Yang Aneh di Dunia Medsos
KEMPALAN: Mungkin, jika Anda tidak paham TI yang berkaitan dengan dunia medsos, akan dibuat bertanya-tanya seperti saya.
Yang pertama, ada pesan masuk ke kolom WA saya yang rasanya belum saya baca, tetapi beberapa kali saya jumpai (sepertinya) sudah dibaca orang lain. Yang mestinya berkode centrang hitam, kok sudah centrang biru. Saat membaca pesan itu perasaan saya mengatakan: atmosfer aneh.
Yang kedua, pernah saya posting semacam berita di grup WA, lantas ada yang memberi atensi dengan tanda ‘tertawa sampai keluar air mata’ (semacam emoticon) dari salah seorang teman. Padahal berita tersebut nuansanya tidak untuk ditertawakan.
Tadinya saya mau ajukan semacam protes kepada ‘yang menertawakan’, kenapa berita semacam ini kok ditertawakan. Namun, saya urungkan. Akhirnya menggantung, saya pun lama-lama lupa.
Suatu hari saya pasang status di WA, ada yang menanggapi dengan emoticon ‘tertawa sampai keluar air mata’ dari adik kelas saya zaman sekolah di SLTA dulu. Kali ini saya respons dengan cepat: “Emang ada yang lucu ya, Mbak?! “. Jawabnya: ” Lho, Pak…saya tidak pernah beri gambar orang tertawa…!”. Lantas, siapa ?
Atas kejadian itu, bawah sadar saya menyimpulkan ada yang tidak suka dengan saya, mencoba mendegradasi saya dengan upaya adu domba. Atau setidaknya secara psikologis saya akan dibuat bingung.
Di lain waktu dan kesempatan, di salah satu grup WA alumni dimana saya pernah kuliah dulu, artikel pendek saya disambut dengan emoticon ‘tertawa sampai keluar air mata’, saya tenang saja, karena sebelumnya sudah dua kali terjadi semacam itu.
Lantas saya balas dengan: “Terima kasih atensinya, Mbak… “. Maka ia pun menjawab dengan nada sedikit heran : “Mungkin saya salah nutul ya, kok sambutan saya dengan emoticon tersebut, Mas. Mohon maaf…”
Yang ketiga, tentang mantan koresponden Harian Kompas di Jawa Timur, yang sambutan atas postingan-postingannya di Facebook belakangan sepi. Hanya beberapa komen dan atensi (like dan sebagainya), tidak seperti biasanya.
Selanjutnya beberapa postingan wanita jurnalis yang mengesankan aktivis, yang lama — muncul lagi di beranda, seperti bendungan jebol: ‘brol’ — untuk menggambarkan banyaknya komen dan atensi yang dulu pernah diposting tapi sepi sambutan itu.
Saya lantas berpikir, rupanya sebelum ini ada yang berusaha menyembunyikan komen dan simbol-simbol atensi itu. Untuk apa? Untuk mereduksi pengikutnya, para penggemar, dimana mereka akan dibuat jauh karena komennya kok tidak dapat respon dari yang pasang postingan mantan jurnalis Kompas tersebut.
Yang keempat, ini masih praduga bahwa ada dua orang teman yang dulu akrab terus lama gak ketemu, lantas akrab lagi via japri WA, tiba-tiba belakangan saat saya kirim pesan WA 2-3 kali terbaca dengan tanda centrang biru, tapi tidak dijawab. Ada apa? Ada lebih sekali saya mengirim pesan. Apa ada yang nyabot dengan upaya-upaya TI dalam bentuk menyembunyikan pesan-pesan saya? Saya memang belum menghubungi via kontak telepon langsung untuk mempertanyakan soal itu. Ini atmosfernya masih dugaan saya.
Apakah hal-hal tersebut ulah para ‘hacker’ dengan berbagai motivasi? Saya tidak tahu.
Belakangan –mungkin dalam sebulan– ada semacam notifikasi di telepon genggam saya, beberapa kali. Bunyinya begini : Beberapa pesan tidak terkirim. Periksa koneksi telepon anda. Pesan akan dikirim ulang secara otomatis.
Amang Mawardi, penulis, tinggal di Surabaya.