Adab Eet Sjahranie
KEMPALAN: Grup musik rock God Bless sudah berusia 50 tahun (1973-2023). Saat grup lain, maaf, banyak yang bubar, tapi tidak dengan God Bless, begitu setidaknya “kredo” yang berkembang, meski tak bisa dihindari telah terjadi pergantian formasi berkali- kali. Hanya Achmad Albar sang vokalis yang bergeming.
Dari sekian gitaris yang pernah mengisi formasi God Bless, adalah Eet Sjahranie personil paling muda di tahun 1990-an. Selain Achmad Albar dan Eet, yang mengisi formasi seputar tahun itu adalah Donny Fatah Gagola (bas), Jockie Surjoprajogo (kibor) dan Teddy Sujaya (drum).
Saat itu promotor Log Zhelebour membawa God Bless, El Pamas, Power Metal, dan penyanyi Mel Shandy _road show_ di 5 kota di Sumatera: Tour Raksasa. Mereka semua adalah artis-artis rock Tanah Air yang “daunnya lagi menggapai tinggi-tinggi”.
Tur diawali di Kota Padang. Lantas naik ke Pekanbaru. Turun ke Palembang. Naik lagi ke ujung puncak di Banda Aceh. Kemudian turun ke Medan. Dan, akhirnya, artis dan kru pulang ke rumah masing-masing.
Kami (kru) melalui jalan darat dengan 12 armada truk dan 4 mobil Kijang, Mazda, minibus (termasuk minibus pinjaman BASF, sering dikira peserta rally). Sedangkan para artis dengan pesawat.
Ada banyak kesan saat mengikuti roadshow di 5 kota di Sumatera itu. Misalnya saat istirahat di pinggir jalan untuk mendinginkan mesin dan buang hajat, kami melihat burung rangkok berparuh panjang dan lebar melintas di udara dan menclok di dahan pohon tinggi. Dan saat jelang memasuki kota Medan pada dini hari, Pak Khalil ayahanda Mbak Mel Shandy yang semobil dengan saya, tetiba berteriak: Babi hutan! (Celeng besar lagi melintasi jalan raya dalam sorotan lampu mobil yang kami tumpangi).
Pengalaman lainnya:
Setelah pentas di Banda Aceh yang lantas akan diakhiri di Medan, Eet ingin gabung dengan kendaraan kru alias jalan darat. Alasannya dia trauma. Saat naik pesawat dari Medan ke Banda Aceh, terjadi turbulensi. Pesawat digambarkan Eet seperti mau jatuh, terjadi guncangan berkali-kali.
Maka ya itu tadi, saat balik ke Medan dari Banda Aceh, dia akhirnya memilih jalan darat, satu kendaraan (Kijang) dengan saya dan empat rekan kru. Yang pegang stir Pras anak buah Log Zhelebour dari Kota Malang, Jawa Timur, yang serba bisa. Pras memang mumpuni. Bisa mengurus perizinan, bisa ngurusi panggung, dan apa saja, termasuk siap di belakang kemudi. (Apa kabar, Pras? Dimana kamu sekarang?).
Sebelum berangkat ke Medan, kepada seorang kru, Eet minta tolong untuk dibelikan beberapa bungkus jajanan Chiki dalam kemasan plastik berwarna kuning metalik. Jajanan yang disukai anak-anak itu dijadikan camilan Eet saat dalam perjalanan.
Tentang kehebatan Eet, banyak penggemar musik cadas mengakuinya. Oleh banyak media musik dan hiburan di Tanah Air, Eet dijuluki Dewa Gitar. Julukan ini tampaknya tidak salah.
Pertama kali saya melihat permainan Eet saat tampil di Malang pada awal Eet bergabung dengan God Bless sekitar akhir tahun 1989. Sebelum tampil di beberapa kota di Sumatera, Log Zhelebour memanggungkan mereka di sejumlah kota di Jawa Timur. Permainan gitarnya memukau. Tak ada petikan-petikan yang nggembret – semacam bunyi dobel antara dawai yang dipetik dengan alas leher gitar.
Bunyi petikan gitar Eet bersih, bening.
Sebetulnya soal nggembret atau tidak, banyak orang mengatakan ini perkara selera. Ada banyak gitaris andal yang petikan-petikannya cenderung nggembret namun tak kalah hebat dengan mereka yang petikan-petikannya bening bersih seperti gaya Eet.
Lepas dari itu, petikan jari-jari Eet saat meniti nada-nada rumit tetap menampakkan melodisitas tanpa cela dengan nuansa yang surealistis. Dan Eet menyelesaikannya dengan sempurna. Salah satunya tampak pada lagu Bianglala ciptaan Jockie Surjoprajogo yang dibawakan Mel Shandy yang rekaman gitar melodinya diisi Eet Sjahranie. Betapa Eet bisa membangun suasana surealistis itu dengan petikan- petikannya yang agung dan indah.
Dalam perjalanan itu kami ngobrol ngalor-ngidul. Semula setengah apriori saya melihat sosok Eet, apalagi jika mengingat tampangnya yang sangar. Meski kalau diamati betul, sesungguhnya dibalik wajar sangar itu menampakkan garis-garis kegantengan.
Namun setelah ngobrol berjalan beberapa menit, ternyata saya salah duga. Anak muda bernama lengkap Zahedi Riza Sjahranie yang berusia 27 tahun (pada 1990) ternyata ramah dan santun. Meski banyak omong, namun Eet tampak hati-hati jika mengucapkan kata-kata. Salah satu yang saya ingat dari percakapan saat itu, Eet menyelesaikan kuliah ekonomi di Amerika Serikat. Setelah itu ia mengambil workshop 3 bulan yang berkaitan dengan recording sound engineering di Chilicote, Ohio.
Perjalanan Banda Aceh-Medan naik turun berlika-liku melintasi kawasan hutan dan pegunungan, membuat kami terkagum-kagum dengan alam ciptaan Tuhan. Seringkali jika melihat pemandangan menakjubkan, dari mulut Eet keluar kata: “Sadaappp… !!!” (dari kata ‘sedap’ yang konotasinya ‘indah’).
Ada yang menyentuh sanubari, yang baru saya sadari di kelak kemudian. Saat itu saya duduk di jok tengah persis di sebelah kanan Eet. Mungkin karena capek, Eet me- metingkrang-kan (mengangkat dan menekuk) kaki kanannya lantas telapak kaki diletakkan di jok mobil. Sebelum dia melakukan itu, dia permisi kepada saya: “Maaf, mas, kaki saya angkat ya …?” Saya pun menjawab: “Monggo, silakan…”. Saat itu tak ada yang istimewa dari ucapan tersebut. Toh kalau saya mau metingkrang ya metingkrang saja. Mungkin tanpa permisi.
Akhirnya perjalanan Banda Aceh-Medan diselesaikan dalam 15 jam.
Sekian tahun kemudian, sesekali ingatan tentang perjalanan Banda Aceh-Medan muncul, terutama pada sosok Eet yang mengucapkan permisi sebelum kakinya metingkrang. Pada akhirnya peristiwa itu menyadarkan dan mencerahkan saya. Betapa saya yang sebelumnya apriori terhadap musisi rock, terutama yang menyangkut etika tata- krama, dijungkir-balik oleh sosok Eet putra mantan Gubernur Kalbar Abdul Wahab Sjahranie (1923-1980). Barangkali ini contoh manifestasi ungkapan: Jangan menilai buku dari sampulnya.
(Amang Mawardi – penulis sejumlah buku, pernah sebagai Humas Log Zhelebour Enterprises).
![](https://kempalan.com/wp-content/uploads/2022/12/KEM-24x24.png)