Terkejut Tarip Sedot WC
KEMPALAN : Sudah lama menjadi istilah : sedot wc. Padahal aktivitas yang sesungguhnya adalah sedot tinj*. Atau kalau mau lebih menukik ke terminologi yang lebih pas, mestinya : sedot septitank.
Kalau Anda ingin menggunakan jasa semacam itu buka saja google, beterbaran linknya di platform tersebut.
Atau amati saja bagian depan rumah Anda, hampir setiap hari tergeletak di teras karton promosi sedot wc seukuran 10 x 5 cm lengkap dengan nomor kontak. Atau karton promosi itu sering tercantel di pagar-pagar rumah Anda dan tetangga sekitar.
Taripnya? Bervariasi, tergantung volume yang disedot, juga deal hasil tawar-menawar.
Dua tahun lalu saya pernah menggunakan salah satu jasa aktivitas itu.
Terjadi tawar menawar. Akhirnya saya bilang: “Budget saya cuma Rp. 750.000. Wis sampeyan atur, yaopo enake…”
Siang hari truk tangki sedot wc tiba di depan rumah saya. Tutup septitank yang menggunakan sistem ulir/drat dibuka oleh dua petugas yang merangkap sopir dan kernet. Pipa-pipa karet dimasukkan ke lubang septitank, mesin pompa sedot pun lantas menggerang.
Sekitar 10 menit kemudian bunyi mesin pompa sedot berhenti. Saya yang berada dekat septitank diajak keluar oleh salah satu petugas menuju truk tangki untuk melihat kaca di bagian belakang truk yang ada strip-strip, mengindikasikan bahwa dengan dana Rp 750.000 hanya berisi sekitar 60% dari volume keseluruhan tangki.
“Bagaimana Pak, apa diteruskan sampai tangki penuh…?” kata petugas jasa sedot wc itu.
Saya jawab : “Gak wis, cukup sakmene ae. Dananya cuma segitu, Mas. Maaf… “
Saat itu saya pikir dengan 60% volume truk tangki, wc saya kalau disiram sudah tidak perlu berkali-kali. Karena “telur” yang ada di septitank saya perkirakan sudah berkurang jauh.
Selama seminggu wc sudah pulang lap, lancar jaya.
Tapi selewat itu, kondisinya kembali seperti semula. Entah karena belum tuntas nyedotnya atau sebab-sebab lain.
Dan itu berlangsung sampai 10 hari lalu. Dan selama lebih kurang 2 tahun setelah penyedotan dengan dana Rp 750.000 tersebut, makin parah kondisinya. Makin sulit digelontor, meski pada akhirnya akan tuntas juga, tinj* masuk ke pipa menuju septitank. Pernah juga saya belikan zat penghancur tinj* di toko bahan bangunan, hasilnya zonk.
Akhirnya sampai pada kondisi benar-benar tidak bisa masuk ke septitank –maaf– “telur” mengapung di ceruk kloset duduk toilet kami. Tentu saja pada tutup kloset duduk itu sering kami letakkan kursi plastik sebagai peringatan : full.
Akibat itu, sering saya dan istri harus naik ke toilet lantai atas. Kalau untuk toilet yang ini aman. Tapi kondisi ketuaan saya dan istri yang 72 dan 71 tahun, cukup ngos-ngosan manakala harus sering-sering ke lantai atas.
Kira-kira 6 bulan lalu di grup WA alumni kuliah saya dulu (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya/AWS-Almamater Wartawan Surabaya), berlangsung percakapan tentang jasa sedot wc.
Ada yang bilang tetangganya sampai kena 2 juta rupiah. Lantas ada yang nyahut, “jangan-jangan kena jebak.” Mungkin maksudnya ada unsur nipunya. (Jadi ingat cerita istri saya, Bu ‘H’ yang tinggal di blok lain tapi masih se-RT dengan kami, pernah kena getok Rp 2.500.000).
Cerita lain lagi, salah satu alumni yaitu Mas Soehardjo Bagus memberi informasi dimana saat menghubungi jasa sedot wc, lantas diberi tahu kalau taripnya Rp. 1.200.000.
“Waduh, saya pensiunan. Gak sanggup kalau harus bayar segitu,” ucap Mas Hardjo di percakapan digital tersebut, bernada monolog.
Beberapa hari kemudian ada yang menginformasi ke Mas Hardjo yang pernah menjabat Plt. Kabag. Humas Pemprov. Jawa Timur ini bahwa Pemkot Surabaya punya semacam divisi sedot wc yang taripnya sangat murah. Lantas Mas Hardjo diberi kontaknya.
Cekak aos, septitank yang ada di rumah beliau beres sudah. Kena berapa? “Cuma Rp 200.000”.
Dari percakapan di grup WA itu, saya lantas minta ke Mas Hardjo kontak jasa sedot wc tersebut. “Nanti saya kirim ke nomor WA Mas Amang,” kata Mas Hardjo yang sering jadi juri lomba batu agate atau mungkin akik ini. Maaf, saya tidak tahu kosakata yang tepat.
Saya pikir saya akan diberi nomor WA jasa sedot wc yang dikelola oleh Pemkot Surabaya itu, ternyata yang saya terima di nomor WA saya semacam grafis, antara lain berisi tarip berdasarkan jarak. Disitu ada tertulis tiga kategori: sosial, perorangan, dan komersial (lihat foto grafis). Tercetak juga nomor WA.
Maka sebulan lalu anak saya, saya beri nomor WA yang ada di foto grafis sedot wc Pemkot Surabaya. Lantas dihubunginya. Saya tidak tanya detilnya bagaimana proses menghubunginya, kok ditunggu sampai 3 minggu truk sedot wc belum juga datang ke rumah.
“Masih antre, Pak. Ditunggu aja,” kata anak saya itu. Sementara kondisi wc lantai bawah makin mengenaskan. Sedangkan kalau pakai jasa sedot wc profesional, budget tidak mencukupi. Saya perkirakan sekarang bisa kena Rp 1.500.000. Wuih…
Seminggu lalu, saat bangun tidur siang, saya agak terkejut. Banyak alat-alat dapur memenuhi meja makan.
“Lho, ada apa ini Ti kok alat-alat dapur numpuk di sini ?” saya bertanya ke Uti (panggilan nenek untuk istri saya).
“Tadi Mas (istri saya menyebut nama menantu saya) sudah kontak lagi sedot wc Pemkot Surabaya, katanya mau ke sini…” jawab istri saya.
Apa hubungannya alat-alat dapur dengan urusan sedot wc ? Karena bunker tinj* ada di dekat dapur.
Selepas mahgrib truk tanki tinj* itu parkir di tepi jalan depan rumah. Dua orang petugas merangkap sopir dan kernet seumuran 25-an tahun dengan sigap melakukan tugasnya. Di sela-sela penyedotan kami melakukan trialog. Kata salah satu dari mereka, sebaiknya penyedotan jangan 2 tahun sekal tapi setahun sekali.
Sehari ini, mereka sudah melakukan tugasnya di 4 rumah. Rumah saya giliran terakhir, ke-5.
Seperempat jam selesai sudah tugas Mas-mas ini.
Berapa taripnya? Saya terkejut, ternyata cuma dua ratus ribu rupiah. Padahal oleh istri saya sudah dialokasikan dana lima ratus ribu rupiah, diasumsikan kena tarip tertinggi yang Rp. 450.000 dengan tip Rp. 50.000.
Akhirnya diserahkan Rp 300.000 kepada salah satu petugas itu. Yang Rp. 100.000 untuk tip.
Saat melepas Mas-mas ini, bias sinar lampu teras, mengena sebagian bodi truk sedot wc itu, tertulis huruf-huruf kapital cukup besar : Dinas Tata Air dan Bina Marga Pemkot Surabaya.
Kloset di toilet kami sekarang sudah plung lap , lancar jaya. Semoga plung lap-nya sampai setahun ke depan.
Gak rugi Lur kami bayar PBB setiap tahun dapat “feedback” seperti ini. (Amang Mawardi).









