Khofifah Kunjungi TSIP Singapura, Pelajari Teknologi Pengolahan Sampah Menjadi Listrik

waktu baca 4 menit

SINGAPURA-KEMPALAN: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunjungi Tuas South Incineration Plant (TSIP), salah satu fasilitas pengolahan sampah menjadi energi (waste-to-energy/WtE) terbesar, tercanggih, dan paling strategis di Singapura, Jumat (14/11). Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian Program RISING (Republic of Indonesia and Singapore) Fellowship.

Gubernur Khofifah mengaku terkesan dengan teknologi tinggi yang digunakan TSIP dalam mengolah limbah padat menjadi energi listrik melalui proses insinerasi. Fasilitas tersebut dirancang mampu mengurangi volume sampah hingga 90 persen melalui pembakaran pada suhu 850–1.000°C, sekaligus menghasilkan energi listrik.

TSIP menerima sekitar 600 truk sampah per hari, kemudian mengolahnya melalui tahapan penerimaan limbah, pembakaran di insinerator suhu tinggi, pembangkitan energi dari panas pembakaran, pengolahan gas buang melalui sistem penyaring polutan canggih, hingga pemulihan material magnetik dari abu sisa pembakaran. Sisa abu yang tidak dapat dibakar kemudian dikirim ke Semakau Landfill, satu-satunya TPA Singapura.

“Komitmen Singapura terhadap inovasi, perlindungan lingkungan, dan visinya menuju zero-waste future sangat konsisten,” ujar Khofifah.

Untuk mengatasi aroma sampah, TSIP menerapkan sistem tekanan udara negatif di area bunker, sehingga udara berbau tidak keluar ke lingkungan, tetapi disalurkan kembali ke tungku pembakaran untuk dimusnahkan pada suhu tinggi 850°C hingga 1.000°C.

Gubernur Khofifah Indar Parawansa saat mengunjungi TSIP Singapura, Jumat (14/11). (FOTO: Istimewa).

“Problem di masyarakat yang banyak dikeluhkan terkait tempat pengolahan sampah adalah aroma sampah, maka teknologi mereduksi sampah ini harus bisa diadaptasi,” ungkapnya.

Khofifah pun menyampaikan bahwa keberhasilan Singapura dalam mengintegrasikan pemulihan energi ke dalam sistem pengelolaan sampah memberi inspirasi kuat bagi Jawa Timur. Sistem tersebut tidak hanya mengurangi ketergantungan pada landfill, tetapi juga mengubah sampah menjadi sumber daya yang bernilai.

“Model ini akan kami pelajari dan sesuaikan dengan konteks Jawa Timur secara teknis dan strategis untuk mereplikasi sistem dan teknologinya,” katanya.

Saat ini Jawa Timur menghasilkan 6,5 juta ton sampah per tahun, dengan pengurangan sampah 899,7 ribu ton/tahun dan penanganan mencapai 2,71 juta ton/tahun. Sekitar 2,9 juta ton/tahun sampah masih belum terkelola. Jawa Timur juga memiliki 5.170 bank sampah dan 1.126 desa/kelurahan berstatus Berseri (Bersih dan Lestari).

“Jawa Timur memiliki 5.170 bank sampah dan 1.126 desa/kelurahan berstatus berseri, bersih dan lestari,” katanya.

Sebagai provinsi besar dan dinamis, Jawa Timur menghadapi tantangan pengelolaan sampah perkotaan, industri, dan pesisir. Karena itu, Pemprov Jatim tengah memperkuat strategi melalui edukasi pemilahan sampah, pengurangan dari sumber, penguatan daur ulang, pengembangan ekonomi sirkular, dan penerapan teknologi ramah lingkungan.

“Kami memperkuat strategi dengan beberapa upaya seperti pengurangan sampah dari sumbernya melalui peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat, penguatan sistem pemilahan dan daur ulang, pengembangan ekonomi sirkular, dan adopsi teknologi ramah lingkungan untuk pengolahan sampah,” jelasnya.

Selain itu, Pemprov Jatim juga telah mengembangkan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo di Surabaya, seluas ±27,4 hektare yang beroperasi sejak 2001.

Dua sistem utama yang dijalankan yaitu PLTSa Landfill Gas yaitu pemanfaatan gas metana hasil fermentasi sampah menjadi listrik dan PSEL (PLTSa) Gasifikasi yang mengubah sampah menjadi synthetic gas melalui pemanasan terbatas.

Sebelum mengunjungi TSIP, Khofifah terlebih dahulu bertemu dengan National Environment Agency (NEA) di 40 Scotts Road. NEA menekankan pentingnya kontribusi publik, terutama dalam pemilahan sampah sebagai langkah awal keberhasilan implementasi WtE.

“NEA menekankan bahwa langkah awal dari implementasi WTE adalah kontribusi publik dalam memilah sampah, sehingga dibutuhkan edukasi kepada masyarakat betapa pentingnya memilah sampah,” tuturnya.

“NEA Singapura berperan penting dalam mengembangkan program WTE yang efektif dan berkelanjutan, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan,” imbuhnya

Gubernur Khofifah menyampaikan apresiasi tinggi kepada NEA dan manajemen TSIP atas kesempatan untuk mempelajari sistem pengelolaan sampah yang modern dan berkelanjutan tersebut.

Ia berharap kunjungan ini menjadi awal kerja sama yang lebih kuat antara Jawa Timur dan Singapura dalam pengelolaan sampah berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan pengembangan ekonomi hijau.

“Langkah yang bisa diupayakan untuk menuju masa depan yang lebih bersih, sehat, dan tangguh bagi generasi mendatang,” pungkasnya. (Dwi Arifin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *