Mathematics and Art, Tema Pameran Tunggal ke-5 Desemba S. Titaheluw

waktu baca 3 menit
Desemba S. Titaheluw di depan salah satu karyanya saat pameran tunggal di Dapur Mawar, Surabaya, tahun 2022.(Foto : Google).

KEMPALAN : Dunia seni memang unik, tidak saja menyangkut karya yang dihasilkan senimannya, namun juga yang melatarbelakangi pelakunya — setidaknya yang berhubungan dengan back ground pendidikan.

Dalam konteks di atas, kalau dielaborasi : seni itu lintas sektoral.

Penyair Taufik Ismail adalah dokter hewan lulusan IPB.

Budayawan Nirwan Dewanto yang juga dikenal sebagai penyair, aktor, dan kurator seni rupa, adalah insinyur pertambangan dari ITB.

Nah, di Surabaya seniman yang ber- “genre” seperti dua sosok tersebut, salah satunya adalah Desemba S. Titaheluw.

Perupa yang sudah berpameran tunggal empat kali ini adalah alumnus Fakultas MIPA ITS (sekarang lebih dikenal sebagai Fakultas Sains dan Analitika Data).

Pameran tunggalnya yang terselenggara sebelum ini, yaitu : “Ureka, Ini Jalanku”, Galeri Prabangkara, Surabaya, 2017; “Eksplorasi Botol”, Galeri Raos, Malang Mart, Batu, 2018; “Bung Karno, Potret Tokoh, Para Sahabat”, di teras rumah, Surabaya, 2019; “Horison”, di Dapur Seni Mawar, Surabaya, 2022.

Hari Sabtu 1 November lalu, saya bertemu dengan sosok ini pada acara ulang tahun pernikahan ke-45 Prof. Dr. Soetanto Soephiady akademisi yang budayawan.

Setiap saya ketemu Cak Des –demikian saya biasa memanggil– yang senantiasa saya tangkap dari sosok 64 tahun ini adalah jiwa yang senantiasa diliputi gejolak sarat semangat.

“Saya dengar Sampeyan akan pameran tunggal lagi ya, Cak Des?”

“Ya, Cak Amang…,” jawab Desemba Sagita Titaheluw dengan suara sedikit keras untuk mengimbangi suara merdu Prof. Tanto yang malam itu sedang membawakan lagu “Aryati” dalam iringan keyboard player.

Untuk pameran tunggalnya yang ke-5, yang rencananya berlangsung pada 8-18 November 2025, di Taman Matematika ITS, temanya “Mathematics and Art”.

“Sama dengan tema Hari Matematika se-dunia tahun 2025,” kata Cak Des yang juga dikenal sebagai aktor, yang lantas menambahkan, “Pameran di ITS ini bertepatan dengan Dies Natalis ke-68 ITS dan Dies Natalis ke-60 Fakultas Sains dan Analitika Data.”

Di pameran tunggalnya kali ini, Desemba S. Titaheluw akan menampilkan
seni instalasi dalam bentuk monumen matematika setinggi 3,5 meter dan 8 lukisan yang mencerminkan ikon atau simbol matematika.

Desemba S. Titaheluw, yang alumnus FMIPA ITS tahun 1981, tampaknya merancang event-nya dengan penuh kreativitas dan kecintaan terhadap matematika, diharapkan menjadi simbol kebanggaan bagi civitas akademika ITS.

Monumen matematika ini memiliki desain dalam bentuk limas segitiga yang dimaksudkan untuk merepresentasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu : Tinggi Pendidikan, Tinggi Penelitian, dan Tinggi Pengabdian kepada masyarakat.

Simbol-simbol matematika yang menghiasi dinding monumen, diharapkan menambah keindahan dan makna monumen.

Cak Des juga berharap bahwa pameran tunggalnya kali ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai matematika, selanjutnya bisa memicu pengembangan kreativitas mereka.

“Matematika bukan semata tentang angka dan rumus, tapi juga keindahan dan kreativitas,” tuturnya.

Inspirasi untuk monumen ini diperoleh dari Tugu Pahlawan di Surabaya dan Monas di Jakarta.

Dua monumen ikonik yang digagas oleh Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno : Tugu Pahlawan memiliki tinggi 45 yard, sedangkan Monas memiliki tinggi 132 meter (tanpa mahkota) — atau 163 meter dengan mahkota.

“Seperti tadi saya jelaskan, untuk seni instalasi monumen matematika tingginya 3,5 meter,” kata Cak Des, “Merupakan implementasi kecintaan saya terhadap matematika dan keinginan untuk berbagi keindahan matematika dengan orang lain.”

“Saya berharap suatu saat bisa membuat monumen sains dan teknologi setinggi 19,57 meter sesuai tahun berdirinya ITS : 1957,” jelasnya, “Itupun jika ITS berkenan.” (AM).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *