Membangun Generasi Pancasilais di Tanah Kediri
KEMPALAN: Di tengah derasnya arus globalisasi dan tantangan ideologi yang semakin kompleks, keberadaan lembaga pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai kebangsaan menjadi suatu keharusan.
Pondok Pesantren Jati Diri Bangsa di Wates, Kediri, hadir sebagai salah satu jawaban terhadap kebutuhan tersebut.
Didirikan di Situs Ndalem Pojok Persada Soekarno, pesantren ini tidak sekadar menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga tempat untuk merawat nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan.
Berdirinya pondok ini bukan hanya sebuah peristiwa biasa dalam dunia pendidikan pesantren, tetapi juga fenomena penting dalam konteks sosial, politik, dan kebangsaan Indonesia.
Dengan menerima santri dari berbagai latar belakang agama, pesantren ini mengusung pendekatan unik yang bisa menjadi contoh bagi lembaga pendidikan lainnya.
Peletakan batu pertama Pondok Jati Diri Bangsa dilakukan pada 6 Juli 2023 oleh Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono, mewakili Panglima TNI saat itu, Laksamana Yudo Margono.
Pesantren ini merupakan gagasan KH Muchamad Muchtar Mu’thi, seorang mursyid Thariqah Shiddiqiyah, yang bertekad merajut kembali nilai-nilai kebangsaan melalui pendidikan berbasis Pancasila.
Yang menarik, pondok ini berdiri di Situs Ndalem Pojok Persada Soekarno, tempat yang memiliki nilai sejarah mendalam.
Soekarno, Presiden pertama Indonesia, diketahui pernah menghabiskan sebagian waktunya di lokasi ini.
Dengan berdirinya pesantren di tempat bersejarah ini, ada harapan bahwa semangat dan pemikiran kebangsaan Soekarno bisa diwariskan kepada generasi muda.
Salah satu hal yang membedakan Pondok Jati Diri Bangsa dari pesantren lain adalah keterbukaannya terhadap siswa dari berbagai agama.
Jika kebanyakan pesantren di Indonesia lebih fokus pada pendidikan Islam, pesantren ini justru membuka pintunya bagi santri yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya.
Pendekatan ini sangat relevan dengan kondisi sosial Indonesia yang plural. Di tengah meningkatnya polarisasi dan tantangan keberagaman, pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan menjadi semakin penting.
Pondok ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga membangun kesadaran bahwa kebangsaan dan kemanusiaan adalah nilai yang lebih tinggi dibanding sekadar perbedaan keyakinan.
Saat ini, Indonesia menghadapi berbagai tantangan ideologi, mulai dari radikalisme hingga lunturnya nasionalisme di kalangan generasi muda.
Banyak kelompok yang mencoba menggoyahkan persatuan bangsa dengan menyebarkan narasi eksklusif yang menolak keberagaman.
Dalam kondisi seperti ini, keberadaan Pondok Jati Diri Bangsa menjadi semakin relevan.
Pesantren ini menawarkan pendidikan berbasis Pancasila yang diharapkan bisa memperkuat nilai kebangsaan di kalangan santrinya.
Dengan menanamkan pemahaman bahwa keberagaman adalah kekuatan, pondok ini berpotensi melahirkan generasi yang mampu merajut persatuan di tengah perbedaan.
Selain itu, pesantren ini juga bisa menjadi model pendidikan yang bisa diterapkan di daerah lain.
Jika konsep pendidikan lintas agama yang diterapkan di sini berhasil, bukan tidak mungkin model ini bisa direplikasi di berbagai daerah lain di Indonesia.
Dukungan yang diberikan oleh TNI terhadap pendirian pondok ini menunjukkan bahwa negara juga menyadari pentingnya membangun generasi yang memiliki jati diri kebangsaan yang kuat.
TNI, sebagai institusi yang bertugas menjaga keamanan negara, tentu melihat potensi besar dari pesantren ini dalam menciptakan stabilitas sosial yang lebih baik.
Dukungan dari pemerintah juga diharapkan bisa terus berlanjut, baik dalam bentuk bantuan fasilitas maupun program-program yang mendukung pendidikan kebangsaan.
Jika pesantren ini bisa berkembang dengan baik, bukan tidak mungkin akan muncul lebih banyak pesantren dengan visi yang sama di masa depan.
Meski memiliki konsep yang menarik, Pondok Jati Diri Bangsa tentu tidak lepas dari berbagai tantangan.
Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan benar-benar bisa mencetak generasi Pancasilais yang unggul.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa ada sebagian kelompok yang mungkin tidak sepenuhnya setuju dengan konsep pesantren lintas agama.
Oleh karena itu, pondok ini harus mampu membangun komunikasi yang baik dengan berbagai elemen masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa menghambat perkembangannya.
Di sisi lain, ada harapan besar bahwa pesantren ini bisa menjadi pionir dalam pendidikan kebangsaan di Indonesia.
Jika berhasil, bukan hanya para santrinya yang akan mendapat manfaat, tetapi juga masyarakat luas yang akan merasakan dampak positif dari lahirnya generasi baru yang memiliki kesadaran kebangsaan yang tinggi.
Pondok Pesantren Jati Diri Bangsa bukan sekadar tempat pendidikan agama, tetapi juga simbol dari upaya untuk memperkuat nilai kebangsaan di tengah tantangan zaman.
Dengan konsep pendidikan lintas agama dan berbasis Pancasila, pesantren ini menawarkan solusi bagi berbagai permasalahan ideologi yang dihadapi Indonesia saat ini.
Pendapat Prof. Azyumardi Azra dan Dr. Al Makin semakin menegaskan bahwa Pondok Pesantren Jati Diri Bangsa bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi juga benteng kebangsaan yang mengedepankan toleransi dan harmoni.
Sebagaimana yang diungkapkan Prof. Azyumardi Azra, pendidikan yang berbasis Pancasila dan keterbukaan adalah cara terbaik untuk menangkal radikalisme serta sikap eksklusif dalam beragama.
Hal ini selaras dengan konsep pesantren ini yang menerima santri dari berbagai latar belakang agama, menunjukkan bahwa keberagaman adalah aset yang harus dirawat.
Keberadaan pesantren ini juga membuktikan bahwa nilai-nilai kebangsaan dapat dipupuk melalui pendidikan berbasis inklusivitas dan persatuan.
Senada dengan itu, Dr. Al Makin menekankan bahwa memahami agama lain justru memperkuat rasa saling menghormati dan menghindari prasangka.
Pendapat ini sejalan dengan pendekatan Pondok Jati Diri Bangsa, yang tidak hanya mengajarkan agama Islam, tetapi juga menanamkan kesadaran kebangsaan kepada santrinya.
Dengan model pendidikan lintas agama yang diterapkan, pesantren ini bisa menjadi contoh bagaimana keberagaman dapat dikelola secara positif, membentuk generasi yang tidak hanya religius, tetapi juga memiliki wawasan kebangsaan yang kuat.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan TNI, menjadi indikasi bahwa pesantren ini memiliki potensi besar dalam membentuk generasi penerus yang cinta tanah air.
Namun, keberhasilan pondok ini tidak hanya bergantung pada dukungan eksternal, tetapi juga pada komitmen para pengelolanya dalam menjaga kualitas pendidikan yang diberikan.
Jika dikelola dengan baik, Pondok Jati Diri Bangsa bisa menjadi model pesantren masa depan yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga pemimpin-pemimpin bangsa yang memiliki wawasan luas, toleransi tinggi, dan semangat kebangsaan yang kuat.
Oleh Bambang Eko Mei
