‎Konsultasi, Bukan Aliansi: Menjaga Kedaulatan dalam Perjanjian Keamanan RI-Australia

waktu baca 3 menit
TB Hasanuddin anggota Komisi I DPR RI. (Foto : Google).

KEMPALAN : ‎Indonesia adalah negara dengan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, di mana setiap keputusan diplomasi harus menempatkan kepentingan nasional sebagai kompas utama. Dalam konteks itu, pernyataan Mayjen TNI (Purn.) TB Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI, menjadi pengingat penting bagi publik dan pemerintah.

‎Menurutnya, Presiden memiliki kewenangan penuh untuk menjalin perjanjian internasional, namun setiap kerja sama harus tetap menjunjung tinggi kedaulatan bangsa. Pernyataan ini disampaikan menanggapi rilis resmi Perdana Menteri Australia Anthony Albanese tentang perjanjian bilateral konsultasi keamanan antara Indonesia dan Australia.

‎TB Hasanuddin menekankan, kata kunci dari perjanjian tersebut adalah “konsultasi.” Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama ini bersifat normatif dan berbasis niat baik (good will) antarnegara, bukan aliansi militer yang mengikat.

‎Dengan kata lain, Indonesia dan Australia berkomitmen untuk berkonsultasi di tingkat pemimpin dan menteri mengenai isu-isu keamanan yang relevan, tanpa menempatkan Indonesia dalam posisi tergantung pada keputusan negara lain. Pernyataan ini penting untuk menegaskan bahwa diplomasi kita tetap independen dan menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas utama.

‎Meski demikian, TB. Hasanuddin menyoroti potensi ketidakpastian yang bisa muncul jika pemerintah tidak segera memberikan penjelasan rinci mengenai isi dan mekanisme perjanjian. PM Australia menyebut bahwa kedua negara dapat mempertimbangkan langkah-langkah bersama jika keamanan salah satu atau kedua negara terancam.

‎Tanpa klarifikasi dari pemerintah Indonesia, hal ini bisa disalah-artikan publik sebagai upaya membangun aliansi pertahanan, yang bertentangan dengan prinsip bebas dan aktif. TB Hasanuddin dengan tegas meminta agar pemerintah membuka informasi secara transparan kepada DPR dan masyarakat untuk memastikan tidak muncul spekulasi yang merugikan posisi strategis Indonesia di kawasan.

‎Opini publik sering kali terbentuk dari interpretasi kata-kata dan pernyataan resmi. Dalam konteks hubungan Indonesia-Australia, transparansi menjadi krusial. TB Hasanuddin mengingatkan bahwa kerja sama pertahanan antarnegara adalah hal yang wajar dan sah dalam diplomasi modern.

‎Namun, kehati-hatian dan penekanan pada kepentingan nasional harus selalu menjadi fondasi. Indonesia bisa tetap bekerja sama dengan negara sahabat untuk menjaga stabilitas kawasan tanpa mengorbankan kedaulatan atau membiarkan diri terikat pada aliansi militer yang dapat membatasi fleksibilitas kebijakan luar negeri.

‎Lebih jauh, konsultasi bilateral seperti ini justru bisa menjadi instrumen strategis bagi Indonesia untuk menegaskan posisi independennya. Indonesia tetap dapat berdialog, berbagi informasi, dan memperkuat hubungan bilateral, sambil menjaga kebijakan pertahanan dan keamanan nasional tetap berada di bawah kendali sendiri. TB Hasanuddin menekankan bahwa hal ini bukan sekadar formalitas, tetapi langkah diplomasi yang harus dipahami masyarakat sebagai bentuk kesiapan dan kewaspadaan, bukan keterikatan.

‎Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh dinamika geopolitik, penting bagi Indonesia untuk membedakan kerja sama yang sehat dan konsultatif dari aliansi yang mengikat. TB Hasanuddin menegaskan, prinsip transparansi, kehati-hatian, dan kepentingan nasional harus menjadi tiga pilar utama setiap langkah pemerintah dalam bidang keamanan dan pertahanan. Tanpa itu, publik bisa salah menilai dan membentuk persepsi negatif yang merugikan legitimasi kebijakan luar negeri.

‎Opini ini menegaskan satu hal: menjaga kedaulatan bukan hanya soal pertahanan militer, tetapi juga soal diplomasi yang cerdas, berhati-hati, dan transparan.

‎TB Hasanuddin menjadi suara penting yang mengingatkan bahwa setiap perjanjian internasional, khususnya terkait keamanan, harus jelas kerangka, tujuan, dan mekanismenya, agar Indonesia tetap mandiri dan tidak kehilangan posisi strategisnya di kancah global. Pemerintah perlu memastikan masyarakat memahami bahwa konsultasi bukan aliansi, dan setiap kerja sama dilakukan demi kepentingan nasional, bukan kepentingan pihak lain.

‎Dalam konteks itu, perjanjian RI-Australia bisa menjadi contoh diplomasi yang matang, asalkan dilaksanakan dengan komunikasi terbuka, pengawasan DPR, dan prioritas pada kedaulatan. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjaga keamanan regional, tetapi juga menegaskan prinsip bebas dan aktif sebagai fondasi politik luar negeri. TB Hasanuddin memberi pesan jelas: kedaulatan dijaga melalui tindakan nyata, bukan sekadar retorika.

‎M.ROHANUDIN Praktisi Penyiaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *