Boxing Day

waktu baca 7 menit
Pemain Indonesia, Ramai Rumakiek lawan pemain Singapura, Zulfarnaen Suzliman di Piala AFF 2020 (Twitter @affsuzukicup)

KEMPALAN: Sebuah drama di Hari Natal itu bernama ‘’Indonesia vs Singapura’’. Pertandingan  semifinal sepak bola Piala AFF antar-negara-negara Asia Tenggara, tepat di hari Natal 25 Desember 2021, menyajikan drama 120 menit, yang disaksikan ratusan juta pasang mata dengan dada berdebar-debar.

Sepak bola Eropa mengenal tradisi ‘’Boxing Day’’, yaitu pertandingan sepak bola yang digelar pada Hari Natal 25 Desember sambil membuka kado natal yang dikirim sanak dan saudara. Disebut ‘’boxing’’ bukan karena adu tinju. Tetapi ‘’box’’ artinya kotak hadiah.

Sepak bola Indonesia juga punya tradisi ‘’boxing’’ yang tidak kalah seru, yaitu perpaduan sepak bola dan tinju. Antar pemain saling adu tinju, penonton dan pemain adu tinju di lapangan, dan wasit pun menjadi sasaran tinju pemain dan penonton.

Boxing Day di Eropa menyajikan pertandingan-pertandingan yang menegangkan karena biasanya menjadi penentu siapa yang menjadi juara pada musim itu. Tim yang sukses memenangi rentetan pertandingan boxing day bisanya akan menjadi favorit juara.

Suporter Indonesia tadi malam (25/12) merasakan sensasi ketegangan pertandingan boxing day itu. Pertandingan semifinal di National Stadium, Singpura, berlangsung super-menegangkan karena harus dilanjutkan ke babak tambahan 2×15 menit karena keadaan masih deadlock 1-1 saat pertandingan 90 menit berakhir.

Di ujung drama, Indonesia menang dramatis 4-2 dengan total agregat 5-3.  Pada leg pertama pertandingan semifinal (22/12) Singapura berbagi angka 1-1 dengan Indonesia. Dengan kemenangan ini Indonesia maju ke final menantang pemenang antara Vietnam melawan Thailand.

Pertandingan boxing day menjadi tragedi bagi suporter Singapura, karena timnya harus kehilangan tiga pemain yang diusir wasit dengan kartu merah. Dengan hanya delapan pemain yang tersisa di lapangan ternyata Singapura tetap bukan lawan yang mudah ditaklukkan.

Indonesia nyaris kalah. Indonesia nyaris dipermalukan. Di akhir babak pertama Singapura kehilangan satu pemainnya, Safuwan Baharudin,  yang diusir wasit karena dua kartu kuning. Indonesia unggul terlebih dahulu 1-0 ketika pertandingan berjalan 11 menit. Tapi di akhir babak pertama itu drama terjadi.

Singapura bermain hanya dengan 10 pemain. Tapi justru satu detik kemudian Singapura bisa menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Wasit meniup peluit akhir babak pertama. Jeda 15 menit menjadi saat yang paling menegangkan. Pasukan Indonesia masuk ke lapangan dan terlihat sangat gugup. Sementara Singapura makin percaya diri meskipun hanya dengan sepuluh pemain.

Singapura betul-betul menunjukkan semangat juang yang membuat gentar. Sepanjang babak kedua justru Singapura yang punya lebih banyak kesempatan untuk mencetak gol kemenangan. Pada menit ke-67 tragedi terjadi lagi bagi Singapura setelah Irfan Fandi diusir wasit dari lapangan.

Tapi, tujuh menit kemudia tragedy mengancam Indonesia. Dengan hanya sembilan pemain Singapura malah bisa mencetak gol  di menit ke-87. Sisa 15 menit membuat kubu Indonesia panic. Tapi kemudian Indonesia lega karena Arhan Pratama mencetak gol penyeimbang pada menit ke-87.

Sisa tiga menit menjadi neraka. Pada detik terakhir Indonesia kena hukuman penalti. Andai saja. Ya, andai saja kiper Indonesia Nadeo Argawinata tidak bisa menepis tendangan ke sudut kiri gawangnya itu, maka nasib Indonesia akan terkubur. Indonesia akan menanggung malu seumur hidup. Untunglah Nadeo bisa membaca arah bola dan menepisnya.

Pertandingan dilanjutkan 2×15 menit. Indonesia bernafas lega karena bisa mencetak dua gol tambahan. Singapura makin didera nestapa karena kiper Hasan Sunny diusir dari lapangan. Delapan pemain melawan sebelas. Tapi Singapura nyaris mempermalukan Indonesia.

Dengan sembilan pemain di lapangan, Singapura masih mengancam Indonesia. Baru setelah pemain ketiga Singapura diusir, gawang Indonesia aman. Sungguh drama yang mendebarkan.
Kalah tragis di semifinal atau final, atau di babak apapun dalam sepak bola, adalah sesuatu hal yang biasa.

Tetapi, kalah dalam semifinal dari tim yang hanya punya delapan pemain tersisa di lapangan adalah kekalahan yang memalukan. Apalagi kalau ternyata tim lawan tidak benar-benar superior dari kita.  Andai kekalahan terjadi Indonesia akan menanggung trauma nasional yang terbawa seumur hidup. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan belasan tahun, untuk menghapus trauma itu.

Tim sepak bola Inggris membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghapus trauma selalu kalah dari Jerman di babak penting turnamen internasional. Baru pada semifinal Euro 2020 tahun ini trauma Inggris itu bisa dihapus dengan mengalahkan Jerman di Stadion Wembley. Inggris kalah dari Italia di final, tapi trauma Jerman sudah dihapuskan.

Kalau saja tadi malam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *