Imin, Khofifah, Ipul
KEMPALAN: Abdul Muhaimin Iskandar– lebih dikenal sebagai Imin– Khofifah Indar Parawansa, dan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul bisa disebut sebagai tiga serangkai politisi papan atas generasi baru Indonesia hasil didikan Almarhum K.H Abdurrahan Wahid alias Gus Dur.
Ketiga politisi itu sepantaran dengan usia yang kurang lebih seumuran. Ketiganya merupakan produk politisi yang lahir pasca-reformasi. Ketiganya dididik secara langsung, maupun tidak langsung, oleh Gus Dur. Imin dan Ipul langsung diambil dari orang tuanya oleh Gus Dur setelah lulus dari SMA. Keduanya langsung dibawa ke Jakarta dan dikader secara langsung oleh Gus Dur. Baik Imin maupun Ipul punya hubungan darah sebagai keponakan Gus Dur.
Khofifah tidak di-hand picked atau dicomot langsung oleh Gus Dur. Meski demikian ia termasuk generasi emas pertama politisi muda NU (Nahdlatul Ulama) yang terlibat langsung dalam kepengurusan pusat PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) yang langsung disupervisi oleh Gus Dur pada awal 2000-an.
Gus Dur menjadi presiden RI setelah masuk ke gerbong reformasi pada fase-fase yang sudah matang. Gus Dur mendirikan PKB sebagai satu-satunya representasi partai politik milik NU setelah Pak Harto jatuh. Selama 10 tahun terakhir masa kepemimpinan Pak Harto, Gus Dur menjadi oposisi lembut alias subtle opposition bagi Orde Baru, caranya dengan membawa NU kembali ke khittah dan menarik diri dari politik praktis.
Dengan kembali ke khittah, NU praktis tetap berpolitik, kendati tidak terlibat dalam partai politik. Gus Dur menjadi nakhoda yang lincah membawa NU mengarungi gelombang politik Orde Baru yang otoritarian di bawah Pak Harto. Setelah Pak Harto jatuh, Gus Dur mendirikan PKB, langkah yang secara diametral bertentangan dengan spirit khittah.
Dengan mendirikan PKB Gus Dur akhirnya bisa menjadi presiden pertama pasca-reformasi. Uniknya, Gus Dur naik ke posisi politik tertinggi itu tanpa dukungan PKB, partai yang dilahirkannya sendiri. Gus Dur malah naik ke posisi puncak melalui koalisi PAN yang didirikan oleh Amien Rais, dan ‘’Neo-Golkar’’ yang didirikan oleh Akbar Tanjung.
Dua politisi itu mewakili kubu Islam modernis yang berseberangan secara ideologis dengan Gus Dur yang menjadi representasi Islam tradisional. Pragmatisme politik yang kental di era awal reformasi menjadikan dua kubu ala minyak dan air itu bersatu untuk menahan Megawati dari kubu nasionalis merah menjadi presiden. Koalisi semu ala kucing dan tikus itu short-lived, seumur jagung, dan ambruk dalam tempo dua tahun.
Gus Dur dimakzulkan oleh Amien Rais dan Akbar Tanjung, dan polarisasi politik Islam tradisional dengan Islam modernis kembali menganga. Luka akibat pemakzulan itu masih tetap terasa oleh sebagian pendukung Gus Dur sampai sekarang. Dendam politik terhadap Amien Rais oleh sebagian pendukung Gus Dur sampai sekarang masih terasa.
Sekarang, dua dasawarsa setelah peristiwa Gus Dur, tiga politisi protégé Gus Dur itu sedang bertarung di kancah pemilihan presiden 2024 dengan peran yang berbeda-beda. Khofifah dan Ipul—sepertinya—berada pada kubu yang sama, sementara Imin berada pada kubu seberang yang berlawanan secara langsung.
Khofifah secara terbuka mendukung pasangan Prabowo-Gibran, dan hal itu menempatkannya pada posisi vis a vis berhadapan langsung dengan Imin. Khofifah menjadi gubernur Jawa Timur, wilayah yang menjadi stronghold PKB yang dipimpin oleh Imin. Posisi Khofifah makin strategis karena dia juga menjadi ketua Muslimat NU, organisasi wanita NU yang cukup solid.
Sebagian pendukung Gus Dur masih menyimpan dendam kepada Imin karena dianggap mengkudeta Gus Dur dari kepemimpinan PKB. Konflik paman vs keponakan ini menjadi konflik politik paling panjang sekaligus paling misterius di Indonesia. Secara legal Imin menjadi ketua PKB yang sah, tetapi secara ideologis pendukung Gus Dur menganggap Imin sudah melenceng dari khittah PKB.
Manuver Gus Dur yang maverick sekarang ini ditiru oleh Imin. Koalisinya dengan Anies Baswedan menjadi bukti langkah politik maverick yang diwarisi Imin dari Gus Dur. Menurut kalkulasi politik normal Gus Dur tidak mungkin berkoalisi dengan Amien Rais. Tapi, politik maverick Gus Dur memungkinkannya berkoalisi dengan Amien Rais.
Imin juga demikian. Koalisinya dengan Anies dianggap mustahil atau setidaknya tidak mungkin. Ternyata Imin bisa bergabung dengan Anies, dan PKB berkoalisi dengan PKS. Koalisi kucing-tikus dan minyak dengan air terulang kembali seperti sebuah dejavu.
Koalisi Amin, Anies-Imin, menyatukan dua arus Islam politik tradisional dan Islam modern menjadi satu. Sebagaimana pada era Gus Dur, publik belum tahu seberapa lama koalisi ini bertahan. Publik juga menunggu akankah koalisi ini bisa mengalahkan koalisi besar pengusung Prabowo-Gibran yang didukung secara terbuka oleh Jokowi.
Arus perubahan yang diusung Amin makin membesar. Jokowi mempergunakan segala jurus dan resource yang dipunyainya untuk membendung gelombang Amin. Pertempuran paling keras akan terjadi di Jawa Timur, dan itu berarti pertarungan trio protégé Gus Dur akan berlangsung terbuka.
Khofifah mencoba memakai pengaruhnya di Muslimat NU. Ia sampai harus bermanuver mamajukan tanggal hari lahir NU dari Maret ke Januari, untuk mengkonsolidasikan ratusan ribu anggotanya di Jakarta. Mumpung masih memegang anggaran gubernur Jatim sampai 13 Februari 2024, Khofifah memanfaatkan sisa waktu kekuasaannya semaksimal mungkin.
Khofifah—sebagaimana banyak politisi lain—menjadi korban ‘’hostage politics’’ politik sandera ala Jokowi. Ia tersandera oleh kasus dana bantuan hibah dan dana bantuan sosial saat masih menjadi menteri sosial. Beban politik ini memaksa Khofifah berhadapan dengan para kiai dan bu nyai NU pendukung Amin. Masa depan politik Khofifah sebagai gubernur Jatim menjadi taruhan.
Saifullah Yusuf—sadar atau tidak—mewarisi langkah kuda dari Gus Dur. Bersama Yahya Cholil Staquf—yang juga protégé Gus Dur—Ipul menguasai PBNU, masing-masing sebagai sekjen dan ketua umum. Duet ini sejak awal mendeklarasikan netral dalam pilpres, tapi dalam praktiknya beda. Gus Ipul beberapa kali keceplosan bicara yang menunjukkan dukungannya kepada Prabowo-Gibran.
Pemecatan terhadap K.H Marzuki Mustamar sebagai ketua PWNU Jatim makin menegaskan kecenderungan PBNU kepada Prabowo-Gibran. Hal ini membawa PBNU terlibat dalam perang terbuka melawan PKB.
Imin menghadapi medan yang berat, karena dikeroyok oleh Staquf, Ipul, dan Khofifah. The war of the proteges tidak bisa dihindarkan.
Siapa yang muncul sebagai pemenang? Hitung-hitungan matematis menempatkan Prabowo sebagai pemenang. Tapi, Imin bersama Anies bisa menjadi kuda hitam yang berbahaya. Jangan lupa, dalam politik tidak ada kamus mustahil. Seperti kata Otto von Bismarck, politik adalah ‘’the art of the possible, the attainable the art of the next best’’. Politik adalah seni kemungkinan, seni ketercapaian, seni mengenai yang terbaik berikutnya.
Gus Dur menjadi presiden karena koalisi dengan Amien Rais. Anies pun bisa saja menjadi presiden berkoalisi dengan Imin. Siapa tahu?
Oleh: Dhimam Abror Djuraid, founder kempalan