Film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” Dapatkan Penghargaan di Locarno International Film Festival 2021

waktu baca 2 menit
Salah satu scene di film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” .

JAKARTA-KEMPALAN: Industri perfilman Indonesia menuai hasil menakjubkan di Locarno Internasional Film Festival 2021. Film berjudul “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” sukses menggondol piala bergengsi tersebut ke Indonesia.

Film yang memiliki judul internasional “Vengeance is Mine, All Others Pay Cash” berhasil menggondol penghargaan tertinggi yaitu Golden Leopard. Berita ini sontak membawa angina segar bagi industri perfilman nasional untuk dapat bersaing di kancah internasional.

“Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” merupakan karya terbaru dari Edwin sebagai sutradara di balik gemerlapnya film ini di kancah interenasional. Bahkan untuk memperubutkan penghargaan Golden Leopard, film ini harus berkompetisi dengan film Zeroes and Ones karya aktor Ethan Hawke serta film-film terbaik daru seluruh penjuru dunia.

Edwin mencatatkan tinta sejarah di ajang penghargaan Locano Internastion Film Festival, khususnya di penghargaan Golden Leopard. Di mana dirinya adalah orang Indonesia pertama yang berhasil merengkuh piala bergengsi ini.

Golden Leopard memang bukan sembarang penghargaan, sebab banyak sineas legendaris dan ternama dari seluruh dunia yang juga pernah menggenggam piala ini. Misalnya, Stanley Kubrick, Mike Leigh, Jafar Panahi, dan Jim Jarmusch.

“Penghargaan Golden Leopard ini semacam vaksin, booster, atau vitamin yang diharapkan mampu menguatkan kembali film Indonesia dan segenap jiwa raga pencinta film indonesia di manapun mereka berada,” ujar Edwin dalam keterangan tertulisnya, pada Sabtu (14/8).

“Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” menjadi film Indonesia yang mendapatkan animo positif dari kritikus dan pecinta film. Bahkan, film ini mendapatkan atensi yang tinggi dari media Amerika Serikat, Variety.

Sebuah penghormatan untuk film laga Asia Tenggara berlatar tahun 1980-an yang dirancang sebagai kritik terhadap toxic masculinity,” tulis Variety, dikutip dari Republika. (Rafi Aufa Mawardi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *