelan ber-“stakato” menuju “puncak”. Terkadang ditingkah dengan gerak memutar bagai gasing yang menggambarkan badai lautan. Kadang pula ia kibaskan selendang panjang itu dalam gerak naik-turun naik-turun seperti gelombang samudra.
Gerak jiwa dan ekspresi Lena Guslina menggambarkan upaya lahir batin manusia menuju realitas sebagaimana harapan yang dicita-cita — melalui badai dan gelombang kehidupan.
Inilah nomor tari yang pernah saya tonton dari channel ‘LvR’ dalam durasi terpanjang: 7 menit 7 detik.
O ya, ada catatan khusus di luar gerak tari Lena Guslina, yaitu ketika tubuh Lena disorot spotlight, dan itu membentuk garis lingkaran terang.
Di tepi batas lingkaran terang dengan gelap tersebut, diletakkan benda-benda putih melingkar pada jatuhan cahaya spotlight. Tebakan saya –mudah-mudahan– saya tak saya lihat: kumpulan melati putih dan kamboja putih. Wow… sebuah konsep estetik yang inovatif.
Saya lantas mencoba menangkap arti warna merah dari outfit Lena Guslina : nilai-nilai keberanian. Sedangkan “benda-benda putih” itu adalah kejujuran dan kesucian. Apa arti keberanian tanpa diimbangi dengan kandungan “putih” ?
Spektakulerisasi acara yang berlangsung di gedung ini, dalam rangka peringatan ’30 Sambasunda’ dalam tema : Konde Rogan.
Bravo !
(Amang Mawardi).