Menanti Rekonsiliasi Dis dan GM ala Tempo

waktu baca 19 menit
Dahlan Iskan, Azrul Ananda, dan Jokowi di Graha Pena

KEMPALAN: Banyak pihak menyayangkan pecah kongsi Dis v GM yang berakibat sangat dahsyat di JP Group.
Tak hanya retaknya JP Group dimana Sumeks Group dan Fajar Group keluar dari JP Group (baca JPNN) lalu membentuk jaringan berita sendiri yakni, Fajar Indonesia Network (FIN) yang dikomandani Agus Salim, putra Alwi Hamu.
Pecah kongsi tak hanya menimbulkan perseteruan hebat kubu Dis dkk dan GM dkk di pihak lainnya.
Juga berpengaruh hebat terhadap kelangsungan perusahaan di bawah JP Group.
Yang rugi tak hanya Dis dkk, GM dkk, juga menyangkut nasib ribuan karyawanJP Group tersebar dari Aceh sampai Papua.
Konflik JP sebenarnya hanya melibatkan dua tokoh kunci utama Dis dan GM di pihak lainnya.
Kalau kedua tokoh ini bisa duduk bareng, melepas egonya. Kisruh JP Group insya Allah akan berakhir.
Apalagi beliau berdua sudah berumur. Sudah sepuh. Semestinya mereka lebih bijak, mengedepankan kepentingan imperium JP Group diatas ego dan kelompoknya.
Kalau Dis dan GM bisa akur lagi, semua masalah JP Group akan tuntas sendirinya.
CEO Fajar Group Alwi Hamu, optimistis gegeran Dis V GM dkk tidak akan sampai ke ranah hukum apalagi masuk pengadilan.
Cukup berhenti diantara mereka berdua saja.
Suatu saat Alwi yakin akan tercapai jalan kompromi diantara mereka.
Mengapa Pak Alwi tidak mendamaikan mereka (Dis-GM) untuk kepentingan, kejayaan JP Group. Eman. Sayang, JP Group yang sudah susah payah dibangun Dis dkk harus pecah, tercerei berei berakhir seperti sekarang?
“Saya masih mencari jalan ke sana. Suatu saat kalau ada kesempatan saya ingin pertemukan mereka (Dis-GM), ” aku Alwi (Baca Wawancara Alwi Hamu di buku 2).
Pecah kongsi Dis versus GM dkk juga membuat almarhum CEO Sumeks Group sangat..sangat prihatin. “Saya prihatin, tidak membayangkan itu terjadi pada Pak Dahlan (didepak dari JP). Padahal, Bos Dis orang paling berjasa luar biasa membesarkan JP Group, ” kata almarhum Suparno Wonokromo.
“Apa tidak ada jalan kompromi yang lebih baik? ” tanya pria asal Ngawi, Jatim itu. (Baca Wawancara Suparno di buku 2)
Mengapa Dis dan GM tidak berkaca dari rekonsiliasi orang orang Tempo pada 21 Oktober 2008.
Sejatinya perseteruan awak majalah Tempo jauh lebih dahsyat. Berlangsung sangat lama. Belasan tahun. Berdarah darah. Hingga menimbulkan luka sangat dalam bagi kelompok yang bertikai.
Diaspora awak Tempo sejatinya dimulai Sabtu, 11Juli 1987. Dimana 32 karyawan yang dipimpin Shu’bah Asa salah satu pendiri Tempo dan Saur Hutabarat, Kepala Biro Tempo Jakarta memilih hengkang dari Tempo.
Mereka lalu mendirikan majalah Editor.
Sebagaian awak Editor dalam perjalanannya pecah lalu sebagaian bergabung majalah Prospek milik Sutrisno Bachir.
Ini awal menjalarnya awak Tempo ke berbagai media.
Puncaknya, pasca bredel Tempo 21 Juni 1994, awak Tempo tak hanya tercerei berei secara fisik. Juga secara ideologis.
Awak Tempo terserak. Pecah. Dari karyawan biasa sampai pemegang saham.
Sebagaian karyawan yang loyal bertahan di Tempo. Membentuk media bawah tanah.
Sebagaian bergabung media main stream yang tidak beralifiasi ke rezim orba sekedar bertahan hidup.
Tapi, sebagaian besar awak Tempo bedhol desa ke majalah Gatra bentukan Bob Hasan kroni Soeharto. Termasuk Ciputra yang awalnya pemegang saham mayoritas Gatra. Lalu diakali Bob Hasan hingga sahamnya mengempis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *