Benarkah Lagu yang Syairnya Panjang, Berkualitas?
KEMPALAN : Benarkah lagu-lagu yang liriknya panjang lebih bermutu dibanding yang digubah dengan menggunakan lirik pendek? Jawabnya : Butuh penelitian mendalam, mengingat jumlah lagu yang diciptakan oleh para komponis dan musisi kita puluhan ribu. Setidaknya sejak Indonesia merdeka di tahun 1945 — dari berbagai genre dan aliran musik.
Namun, saat saya mencoba browsing Google dan Meta AI, beberapa lagu yang syairnya panjang mengindikasikan sebagai lagu yang kualitasnya oke.
Saya sebut saja, misalnya, yang diciptakan oleh Ebiet G. Ade yang judulnya (juga panjang) yaitu ‘Nasihat Pengemis untuk Istri dan Doa untuk Hari Esok Mereka’. Lagu ini dirilis Ebiet pada tahun 1979.
Sebagaimana sering diulas sejumlah pengamat musik, karya penyair yang memasyarakatkan puisi-puisinya via lagu ini disebut sebagai musik bertutur.
Lantas saya jumpai lirik lagu yang ditulis oleh grup band Naif yang judulnya cukup unik, yaitu ‘Piknik ’72’.
Lagu ini dinyanyikan vokalisnya yaitu David, dan dirilis pada tahun 1998.
Sebagai karya musik, lagu ini trippy –memiliki efek psychedelic– bahkan surealistis.
Lagu Naif enak didengar, meski agak aneh. Dihiasi melodi berputar-putar, menjadikan efek hipnotis pada pendengar.
Sementara itu Pinkan Mambo mantan rekan duet Maia Estianty membawakan lagu yang dirilis pada 1978 dengan lirik cukup panjang, judulnya : ‘Kekasih yang Tak Dianggap’.
Suara Pinkan yang berkarakter dengan kekuatan vokal dan ekspresi yang kuat, mengakibatkan pendengar terkesan dengan yang dilagukannya. Mengesankan emosional sentimentil.
Ketiga lagu tersebut mewakili genre : Ebiet G. Ade (balada), Naif (pop jenaka), dan Pinkan Mambo (pop sentimentil).
Ketiga lagu ini sama-sama berkualitas, meski syairnya panjang(-panjang).
Apakah faktor berkualitasnya dikarenakan bertumpu pada melodisitas dan aransemennya, atau karena faktor liriknya yang bagus?
Saya rasa tak bisa difaktori oleh salah satu elemen pendukung. Dua-duanya saling terkait, saling menentukan. Akan tetapi bisa saja iramanya menarik, catchy, earworm. Namun, akan sia-sia jika syairnya asal-asalan. Setidaknya akan sulit diterima oleh kalangan intelektual.
Nah, dari tiga lirik/syair lagu karya M. Rohanudin yang terdokumentasi pada buku kumpulan puisi tunggalnya Bicaralah yang Baik Baik , yang berjudul ‘Selamat Pagi Dinda’ adalah yang terpanjang.
Saya tidak akan membahas dua elemen sekaligus –irama dan lirik– untuk tinjauan karya sastra jenis ini, mengingat saya belum mendengar lagu yang dibawakan vokalis Aldi Brian tersebut.
Namun, saya akan mengulasnya dari segi kandungan puisinya, sebagaimana termuat di halaman 72-73 buku ini.
Mari kita ikuti :
SELAMAT PAGI DINDA
Selamat pagi Dinda
Begitu parau suaraku pagi ini
Setelah semalam hawa panas
meradang dari perut bumi
Aku yakin kau tidur nyenyak
Tenggelam dalam mimpi-mimpimu
Lalu kumenjauh dari bibir telingamu
Harummu menyebar menyelinap
kesemua diriku
Maafkan kalau ku harus jujur padamu
Sekarang kau menjadi irisan besar di dalam hidupku
Di bara panas yang begitu kejam dalam mimpiku
Aku masih sempat membisikkanmu dengan lirih
Aku kagum pada semua dirimu
Kau bening dan semua bening
Oh sungguh aku
mencintaimu
Lalu kumenjauh dari bibir telingamu
Harummu menyebar menyelinap
Kesemua diriku
Maafkan kalau ku harus jujur padamu
Sekarang kau menjadi irisan besar di dalam hidupku
Lalu kumenjauh dari bibir telingamu
Harummu menyebar menyelinap ke semua diriku
Maafkan kalau ku harus jujur padamu
Sekarang kau menjadi irisan besar di dalam hidupku
Lalu kumenjauh dari bibir telingamu
Kesemua diriku
irisan besar di dalam hidupku
Lantas apa maksud lirik lagu ini ?
Mengungkapkan perasaan penyair kepada seseorang yang tersebut Dinda dengan nada yang romantis dan sedikit sedih.
Atau boleh jadi ‘Dinda’ di sini adalah seseorang yang menjadi perhatian serius dari penyair, atau manifestasi luapan hati penulis lirik ini.
Persisnya, penulis syair lagu ini mencoba mengungkapkan kekaguman dan hasrat cinta terhadap Dinda.
Sosok yang dicintai itu digambarkan sebagai yang “bening” dan memiliki pengaruh besar dalam hidup penyair.
Rohan pun menyebutkan kumenjauh dari bibir telingamu, menunjukkan adanya jarak atau keterpisahan dengan Dinda.
Meskipun begitu, harummu (keharuman Dinda) masih menyebar dan menyelinap ke dalam diri penyair. Sebuah metafora yang sublimatis.
Sebagai penyair, Rohan di sini meminta maaf karena harus jujur bahwa Dinda menjadi irisan besar di dalam hidupku, menunjukkan betapa besar pengaruh Dinda dalam kehidupan penulis lirik ini.
Disebutkan bara panas yang begitu kejam dalam mimpiku, yang mungkin menggambarkan kesulitan atau kegelisahan dalam hidup penyair, namun tetap ada kekaguman dan cinta terhadap Dinda.
Secara keseluruhan,
puisi ini memiliki nada sentimentil dan romantis, dengan ungkapkan kekaguman dan cinta terhadap Dinda, meskipun ada jarak atau kesulitan dalam menggapainya.
Boleh jadi lirik lagu ini menggambarkan cinta bertepuk sebelah tangan. Atau bisa saja cinta yang tak direstui orangtua.
Namun, Rohan menuliskannya dengan begitu halus, tersamar. Toh demikian, masih bisa diendus oleh khalayak yang mengasihi literasi sastra.
Dalam konteks bagian pembuka review ini, esensi lirik ‘Selamat Pagi Dinda’ rasanya mirip dengan lirik lagu ‘Kekasih yang Tak Dianggap’ yang dibawakan Pinkan Mambo dengan begitu powerful itu.
Pada lirik lagu Pinkan Mambo tersebut, secara terang-terangan ditulis oleh Benny Febriandy penggubah lagu ini, antara lain :
Sebagai kekasih yang tak dianggap
Aku hanya bisa mencoba mengalah
Menahan setiap amarah
Yang membedakan dengan lirik lagu yang ditulis penyair yang dilahirkan di Sumenep, Madura, 67 tahun lalu itu adalah pada diksi ekspresinya. Rohan mengisinya dengan banyak metafora, majas, simbol-simbol.
Dengan demikian Rohan menerima “kekalahan cintanya” dengan jiwa yang besar:
Lalu kumenjauh dari bibir telingamu
Kesemua diriku
irisan besar di dalam hidupku
Dan, saya rasa akan banyak yang paham apa sesungguhnya arti kalimat konotatif irisan besar di dalam hidupku pada bait di atas, ya itulah : separuh jiwaku!
(Amang Mawardi).