Yenny Wahid dan Ramalan Gus Dur

waktu baca 4 menit
Yenny Wahid (TEMPO)

KEMPALAN: Yenny Wahid resmi mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Alasannya, karena Yenny memakai pertimbangan hati, bukan sekadar pertimbangan kalkulasi politik rasional untuk mengambil keputusan itu. Yenny mengaku menggunakan ‘’roso pangroso’’, perasaan dan intuisi untuk mengambil keputusan itu.

Sebelum mendukung Ganjar, Yenny sudah pernah bertemu dengan Prabowo di rumah Kertanegara. Yenny berbicara lama dalam kunjungan itu, dan setelahnya dia mengadakan jumpa pers dan memuji serta menyanjung Prabowo setinggi langit.

Kata Yenny Indonesia menghadapi situasi politik internal dan internasional yang sangat menantang. Di arena geopolitik internasional Indonesia berada pada posisi yang sulit di tengah pertentangan kekuatan-kekuatan besar dunia. Dalam kondisi semacam itu Indonesia membutuhkan pemimpin yang mempunyai kapasitas dan pemahaman mengenai perpolitikan dan pertahanan internasional.

Yenny tidak menyebut nama, tetapi semua kriteria yang disebutnya jelas mengarah kepada Prabowo. Bisa diduga Prabowo tentu berbunga-bunga perasaannya. Yenny memberi harapan indah kepada Prabowo yang mengharapkan dukungan dari keluarga Gus Dur, dan sekaligus mendapatkan tuah politik dari dukungan itu.

Tapi sayang Prabowo menjadi korban PHP. Yenny memutuskan untuk meninggalkan Prabowo dan memilih Ganjar. Yenny menyebut pertimbangan ‘’roso pangroso’’ kepada Ganjar-Mahfud, tetapi tidak mempertimbangkan ‘’roso pangroso’’ yang dirasakan Prabowo. Mungkin lebih tepat disebut Yenny melakukan ‘’roso prank-roso’’ karena telah melakukan prank terhadap Prabowo.

Bagi Prabowo dukungan keluarga Gus Dur punya nilai penting. Selama ini pendukung Prabowo selalu menyebut-nyebut beberapa pernyataan Gus Dur mengenai Prabowo. Salah satu pendukung Prabowo ialah pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah. Menurut Gus Miftah, Gus Dur pernah mengatakan bahwa Prabowo ialah tokoh yang paling ikhlas untuk Indonesia.

Ungkapan Gus Dur itu sudah sering disampaikan oleh banyak pendukung Prabowo dalam berbagai kesempatan. Ketika Prabowo maju dalam pilpres 2019 pun pernyataan Gus Dur itu diungkap oleh pendukungnya dalam berbagai kesempatan.

Tidak dijelaskan secara rinci apa yang dimaksud Gus Dur bahwa Prabowo ialah orang yang paling ikhlas. Para pendukungnya, termasuk Gus Miftah, hanya mengutip sepotong saja tanpa detail, sehingga tidak jelas apa konteks pernyataan itu.

Mungkin bukti keikhlasan Prabowo terlihat pada pilpres 2019. Meskipun persaingan dengan Jokowi sangat keras tetapi Prabowo ikhlas masuk ke kabinet menjadi anak buah Jokowi. Mungkin Prabowo ikhlas bergabung dengan Jokowi, tetapi pendukung-pendukung Prabowo sangat tidak ikhlas dan menganggap Prabowo berkhianat.

Keikhlasan Prabowo terlihat lagi sekarang ini. Meskipun, kabarnya, Prabowo tidak sepenuhnya menghendaki Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wapres, tetapi Prabowo harus ikhlas menerimanya karena dihadapkan pada berbagai kondisi yang menyebabkannya berada pada posisi fait accompli.

Kalau kali ini Prabowo tidak bisa menang lagi–setelah 4 kali ikut kontestasi pilpres—mungkin dia akan tetap ikhlas, karena sudah berpengalaman kalah. Prabowo akan tetap ikhlas dan—mungkin—tetap tidak kapok.

Pendukung Prabowo juga sering mengungkapkan ramalan Gus Dur bahwa Prabowo akan menjadi presiden di usia tua. Hal itu sudah diungkapkan ketika Prabowo menjadi capres pada 2019. Ternyata ramalan itu tidak terbukti. Sekarang, ramalan itu dimunculkan kembali.

Namanya juga ramalan, ada yang percaya ada yang tidak. Apalagi pada 2019 ramalan itu tidak terbukti. Tidak ada yang berani menjamin ramalan itu akan terbukti pada pilpres 2024. Apalagi, Yenny Wahid, sebagai anak kandung Gus Dur, juga tidak percaya terhadap ramalan bapaknya sendiri. Buktinya, Yenny tidak mendukung Prabowo. Kalau Yenny percaya terhadap ramalan bapaknya tentu dia akan mendukung Prabowo.

Dukungan Yenny terhadap Ganjar-Mahfud bisa saja menjadi gerbong tanpa penumpang atau pepesan kosong tanpa isi. Tidak lama setelah deklarasi Yenny mendukung Ganjar, kakak kandung Yenny, Alissa Wahid, putri tertua Gus Dur, mementahkan dukungan Yenny dengan mengumumkan bahwa sikap Yenny itu sikap pribadi dan tidak ada hubungannya dengan sikap keluarga Gus Dur.

Alissa menegaskan bahwa jaringan Gusdurian tidak terlibat dalam politik dukung mendukung, dan tetap konsisten dengan gerakan menyebarkan legasi 9 nilai kebaikan Gus Dur. Demikian halnya dengan Barisan Kader Gus Dur atau Barikade Gus Dur, yang dibebaskan oleh Alissa untuk menentukan pilihan politiknya masing-masing.

Alissa mengatakan akan fokus pada gerakan memperkuat demokrasi. Ia mengingatkan bahwa cawe-cawe Presiden Jokowi dalam pilpres akan memperlemah demokrasi, karena ada conflict of interest, terutama setelah bergabungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Gus Dur memang selalu sulit ditebak dan pernyataannya sering menimbulkan multi tafsir. Banyak pernyataan Gus Dur yang lucu tapi tajam menghunjam. Mengenai politisi yang plin-plan Gus Dur mengatakan bahwa definisi politik adalah ‘’apa yang diucapkan tidak dilakukan, dan apa yang dilakukan tidak diucapkan’’.

Maksudnya, tidak ada kesesuaian antara ucapan dan tindakan, dan tidak ada kesesuaian antara tindakan dengan ucapan. Para politisi yang suka mencla-mencle menjadi sasaran ungkapan Gus Dur ini. Ada yang mengatakan tidak akan cawe-cawe dan netral, tapi merekayasa partai politik dan merudapaksa aturan supaya anaknya bisa mengikuti kontestasi pilpres meskipun tidak memenuhi syarat.

Gus Dur mengibaratkan politik seperi bahasa Inggris yang beda antara ejaan, bacaan, dan arti. Contoh, ‘’b u s’’, dibaca ‘’bas’’ dan artinya ‘’bis’’. Kata Gus Dur itulah politik. Para politisi harus pintar ‘’nggedabus’’, lalu ‘’nggedabas’’, dan akhirnya ‘’nggedabis’’.

Kritik canda ala Gus Dur ini bisa mengenai siapa saja yang suka nggedabas, nggedabus, dan nggedabis, termasuk Jokowi, dan (mungkin) Yenny sendiri. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *