Gubernur Khofifah Buka Pelatihan Pra Paralegal Justice Award untuk Kepala Desa dan Lurah
BATU-KEMPALAN: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membuka Pelatihan Pra Paralegal Justice Award untuk Kepala Desa dan Lurah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Putaran I (Angkatan I, II, dan III) di Balai Kota Among Tani Batu, Selasa (28/11) malam.
Pembukaan ini ditandai dengan pemukulan gong oleh Gubernur Khofifah didampingi Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2007-2023 dan menjadi Penyuluh Hukum Ahli Utama di BPHN Audy Murfi, Pj Wali Kota Batu Aries Agung Paewai, dan Kepala BPSDM Jatim Ramliyanto.
Pelatihan Pra Paralegal Justice Award bagi Kades dan Lurah yang digelar Pemprov Jatim lewat BPSDM Jatim ini menjadi yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Total ada 180 peserta pada putaran 1 dalam 3 angkatan yang terdiri dari 158 Kades dan 22 Lurah. Dimana per angkatan, pelatihan ini diikuti sebanyak 60 Kepala Desa dan Lurah.
Pelatihan ini sendiri akan dilaksanakan sebanyak 5 angkatan dalam 2 putaran dengan total peserta sebanyak 300 Kepala Desa dan Lurah dari kabupaten/kota se-Jatim. Pelatihan digelar selama 5 hari efektif atau setara dengan 42 jam pelajaran.
Dalam sambutannya Gubernur Khofifah mengatakan, Pelatihan Pra Paralegal Justice Award ini dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas, peran dan fungsi para Kepala Desa dan Lurah sebagai konsiliator atau mediator dalam menyelesaikan sengketa antar warga masyarakat di desanya secara non litigasi.
“Dalam pelatihan ini para kepala desa dan lurah akan diberikan materi pemahaman di bidang hukum. Ini penting, karena penyelesaian permasalahan sengketa secara non litigasi diharapkan dapat menjadi pilihan pertama untuk menyelesaikan permasalahan sederhana di tingkat desa,” katanya.
“Apalagi peran dan fungsi kepala desa/lurah sebagai figur yang dihormati di lingkungan desa sangat potensial untuk menjadi jujukan penyelesaian perselisihan antar warga baik sebagai mediator atau konsiliator,” tambahnya.
Khofifah mengatakan, pelatihan ini merupakan keberlanjutan beberapa program penyelesaian sengketa hukum yang telah ada sebelumnya di Jatim. Seperti Restorative Justice yang diinisiasi Kejaksaan Tinggi Jatim. Serta Omah Rembug yang diinisiasi Polda Jatim.
“Untuk itu melalui pelatihan ini para kades akan memiliki bekal terkait paralegal yang akan memberi penguatan terhadap program restorative justice maupun omah rembug yang telah berjalan,” terangnya.
Sebagai informasi, hingga sekarang telah terdapat 1.739 rumah restorative justice baik yang berbasis desa, sekolah dan perguruan tinggi di Jatim serta 25 rumah rehabilitasi. Sejauh ini rumah restorative justice telah berhasil menyelesaikan 308 perkara yang berujung pada penghentian penuntutan.
Lebih lanjut Khofifah mengatakan, kepala desa memegang peranan sentral dalam menangani permasalahan sederhana sehingga tidak perlu naik ke tingkat persidangan dan berujung ke lapas. Kepala desa diharapkan bisa menjadi mediator, juru damai, hingga memberikan advokasi sebagai paralegal.
“Persoalan perceraian misalnya. Melalui penyelesaian non litigasi di tingkat desa diharapkan perselisihan ringan antara suami istri tidak sampai berujung pada perceraian. Begitu pula dengan kasus pencurian dengan nilai yang kecil, serta pelaku penyalahgunaan narkotika (pengguna) bisa mendapat advokasi yang berujung pada rehabilitasi secara tepat,” terangnya.
Kasus-kasus hukum yang bisa diusahakan untuk mendapat restorative justice ini dapat mengurangi beban lapas dan rutan di Jatim. Apalagi, berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan Publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI, per Desember 2022 Jatim mengalami kelebihan kapasitas hunian lapas sebesar 116 persen.
Begitu pula dengan jumlah perkara perdata dan pidana biasa di Pengadilan Negeri Kelas 1 A Khusus Surabaya saja mencapai tidak kurang dari 3.500 perkara per tahunnya.
Banyaknya perkara yang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) tersebut, menurut data penyaluran dana bantuan hukum masyarakat miskin Pemprov Jatim tahun 2021-2022 didominasi permasalahan di lingkup keluarga sebesar 40 persen, penyalahgunaan narkotika sebesar 35 persen, dan tindak pidana umum seperti pencurian, penganiayaan, dan penggelapan sebesar 25 persen.
Meski demikian, Khofifah menekankan bahwa upaya-upaya ini bukan berarti ingin memberi kelonggaran terhadap pelaku. Untuk itu, pada kasus-kasus tertentu upaya penyelesaiannya tetap harus melibatkan APH, namun tetap diselesaikan di tingkat desa.
Selain itu, Khofifah juga telah mengerahkan Satpol PP untuk mengaktivasi Siskamling sebagai bentuk gotong royong warga untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayahnya masing-masing.
“Jadi Kajati aktivasi rumah restorative justice, Polda aktivasi omah rembug, dan Pemprov Jatim aktivasi Siskamling. Semua bertujuan untuk memberikan keamanan, ketertiban, dan kenyamanan bagi masyarakat,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Khofifah juga berterima kasih kepada para kepala desa yang telah berperan penting dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Jatim dan menggeliatkan desa mandiri.
Seperti yang diketahui, kemiskinan ekstrem di Jatim per Maret 2023 turun signifikan menjadi 0,82 persen dan berada di bawah rata-rata nasional. Jatim juga saat ini mempunyai 2.800 Desa Mandiri yang menjadikannya tertinggi di Indonesia.
“Terima kasih, ini karena komandannya yaitu para kepala desa yang luar biasa. Berbagai capaian ini adalah bukti kerja cerdas para kepala desa, mohon apa yang sudah dicapai ini bisa kita jaga dan terus ditumbuhkembangkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Audy Murfi mengapresiasi kegiatan pelatihan ini. Bahkan, ia juga menegaskan Jatim merupakan provinsi pertama dan satu-satunya yang menyelenggarakan Pelatihan Pra Paralegal Justice Award untuk Kepala Desa.
“Jatim menjadi provinsi pertama dan satu-satunya yang menyelenggarakan pelatihan Pra Paralegal Justice Award sebagai persiapan Paralegal Justice Award 2024. Tahun-tahun sebelumnya pun banyak peserta yang berasal dari Jatim,” katanya.(Dwi Arifin)