Berpikir Menggunakan Akal adalah Ajaran Islam

waktu baca 7 menit
Mahasiswa Islam (*)

KEMPALAN: Berpikir (menggunakan akal) adalah ajaran Islam. Betulkah penjelasan itu? Rasanya iya memang kita diharuskan menggunakan akal sehat kita. Berpikirlah bahwa hanya Islam yang tidak membedakan antara agama dan ilmu pengetahuan (Masruri dan Rossidy, 2007, dan Zainuddin, 2016). Nah ilmu pengetahuan itu beragam, mulai dari ilmu tubuh manusia, ilmu kesehatan, ilmu alam, ilmu sosial, sampai bermacam-macam. Bahkan kalau kita menggunakan hadits (hanya sebagian kecil yang saya kutip), disebutkan bahwa terkait ilmu pengetahuan, umat Islam hanya memiliki empat pilihan terbaik. 

Dalam hadis itu dikatakan, “Jadilah kamu seorang alim, pelajar, pendengar, atau pecinta (ilmu). Jangan kamu menjadi yang kelima, yaitu pembenci (ilmu), maka binasalah kamu,” (HR Al-Bazzar, At-Tabarani, Al-Baihaqi). Bahkan dalam hadits yang lain, (HR Abu Bakar bin Kamil pada Mu’jamnya, Ibnun Najjar, Ibnu Hibban, dan Al-Qudha’i). dikatakan bahwa “Miskin harta berbahaya, tetapi miskin ilmu lebih berbahaya, artinya, tidak ada kefakiran yang lebih (parah) dari kebodohan. Jadi demikianlah makna ilmu dan agama (Islam).

Maka dari itu kita juga dapat melihat maknanya (bahasa). Apapun yang terjadi, bila rasanya benar, kita akan ikut (karena kita mengatakan benar), bila rasanya salah, ya tidak usah diteruskan/diikuti. Definisi benar menurut Mcneill and Chapman (1958) yaitu teory itu dianggap benar bila ia memuaskan, bila praktis dapat dipakai. Jadi itu adalah anggapan, bila banyak kegunaannya dan praktis maka dianggap benar. Lebih lanjut Runes (1963) juga mengatakan bila memuaskan (cocok dengan kenyataan/fakta) dapat dianggap benar (juga Titus, 1959 dan 1964). 

Bila dikaitkan dengan rasio, orang akan lebih yakin bila rasio akan mengarahkan kebenaran. Memang al Quran tidak akan berbeda dengan rasio manusia, tetapi ingatlah bahwa kita tidak bisa mengatakan ya, kalau Allah menghendaki yang lain. Contoh akan hal itu, misalkan kita menggunakan obat, ini jelas hasil dari rasio kita bahwa obat tertentu cocok itu penyakit tertentu. Tetapi bisakah kita meyakinkan manusia, bahwa sekian hari orang tersebut akan sembuh. Karena ada yang sembuh dalam 3 hari, ada yang 5 hari, tetapi ada juga yang tidak sembuh-sembuh. 

Sebaiknya kita ingat bahwa sembuh itu karena Allah, maka percayalah karena Al Quran mengatakan bahwa kebenaran mutlak itu hanya milik Allah, (al-ḥaqqu mir rabbika fa lā takụnanna minal-mumtarīn) (bacalah al Baqarah, 147). Jadi sembuhnya berapa hari atau tidak itu karena Allah swt. Oleh karena itu, benar atau tidak sangat tergantung pada diri kita sendiri, bila kita sependapat maka kita cenderung mengatakan benar, bila sebaliknya kita tidak sependapat kita akan mengatakan salah. Jadi benar atau tidak menurut manusia sependapat atau tidak. Berbeda dengan Allah yang pasti benarnya.

Kejadian lain yang memerlukan pemikiran yaitu sewaktu terjadi musibah pesawat jatuh. Seorang penumpang taxi ke Bandara Halim marah karena macet di jalan, tetapi apa dikata karena macet. Apalagi setelah tahu bahwa pesawat yang akan dinaiki sudah berangkat. Tetapi rasa itu berangsur sirna, Ketika dia mendengar berita bahwa pesawat yang seharusnya dinaiki itu jatuh ke laut. Itulah Allah swt kalau mau menyelamatkan seseorang. Tidak seorangpun yang bisa melakukannya.

Kejadian yang serupa, yaitu memerlukan pemikiran mendalam, yaitu Band Seventeen main di Pantai Jakarta. Sewaktu main, terjadilah tsunami, sehingga semua musnah. Tetapi ada sebuah masjid yang agak menjorok ke laut, malah tidak tergoyahkan (tidak ikut musnah). Ternyata di dalam masjid terdapat seseorang yang sedang menghafal Al Quran. Subhanallah, bila Allah ingin berbuat banyak cara yang tidak masuk di akal, maka percayalah.

Selain itu, marilah kita ikuti sebuah rekaman. Memang rekaman itu buatan Tik Tok, sehingga waktunya tidak jelas. Tetapi apa yang dibahasnya dapat kita perhatikan. Selain Tik Tok membahas tentang kesehatan, ada sesuatu yang bisa kita ikuti, yaitu tentang ilmu pengetahuan. Pertama bahwa ilmu pengetahuan itu dibahas dalam al Quran, dan al Quran itu adalah nomor satu baru sesudah itu ilmu pengetahuan (lihat penjelasan di atas), sehingga kita wajib mengikutinya, bila kita memang muslim. 

Kedua itu tentang kesehatan manusia. Karena ini tergolong dalam ilmu pengetahuan maka sebaiknya kita ikuti. Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekolah, sehingga ilmu yang ia dapat adalah langsung dari Allah, maka kita harus meyakini nya. Saat itu memang menjelaskan tentang kesehatan, tetapi ilmu itu tidak hanya tentang kesehatan, tetapi semua bidang. Seperti apa yang telah ditulis di atas, al Baqarah 147, maka berikut ini penulis membahas bidangnya, yaitu akuntansi.

Bila kita bahas hal ini, bahwa agama Islam nomor satu, barulah ilmu pengetahuan, maka semua muslim akan mengangguk angguk, tanda mereka setuju. Tetapi bila dikaitkan dengan rasio, biasanya tanpa disadari mereka menolak. Mari kita lihat. Bila kita mengikuti sebuah hipotesa, mungkin mereka  akan setuju, tetapi ingatlah bahwa hipotesa itu tidak percaya pada Allah swt. Marilah kita lihat rumus hipotesis tadi, maka tidak ada (tidak memasukkan rumus tentang Allah swt). Dengan demikian semua menganggap benar. Betulkah demikian? (karena penulis bukan ahli rumus, maka tanyakanlah sebaiknya bagaimana rumusnya, bila memasukkan kehendak Allah).

Contoh lain terkait dengan bidang saya, yaitu akuntansi. Kita akan membahas yang menurutku mudah dipahami bagi mereka yang bukan akuntan. Misalnya neraca, semua tahu bahwa ada sisi debet dan sisi kredit. Lalu biasanya sisi debet misalnya, ada akun Persediaan dan ada akun Piutang. Lalu antara Piutang dan Persediaan ditambahkan. Biasanya karena ada angka rupiahnya, maka angka ini dijumlahkan. Betulkah demikian itu? Padahal kalau kita belajar aljabar, 3 A ditambah 3 B itu tidak berarti sama dengan 6 AB atau 3 AB, tetapi ya tetap saja, 3A dan 3 B. Tetapi di akuntansi koq ditambahkan semua, kok bisa ya?

Selanjutnya yaitu terkait akun Piutang. Piutang itu harus dicatat. Bahkan yang melakukan pencatatan haruslah ahlinya (lihat Al Baqarah 282). Biasanya piutang itu dihapuskan sebagian, karena tidak bisa tertagih. Padahal Piutang itu bisa dibebaskan karena yang punya hutang memang betul-betul tidak bisa membayarkan, dan kita selaku yang berpiutang dengan rela hati, maka hal ini akan dianggap sedekah (baca Al Baqarah 267, antara lain). Lalu, menurut manusia, dibuatlah akun Penghapusan Piutang yang besarnya dikira-kira. Padahal, menurutku akun Penjualan yang dilaporkan itu adalah tunai atau kas/cash. 

Lalu bagaimana dengan laporan keuangan yang menyebutkan penghapusan piutang? Maka gunakanlah akal (pemikiran saudara). Masalah ini sudah dibahas dengan para ahlinya yang muslim, tetapi hampir semua menolak. Artinya mereka tidak mau berpikir lebih lanjut. Mereka hanya mengikuti rasio dan aturan internasional. Bacalah antara lain Al Quran Ali Imran 190; Al Hijr 16; Al Haqqah 1; Al Mu’minun 80; Yunus 6; Az Zumar 8 dan 19; dan Al Baqarah 164 (bukan hanya ayat ini lho). Semua bila kita simak maknanya, Al Quran itu bisa dipahami bila kita menggunakan akal-pikiran dengan baik.

Mengapa kita harus menggunakan akal bila menghadapi perbedaan. Hal itu pasti kita lakukan bila perbedaannya besar/banyak. Tetapi kalau kita menganggap perbedaannya tidak terlalu significant, kita cenderung membiarkannya. Contoh tentang adanya kalender Masehi dan kalender Hijriyah. Meskipun keduanya sangat berbeda, tetapi manusia cenderung membiarkannya (mungkin karena banyak yang menggunakannya). Padahal penentuan hari raya Idul Fitri, hari yang selalu berubah bila kita menggunakan kalender masehi, yang sebenarnya selalu tetap yaitu 1 Syawal. 

Maka dari itu, sebenarnya lebih baik bila kita menggunakan kalender Hijriah. Mengapa hari raya Idul Fitri selalu berubah tanggal (bila kita menggunakan kalender Masehi), yaitu agar kita berubah menghadapi musim, andai kita hidup di daerah yang mengalami 4 musim. Andai tidak berubah selamanya seperti itu. Kalau kita hidup di selatan katulistiwa, maka musim yang kita hadapi tetap (seperti Natal, selamanya di daerah Selatan khatulistiwa, pasti panas, padahal digambarkan oleh orang-orang Utara khatulistiwa selalu bersalju). Jadi ikutlah agama Islam.

Oleh karena itu, hanyutlah dalam agama dengan seyakin-yakinnya, bahwa agama mengatur tentang wahyu dan rasa, selain pikiran. Jangan turuti keinginan yang hanya menekankan pada rasio untuk menolak, kalau itu dari agama. Maka kita harus selalu yakin bahwa agama (Islam) itu selalu benar, sehingga ilmu pengetahuan (filsafat) adalah nomor 2 setelahnya.

Oleh Tjiptohadi Sawarjuwono.

Daftar Referensi

Al Quran dan berbagai hadits yang dikutip.

Masruri, H M Hadi, dan Rossidy, H Imron, 2007, Filsafat Sains Dalam Al-Quran: Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu Dan Agama.  UIN Maliki Press.

Mcneill, Patrick dan Chapman, 1958, Steve, Research Methods, Routledge, London and New York.

Runes, D D, 1963, Despotism a Pictorial History of Tyranny, Philosophical Library, NY. 

Titus, Harold H, 1959 and 1964, Living Issues in Philosophy, American Book Company.

Zainuddin, H. M, 2016, Filsafat Elektika Islam, Nilai Pustaka, Malang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *