Cantrik Kostela itu Kyai Penyair Alang Khoiruddin

waktu baca 4 menit
Alang Khoiruddin (*)

KEMPALAN: Lelaki yang suka pakai kopyah, dan penampilan sederhana itu bernama Alang Khoiruddin, tapi sebenarnya punya nama asli Khoiruddin. Di samping menggunakan nama samaran Alang Khoiruddin, ia punya nama sesinglon/nama lain Goesty Gendeng dan Cantrik. 

Ia lahir di kota Lamongan, 17 Agustus 1978. Jabatannya di Kostela (Komunitas Sastra dan Teater Lamongan), sebenarnya lebih suka disebut cantrik. Tapi kiprahnya di Kostela, tak perlu diragukan lagi, sangat khusyuk dan istiqomah hingga sekarang. Dari soal penerbitan hingga dana buat ngopi dalam pertemuan. Ampuh temenan!. 

Dalam menulis sastra ia mengaku, “Aku pribadi mencintai dunia seni-sastra, sebagai-mana aku mencintai dunia filsafat dan tasawuf. Dalam dunia inilah aku merasakan kesenangan dan ketenangan batin. Aku bisa merasa ‘di tengah,’ melihat segala sesuatu dari mata dan pandangan orang lain, meski terkadang terasa asing bagiku. Dalam dunia seni-lah aku bisa leluasa masuk ke dalam ‘diri’ sendiri. Melihat betapa gaib-nya manusia.”

“Saya percaya bahwa kecintaanku pada dunia-dunia tersebut, suatu saat akan memberikan nilai pada setiap aktivitas dan kreativitas yang kujalani. Aku juga percaya bahwa suatu saat ke-cintaanku pada dunia seni-sufistik akan memberiku kemerdekaan pada banyak hal, baik dalam hal waktu, finansial maupun ketenangan batin.”

Barangkali tidak salah jika ia suka pakai kopyah, dan itu terbukti kerap kali jadi narasumber pengajian (jadi kyai), dan kerap kali jadi khatib Jumatan dan Sholat  di kampungnya. Sungguh luar biasa dalam ranah sastra, penyair yang cantrik, yang kyai pula.

Kostela punya jadwal diskusi sastra Candrakirana, setiap bulannya. Pada 3 September 2023 ini telah sampai putaran ke-185. Dua puluh dua tahun telah berjalan, sungguh sangat luar biasa, komunitas sastra ini. Dalam catatannya jelang Candrakirana – 185 bertajuk “Yang Lokal dan Yang Kekal” kali ini. 

ia menuliskan, “Bila sekarang banyak orang yang mencibir, meng-ejek dan menghinaku biarlah karena umumnya orang melihat dunia ini sebagai dunia penuh kesia-siaan, dunianya orang sinting dan pengangguran, akan aku terima. Biarlah karena memang cinta terhadap sesuatu itu butuh pengorbanan. Karena cinta itu, insya-Allah aku akan selalu ada di ‘dunia Kostela’ ini. Aku akan terus ‘melayani’-nya, menjadi Cantrik-nya. Aku yakin tidak ada balasan yang lebih hebat dari balasan cinta itu sendiri. Bismillah, melangkah!” 

Penyair yang kyai ini, selain lulusan Unisda Lamongan, ia juga pernah ngangsu kawruh di beberapa pondok pesantren. Sebut saja: Pondok Pesantren “Matholiul Anwar” Simo (1991—1997), Pondok Pesantren “Majmaal Bahrain” Ploso, Jombang (1997—1998), Pondok Pesantren “Roudhotul Muttadin” Talun, Sukodadi (1998—2000), dan Pondok Pesantren “Ruhani Masnawi.” 

Sedangkan soal karya sastranya antara lain: “Lorong Cinta” (antologi puisi. 2000. Lamongan: Kostela), “Seruling Cinta” (prosa. 2004. Lamongan: Pustaka Ilalang), “Semenanjung Nama” (puisi. 2003. Lamongan: Kostela), “Oase Cinta” (puisi. 2005. Lamongan: Kostela), “Perjamuan Embun” (prosa dan puisi. 2005. Lamongan: Pustaka Ilalang), “Majnun Mencari Kekasih” (puisi. 2004. Dian Fitri), “Wanita Pesona Paling Melati” (2004. Lamongan: Dian Fitri), “Cerita Lisan Syekh Siti Jenar: Sebuah Tinjauan Filosofis-Sufistik. 2002. Lamongan: Unisda), “Fenomena Sajak Religius” (Esai Sastra. 2004), “Munajat Ilalang” (2005. Lamongan: Pustaka Ilalang).

Karya-karya Khoiruddin yang berupa antologi karya bersama penyair lain, misalnya “Bercermin Memecah Badai” (2000. Lamongan: Kostela), “Negeri Pantai” (2000. Lamongan: Kostela), “Rebana Kesunyian” (2001. Lamongan: Kostela), “Nuansa Tata Warna Batin” (2002. Mataram: HP3N dan Yayasan Dewi Saraswati), “Sajak Mempelai” (2002. Lamongan: Kostela), “Imajinasi Nama” (Lamongan: Kostela), “Bulan Merayap” (2004. Lamongan: Dewan Kesenian Lamongan), “Lanskap Telunjuk” (2004. Lamongan: Dewan Kesenian Lamongan); dan banyak lagi.

Sekarang ini kyai penyair ini, jadi juragannya percetakan Pustaka Ilalang, penerbit buku-buku – utamanya buku sastra dan agama. Sebagai juragan percetakan “Pustaka Ilalang” ia banyak membantu kawan penyair guna untuk diterbitkan jadi buku kumpulan puisi, guritan, cerpen dan banyak lagi.

Penyair yang kyai ini, Alang Kahoiruddin, tetap istiqomah dan khusuk jadi cantriknya Kostela. Bahkan tetap jadi orang paling setia membantu apa saja: pikiran dan finansial dari soal penerbitan dan dana ngopi pertemuan Candrakirana. Malam ini 3 September 2023 adalah Candrakirana-185, sang cantrik tetap yakin ada yang bermakna di aktivitas diskusi sastra ini.

Selamat ber-Candrakirana ke-185 malam ini, malam tahun kedua puluh dua. Semoga kian berjaya, kian bermakna bagi semua! Salam sastra mencerdaskan dunia. 

*(Aming Aminoedhin).**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *