Peringatan Darurat Demokrasi!

waktu baca 3 menit
Dr. Hendra Alfani (*)

KEMPALAN: Mencermati situasi sekarang, saya teringat kisah reformasi 26 tahun yang lalu (1998). Pada pertengahan tahun 1998 itu, ketika gelombang reformasi pecah melawan rezim kekuasaan yang otoriter, saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang menulis skripsi di Jurusan Ilmu Komunikasi STPMD Yogyakarta.

Ketika semangat reformasi menjalar kemana-mana, tak terkecuali dikalangan mahasiswa, yang kemudian menjadi penggerak utama. Nurani saya terpanggil untuk ikut menceburkan diri dalam gerakan mahasiswa dan massa rakyat ketika itu.

Walaupun saya bukan siapa-siapa. Bukan tokoh utama, atau tokoh penting aktivis mahasiswa yang nama-namanya kemudian dikenang atau dicatat dalam sejarah hingga 26 tahun peristiwa itu berlalu.

Saya hanya mahasiswa biasa seperti kebanyakan. Tetapi hati saya bergetar, kesadaran saya tersengat, lalu ikut mengepalkan tangan meleburkan diri dalam “lautan” demonstran yang penuh sesak dengan tuntutan perubahan negeri.

Seringkali pula saya bersama teman lainnya, ditugaskan untuk menulis “propaganda” dan berbagai selebaran (sejenis pamflet) yang berisi informasi dan agenda demonstrasi, menggunakan mesin ketik yang dilapisi kertas karbon, dan dicetak dengan mesih sheet stensil manual. Tugas itu dipercayakan kepada saya, kebetulan saya aktivis Pers Mahasiswa di kampus dan juga terafiliasi dengan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Cabang Yogyakarta (PPMI-Y).

Kini, di bulan peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-79, hati saya kembali bergetar dan kesadaran saya kembali tersengat seperti situasi pergerakan reformasi 26 tahun lalu. Manakala demokrasi Indonesia seperti sebutir telur yang berada di ujung tanduk.

Bahkan berbagai kalangan – akibat perilaku dan kepentingan politik kekuasaan yang rakus itu – dengan sarkas menggunakan frasa “Pembegalan Demokrasi!” dan “Pengangkangan terhadap Konstitusi!”

Frasa sarkasme itu bukan lagi menunjukkan kejengkelan, tetapi menegaskan kemurkaan-kemuakan yang akut! Sungguh sangat memuakkan melihat perilaku elit politik yang tak tahu diri itu!

Mungkin mereka menganggap negeri ini hanya milik mereka. Barangkali para elit politik ini lupa, bahwa kekuasaan tertinggi itu ada di tangan rakyat! Sungguh tak tahu diri, memalukan dan sangat memuakkan!

Betapa rezim kekuasaan itu menjadi sangat terkutuk dan dikutuk oleh seluruh rakyatnya, manakala mandat kekuasaan yang diberikan rakyat, hanya digunakan untuk memuaskan nafsu kepentingan politik dan kekuasaan semata.

Manakala mandat kekuasaan yang diberikan rakyat itu, semata-mata digunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya sendiri. Maka daruratlah suatu negeri yang mengangungkan prinsip-prinsip demokrasi sebagai acuan bernegara dan mengelola kekuasaan untuk kepentingan seluruh rakyat.

Maka celakalah “kesucian” konstitusi sebagai tuntunan berbangsa-bernegara. Maka akan celaka pulalah kebebasan berpikir-berpendapat, dan terancamlah persatuan bangsa serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat!

Maka, yakinlah! Sebagai pemilik kekuasaan tertinggi, rakyat Indonesia tak akan membiarkannya! Para elit politik “pembegal” demokrasi dan melakukan pemufakatan jahat untuk mengangkangi konstitusi negara, tak boleh bebas berkeliaran memenuhi hawa nafsu kepentingan politik dan kekuasaannya.

Dan …, Anda akan dicatat dalam lembaran hitam sejarah Republik Indonesia. Karena catatan sejarah itu dan seluruh rakyat Indonesia sebagai pemilik kekuasaan tertinggi di negeri ini, akan “menghukum” Anda dengan caranya sendiri.

Maka cuman ada satu kata: “Lawan!!! Rakyat Bersatu, Tak Bisa Dikalahkan!

Oleh: Hendra Alfani (Staf Pengajar FISIP dan Hukum Universitas Baturaja, Sumatera Selatan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *