Guru Besar Ubaya dan Dewan Pakar Timnas AMIN: Pencalonan Gibran Langgar UUD 1945, Rakyat Indonesia Tak Boleh Salah Pilih Pemimpin
SURABAYA-KEMPALAN: Guru besar senior dari Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) yang juga anggota Dewan Pakar Timnas Capres Anies Baswedan dan Cawapres Gus Muhaimin Iskandar atau AMIN Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum menyerukan pandangannya tentang partai politik, pilpres 2024, dan penentuan masa depan bangsa Indonesia ke depan.
“Kita tidak bicara tentang partai politik. Parpol itu hanya sebagai kendaraan politik. Tapi capres dan cawapres yang akan memimpin NKRI. Setelah terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, maka mereka adalah pemimpin untuk seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada lagi hubungan dengan pemilih atau bukan pemilih. Siapapun yang terpilih maka, kita semua wajib mengakui mereka adalah presiden dan wakil presiden RI,” ujar Prof Hesti, Minggu 14 Januari 2024.
Menurut Prof. Hesti, sebagai putra putri patriot bangsa, rakyat Indonesia mempunyai kewajiban ikut menentukan masa depan bangsa dan NKRI. “Rakyat Indonesia tidak boleh salah memilih pemimpin. Saya adalah salah seorang yang mengajukan permohonan ke MKMK mempersoalkan putusan MK yang meloloskan Gibran. Ini tidak ada hubungannya dengan parpol, tetapi yang saya lakukan karena putusan MK sudah melanggar UUD 1945. Kita adalah WNI, pemegang kekuasaan tertinggi. Kita mempunyai kewajiban utk ikut menentukan masa depan bangsa dan NKRI,” papar Prof Hesti.
“Saya juga mengajak seluruh rakyat Indonesia berani menyuarakan dan mengawal penyelenggaraan pemilu yang jurdil, tidak ada kecurangan dan netralitas seluruh alat negara untuk mensukseskan pemilu 2024 yang demokratis dan berintegritas,” seru Prof Hesti.
Menurut Prof Hesti, perlu pendidikan politik yang baik bagi semua WNI. “Jangan menggunakan fanatisme buta, jangan karena uang yang tidak seberapa, jangan karena informasi yang sesat menyebabkan kita tidak mampu menghadirkan pemimpin yang betul-betul akan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Salah memilih presiden akibatnya rakyat Indonesia tetap dalam kemiskinan dan kebodohan,” tegas Prof Hesti.
Karena itu, ujar dia, memilih presiden, kita harus betul-betul memilih orang yang tepat, yang mampu membawa Indonesia sesuai dengan cita-cita pendiri negara Indoensia yang mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “yang mampu memaknai dan mewujudkan Indonseia sebagai negara yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, Yang mampu menjadikan Indonesia disegani dalam forum internasional, presiden yang menghormati kedaulatan rakyat, presiden yang mampu mensejahterakan rakyat Indonesia,” ujar Prof Hesti.
Fanatisme yang terlalu berlebihan, ujar Prof Hesti, tanpa nalar atau pikiran yang jernih dan hati nurani yang jujur akan menyebabkan bangsa Indonesia mudah dikuasai oleh penjajajah. “Pilihan capres dan cawapres sepenuhnya adalah hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan untuk memilih yang terbaik, yang mampu membawa Indonesia keluar dari kekuasaan oligarki dan kapitalisme,” papar Prof Hesti.
“Untuk capres dan cawapres, saya juga mengajak memilih dengan jujur, calon presiden yang kita harapkan mampu menjadi pemimpin yang akan mewujudkan Indonesia berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera.” (*)