Ratu Adil
KEMPALAN: Ratu Adil adalah ramalan Sri Jayabaya pada abad ke-12 yang menunjukkan masa depan dengan munculnya seorang pemimpin adil atau Ratu Adil, yang akan memimpin tanah Jawa ke arah kejayaan dan kesejahteraan.
Banyak yang meyakini bahwa Ratu Adil adalah pemimpin yang ideal yang memerintah di Indonesia. Tapi, banyak juga yang menganggap bahwa Ratu Adil hanyalah mitos yang tidak dapat dibuktikan keberadaannya secara historis.
Sebuah studi komprehensif oleh budayawan Sindhunata mengungkap berbagai fenomena Ratu Adil yang muncul di Indonesia. Buku berjudul ‘’Ratu Adil, Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik (2024) itu merupakan jelmaan dari disertasi doktor ilmu filsafat di Jerman. Konsep itu masih tetap hidup dan setiap saat bisa saja muncul ketika masyarakat berada pada posisi sulit.
Berbagai pemberontakan yang terjadi di Jawa, terutama setelah jatuhnya Kerajaan Singasari dan Majapahit, dikaitkan dengan kemunculan Ratu Adil. Banyak yang berpendapat bahwa Ratu Adil hanyalah sosok mitos yang diciptakan oleh masyarakat Jawa dalam menghadapi kondisi politik yang tidak menentu.
Gagasan mengenai Ratu Adil itu mengilhami banyak pemberontakan terhadap penjajahan Belanda. Dalam berbagai pemberontakan itu muncul tokoh yang dianggap—atau menganggap dirinya—sebagai ratu adil.
Salah satu perlawanan yang paling terkenal adalah perang Diponegoro pada abad ke-19. Pangeran Diponegoro, seorang pangeran dari Kerajaan Mataram yang ditakdirkan sebagai pewaris takhta, memimpin perang melawan Belanda yang menguasai Jawa pada saat itu. Pangeran Diponegoro percaya bahwa dirinya adalah sosok Ratu Adil yang dijanjikan dan ia memimpin perang tersebut dengan semangat juang dan keyakinan yang tinggi. Meskipun demikian, ia akhirnya kalah dalam perang tersebut.
Diponegoro menjadi simbol perlawanan yang akhirnya memaksa Belanda untuk melihat kembali kebijakannya terhadap tanah jajahan yang teramat eksploitatif. Perlawanan Diponegoro mendapat dukungan yang sangat luas dari rakyat yang membuat pasukan Belanda menghadapi kesulitan besar untuk mengalahkan Diponegoro.
Diponegoro dianggap sebagai Sultan Yogyakarta kelima yang sah dan legitimate karena kedekatan dan kecintaannya kepada rakyat. Ia cerdas, sholeh, dan dicintai rakyat banyak karena sikapnya yang membela rakyat kecil.
Tetapi, intrik di Kraton yang diakibatkan oleh hasutan Belanda membuat elite-elite Kraton banyak yang menjilat penjajah. Diponegoro menyadari bahwa ia terlahir dari seorang ibu garwa ampil Sri Sultan, dan ia menyadari bahwa ia akan didelegitimasi oleh lawan-lawan politiknya. Karena itu, ia memilih menepi ke kediamannya di Tegalrejo yang lebih menyatu dengan rakyat.
Setelah Hamengkubuwono IV wafat diangkatlah raja baru Hamengkubuwono V yang masih berusia kanak-kanak yang belum baligh. Raja baru ini berada di bawah perwalian Patih Danurejo yang berkoalisi penuh dengan Belanda untuk mengeruk uang rakyat dari pajak yang mencekik.
Kraton kehilangan pamor karena rakyat makin menderita oleh berbagai jenis pajak yang mencekik. Kraton sudah kehilangan wibawa karena penjajah Belanda secara sengaja merusaknya. Dekadensi moral para elite Kraton membuat rakyat semakin menjauh.
Penderitaan dan penghinaan yang tak tertahankan akhirnya meledak. Diponegoro mengadakan perlawanan terbuka setelah tanahnya di patok oleh Belanda dan dianggap sebagai bagian dari tanah yang harus dibayar pajaknya. Pendukung Diponegoro mencabuti patok itu dan Belanda menghujani kediaman Diponegoro dengan peluru meriam dan bedil.
Tahun 1825 tercatat sebagai tahun Perang Jawa yang dahsyat yang berlangsung selama lima tahun sampai 1830. Perang berakhir setelah Diponegoro secara licik dijebak untuk berunding pada bulan Syawal, beberapa hari setelah Idul Fitri. Diponegoro yang mengembara di perhutanan Bagelen, Magelang, sudah terisolasi dari pasukannya. Orang-orang kepercayaannya sudah menyerah dan berbalik berkolaborasi dengan Belanda.
Diponegoro dijebak untuk berunding dengan panglima tertinggi Belanda Letnan Jenderal De Kock untuk mengadakan gencatan senjata dan perdamaian. Tapi, Diponegoro yang datang tanpa membawa senjata dikhianati mentah-mentah, ditangkap, dan diasingkan ke Manado.
Sejarawan Peter Carey menempatkan Diponegoro dalam posisi cult hero, pahlawan yang dikultuskan, yang dianggap sebagai Ratu Adil yang pinilih untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah. Dalam buku ‘’Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa’’ (2011), Carey menghidupkan kembali sosok Diponegoro sebagai pahlawan rakyat dengan dimensi lengkap sebagai manusia normal dan manusia kultus.
Bagi kebanyakan rakyat Jawa, Diponegoro sudah menjadi kultus. Ia dianggap raja sekaligus ‘’Kalipatullah Panotogomo’’, wakil Allah dan pemimpin agama Islam di Jawa. Bagi masyarakat Jawa Diponegoro adalah Ratu Adil yang akan menegakkan keadilan dan kesejahteraan sekaligus menjadikan tanah Jawa sebagai bumi syariat.
Meskipun pemberontakan itu gagal tetapi masyarakat Jawa pada dasarnya tetap mengimpikan pemimpin adil yang dapat membawa mereka menuju kesejahteraan dan kemakmuran. Sejarah perlawanan rakyat Jawa yang terus berlanjut menunjukkan bahwa semangat dan keyakinan dalam mencari Ratu Adil tidak akan pernah padam.
Sejak awal kemerdekaan beberapa tokoh masyarakat Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soeharto pernah menyebutkan keberadaan sosok Ratu Adil dan pentingnya pemimpin adil dalam memimpin bangsa Indonesia. Beberapa gerakan mistis sinkretis yang marak di Jawa banyak mengaitkan para pemimpin sebagai sosok Ratu Adil.
Anies Baswedan secara tidak langsung mengidentifikasikan dirinya dengan sosok Ratu Adil yang ada pada diri Diponegoro. Di ruang tengah rumahnya yang berbentuk joglo di Lebak Bulus, Jakarta, Anies memajang lukisan Diponegoro.
Keris Nogo Siluman yang merupakan senjata pusaka andalan Diponegoro dipajang di salah satu sudut ruang tamu di rumah joglo Anies. Kepercayaan mistis Jawa menyatakan bahwa siapa yang menerima senjata pusaka itu dia akan menjadi penguasa Nusantara.
Ketika suasana semakin sulit karena beban rakyat yang makin berat seperti sekarang, gagasan mengenai munculnya Sang Ratu Adil akan senantiasa muncul. Siapakah dia? Kita tunggu. ()
Oleh: Dhimam Abror Djuraid