dewa138

https://www.giza-edu.com/

situs gacor

slot gacor

dewagacor

dewa138

ggsoft

slot gacor

Esensi Ibadah Adalah Batin Kita – Kempalan.com

Esensi Ibadah Adalah Batin Kita

waktu baca 2 menit
Salah satu buku karya Kol. Laut (K) Dr. dr. Hisnindarsyah, SE., M. Kes., M.H., berjudul : "Aku dan Setengah Kematianku".(Foto: AM).

KEMPALAN : Ada sekian dokter yang dikenal sebagai penulis. Kalau di Jakarta, antara lain : dr. Kartono Mohamad, dr. Hendrawan Nadesul, Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes., PKK., dr. Cahyadi Takariawan, dr. Andreas Kurniawan, dr. Dito Anurogo, dan masih banyak lagi.

Di Surabaya pun lumayan banyak, salah satu yang produktif menulis, baik di media massa maupun menulis sekian buku : Kol. Laut (K) Dr. dr. Hisnindarsyah, SE., M.Kes., M.H.

Salah satu buku karyanya yang cukup menggelitik judulnya : “Aku dan Setengah Kematianku”.

Buku ini adalah bunga rampai tulisan-tulisan dari dokter yang akrab dengan seniman, yang tersebar di berbagai media.

Salah satunya yang berjudul sebagaimana di atas yang lantas dijadikan judul buku tersebut.

Di buku ini tercatat 27 judul, dengan penamaan judul-judul yang rerata puitis filosofis, misalnya : Membaca Api Sejarah atau Abu Sejarah? Pilihan Membaca Masa Depan, Amman yang Aman, Bencana Alam atau Bahasa Alam?, Lukisan Pria Bertopi Fez dan Masjid Hagia Sophia, dan sejumlah judul lain yang tak kalah menggelitik.

Namun, ada tulisan yang judulnya sebagaimana sering kita dengar untuk pengingat kehidupan, yaitu : “Gusti Alloh Mboten Sare” (Tuhan Tidak Tidur), ditulis secara tiga seri.

Menarik yang ditulis Dokter Hisnin dalam salah satu alinea pengantarnya : Urip Iki Urup. Hidup Itu Penuh Cahaya. Padamlah hidup kita, jika mati “nur” yang kita punya. Maka jangan pernah matikan Nur Illahi yang ada dalam hidup kita.

Sedangkan dalam tulisan berjudul ‘Aku dan Setengah Kematianku’ tersebut, Dokter Hisnin menyajikan kata-kata menarik sebelum menutup tulisannya itu, yakni : Dalam pengalaman ruhani yang luar biasa, aku menjadi tahu bahwa esensi ibadah ternyata adalah batin kita, hati kita. Bukan semata raga kita. Bisa jadi raga kita bersolat, berpuasa. Tapi hati dan pikiran kita tidak pada Alloh Swt., namun pada dunia.

Alhasil buku yang diterbitkan oleh Holistic Institute berketebalan xviii + 152 halaman, yang diberi pengantar oleh Romo Guru Siddi Miftahul Luthfi Muhammad ini, tertangkap diksi menarik :

Melalui buku yang disusunnya ini, ia hendak menyapa sekaligus memberitahu jika dirinya manusia biasa, meski gelar sarjananya berderet-deret di depan dan di belakang namanya.

Baginya menuntut ilmu adalah wajib. Adapun mengamalkan ilmunya sangat-sangat wajib. Karenanya, ia sudah dikaruniai Gusti Alloh dalam hidup ini tidak lagi harta benda dan pangkat yang menjadi tujuan hidupnya semula.

Buku ini juga memberikan pesan, bahwa setiap manusia dikaruniai takdir yang beragam, sudah barang tentu dengan sunatulloh yang beragam pula. (Amang Mawardi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *