Pemilihan Ketua Pengurus FPK Jatim Dinilai Tidak Memenuhi Ketentuan

waktu baca 4 menit
Hoslih Abdullah

SURABAYA-KEMPALAN: Pemilihan Ketua  pengurus Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jawa Timur masa bakti 2024-2027 dinilai cacat hukum dan tidak memenuhi ketentuan oleh perwakilan suku bangsa di Jatim.

Pasalnya, rapat yang berlangsung di Gedung Bakesbangpol Jatim,  Rabu, 10 Juli 2024 itu,  semula diundangan dijadwalkan pukul 19.00 WIB, tapi kemudian dimajukan menjadi pukul 15.00 WIB.

Selain itu, rapat yang digagas oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim itu juga diduga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim. 

Beberapa wakil organisasi suku dan etnis yang hadir terkejut dengan perubahan agenda acara. Dalam undangan disebutkan bahwa acara adalah  Inventarisasi Data Suku-Suku Bangsa Indonesia dan Kegiatan Pembauran Kebangsaan, tapi diubah menjadi pembentukan dan pemilihan pengurus baru.

Akibat perubahan agenda mendadak pada rapat yang dipimpin Kepala Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto itu, beberapa peserta rapat melakukan protes. Protes pertama datang dari perwakilan suku dari Kalimantan. 

Perwakilan suku itu mengatakan, dia diundang untuk menyampaikan data suku yang diwakilinya untuk diinventarisasi di tingkat Jatim. Karena bukan ketua organisasi, dia tidak mencalonkan diri jadi pengurus. Apalagi  dia diundang melalui FPK Kota Surabaya. Sedang kepengurusan yang dibentuk adalah FPK Provinsi Jatim.

Pernyataan yang sama juga diucapkan oleh beberapa wakil suku dari daerah lain, termasuk NTT, Sumatera, dan Sulawesi. Para wakil suku tersebut tidak siap untuk menjadi pengurus tingkat Jatim karena mereka sudah menjadi pengurus di FPK Kota Surabaya.

Mendapat protes dan tanggapan dari beberapa peserta rapat itu, Ketua FPK Jatim demisioner HM Yousri Nur Raja Agam, berusaha membantu Kepala Bakesbangpol Jatim. Menurut Yousri, memang seharusnya acara pemilihan pengurus perlu berpedoman pada Permendagri No 34  Tahun 2006 dan Pergub Jatim No.41 Tahun 2009.

Kebetulan kedua Peraturan itu sama-sama BAB III Pasal 8 ayat (2), kata Yousri mengingatkan Kepala Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto. Secara jelas Yousri membaca sesuai teks aslinya: “Pembentukan FPK, dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah”.

Setelah diingatkan dasar hukum pembentukan pengurus FPK, dari tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai kelurahan/desa tersebut, Eddy Supriyanto pun menyadari. Secara spontan Eddy mengakui hal itu. “Memang benar itu. Pembentukan (FPK) oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” katanya.

Kendati sudah mengakui aturan hukumnya, namun Eddy meneruskan pelaksanaan pemilihan pengurus. Alasannya, mumpung kumpul sekarang ini ada masyarakat. 

Menanggapi hal ini, ada peserta yang ngotot dan menyatakan bahwa yang hadir ini adalah pengurus FPK Kota Surabaya.Tidak mewakili organisasi suku tingkat provinsi, ujar wakil dari suku Dayak.

Eddy yang kini juga menjabat Pj (Penjabat) Wali Kota Madiun itu, tidak peduli. Pemilihan pengurus pun dilakukan dengan langsung. Disebut nama yang terpampang di layar infokus, peserta diminta mengacungkan tangan.

Ada 12 nama bakal calon yang diunggulkan. Dari hasil penghitungan dengan sistem mengacungkan tangan, ada dua nama yang mendapat nilai terbanyak sama, yakni sama-sama didukung tujuh suara.

Dua nama tersebut adalah Amiruddin Pase dari suku Aceh dan Hoslih Abdullah dari suku Madura. Karena jumlah suaranya sama dalam dua kali penghitungan, akhirnya Eddy menginstruksikan kepada Sekretaris Bakesbangpol Nurul Ansori dari suku Jawa agar memberikan suaranya. Nurul Ansori pun memberikan suaranya kepada Hoslih Abdullah, sehingga Hoslih Abdullah keluar sebagai pemenang dengan mendapat 8 suara dan Amiruddin 7 suara.

Namun, Kepala Badan Kesbangpol justru meminta diundi lagi. Serta-merta Nurul Ansori, Sekretaris Bakesbangpol Jatim, maju membawa uang Rp 500. Dari undian ini yang menang Amiruddin, sehingga angka menjadi sama.

Kaban Kesbangpol Eddy Supriyanto lantas menganggap sudah ada ketua terpilih, yakni Amiruddin. Dia pun langsung mengumumkan bahwa sekretaris adalah Nurul Ansori dari suku Jawa, yang tidak lain adalah Sekretaris Bakesbangpol Jatim. Sedang bendahara disebut Grace Evi Ekawati, diperkenalkan sebagai Ketua Perbasi KONI Jatim, mewakili etnis Tionghoa.

Mendengar nama Ansori dan Evi ditetapkan begitu saja, terdengar suara hujan dari beberapa peserta rapat.

Ketua FPK Kota Surabaya Hoslih Abdullah juga menyesalkan adanya perubahan agenda rapat dari inventarisasi data menjadi memilih Ketua Pengurus FPK Prov. Jatim. Menurutnya, peserta diundang untuk rapat Inventarisasi dan pendataan, tetapi tiba-tiba berubah menjadi musyawarah pemilihan dan pembentukan pengurus. Ini jelas-jelas tidak sesuai dengan ketentuan

“Kalau ini tidak dikoreksi dan dibetulkan menurut saya, bisa berbuntut dengan penggunaan anggaran. Ingat di FPK menggunakan dana APBD. Jadi jangan salah prosedur,” ujar Cak Dullah, panggilan akrab Hoslih Abdullah.

Bahkan, Cak Dullah  mengingatkan, seharusnya pemilihan pengurus berpedoman kepada Permendagri dan Pergub yang menjadi dasar pembentukan FPK di tingkat provinsi.

“Memang, seperti diingatkan oleh mantan Ketua FPK Jatim Cak Yousri Raja Agam, untuk membentuk kepengurusan harus berpedoman Permendagri dan Pergub Jatim sama-sama BAB III Pasal 8 ayat (2),” ujar Cak Dullah.

Sebagai Ketua FPK Jatim demisioner, Cak Yousri sebaiknya menyarankan kepada Kepala Bakesbangpol Jatim untuk melakukan kaji ulang. Misalnya mengadakan musyawarah kembali sesuai prosedur hukum yang benar. siapapun yang terpilih nantinya dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Kalau tidak dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku, bisa berpengaruh kepada penggunaan dana  yang dihibahkan dari APBD Jatim itu.

Cak Dullah menyampaikan peserta rapat yang hadir 16 orang dari 20 suku pengurus FPK Kota Surabaya. (Dwi Arifin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *