Orang Sumut Bisa Juara Umum Kompetisi Menggunakan Jalan Rusak Berat

waktu baca 3 menit
Foto: Istimewa

KEMPALAN: BERDASARKAN laporan dan cerita warga masyarakat, kerusakan jalan terjadi di hampir seluruh kawasan provinsi Sumatera Utara (Sumut). Seorang warga Medan yang bekerja sebagai supir pengantar paket bercerita bahwa dia mendapati semua jalan porpinsi yang dia lalui rata-rata rusak parah.

Tidak ada angka pasti mengenai berapa kilometer jalan yang rusak di Sumut. Namun demikian, ada ukuran kuantifikasi yang menunjukkan jumlah jalan yang rusak itu. Misalnya, angka tentang kemantapan jalan.

Tingkatan kemantapan jalan di provinsi besar ini tercatat 75%. Cukup jauh di bawah angka nasional yang mencapai 95%. Angka ini bisa dibaca bahwa jalan mantap di Sumut hanya 75%. Di daerah-daerah lain mencapai 95%.

Itulah sebabnya, sebagian orang menyebut jumlah jalan rusak yang terpanjang di Indonesia berada di Sumut.

Di Sumut, jalan yang berstatus jalan provinsi (tanggung jawab pemerintah provinsi) ada 3,000km lebih sedikit. Tepatnya, 3,005km. Dari jumlah ini, 750 km masuk kategori rusak. Dari 750km ini, 600km rusak berat dan 150km rusak ringan (merdekadotcom, Januari 2022).

Pertanyaannya: di mana pemerintah provinsi? Apa yang mereka pikirkan? Apa yang mereka lakukan? Mengapa jalan rusak di Sumut boleh dikatakan tak pernah diperhatikan?

Gubernur sudah mengantungi dana sebesar sebesar 2.7 triliun rupiah untuk perbaikan 450km. Jumlah dana ini tak cukup untuk memperbaiki 600km jalan rusak yang harus selesai hingga akhir 2023. Pekerjaan perbaikan sudah dimulai sejak pertengahan 2022.

Ada fakta yang cukup mencengangkan. Dari 450km jalan di Sumut yang masuk kategori rusak berat, sekitar 280km diantaranya merupakan jalan tanah. Belum pernah dilakukan pengerasan atau pengaspalan.

Apa yang menyebabkan Pemprov Sumut lambat bertindak? Antara lain adalah pengalihan anggaran untuk menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap berbagai kehidupan. Artinya, dana APBD dikerahkan untuk penanganan Covid-19 selama dua tahun ini.

Akan tetapi, berdasarkan logika sehat, kerusakan jalan kategori berat itu hampir pasti tidak terjadi dalam rentang waktu setahun-dua. Artinya, pemprov sepantasnya mengetahui kondisi buruk itu dari sejak lama. Bisa diminta laporan dari bawah, dari dinas-dinas PU kabupaten. Dan sepantasnya pula pemprov sudah memulai pekerjaan perbaikan itu sejak permulaan masa jabatan Gubernur Edy Rahmayadi.

Di satu sisi, publik mungkin bisa memahami kelambanan pihak pemprov memperbaiki jalan yang rusak berat itu. Misalnya, ada musibah Covid-19 yang sangat besar menguras dana. Tetapi, secara umum masyarakat sudah sangat menderita. Mereka harus setiap hari bersusah paya ketika menggunakan jalan.

Setiap hari, selama bertahun-tahun, rakyat terpaksa menempuh jalan hancur. Boleh dikatakan tak bisa lagi bersepeda motor, konon pula menggunakan sepeda dayung. Di banyak ruas jalan provinsi, rakyat harus lihai melakukan zig-zag untuk mengelakkan batu-batu sebesar mangga, nenas atau bahkan sebesar semangka.

Di celah-celah bebatuan itu ada banyak lubang yang akan menghempaskan pengendara. Di musim hujan, lubang-lubang besar tertutup genangan air. Ini membuat pengendara lebih repot lagi. Mereka tidak bisa mengingat semua lubang dalam yang harus dihindari ketika melewati ruas yang rusak berat.

Untuk lubang-lubang tertentu yang sangat terkenal di kalangan pengedara, mungkin selalu bisa dielakkan. Mereka hafal letakknya. Para pengendara yang “berstatus member” menjadi sangat terampil melewati lubang-lubang berbahaya yang posisinya sudah di luar kepala itu. Begitulah. Saking lamanya lubang-lubang itu membersamai mereka. Hafal di luar kepala.

Boleh jadi orang Sumut akan menjadi juara umum kalau ada kompetisi internasional menggunakan jalan rusak berat. Yakin kita. (*)

Editor: DAD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *