Cawapres (tidak) Intelek

waktu baca 4 menit
Calon Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka (*)

KEMPALAN: Kira-kira dua minggu yang lalu perusahaan survei Indo Barometer yang dipimpin oleh pengusaha survei Mohammad Qodari merilis hasil survei mengenai tiga calon wakil presiden 2024. Ada tiga kriteria yang disurvei, salah satunya tingkat intelektualitas. Dan, ternyata hasilnya Gibran Rakabuming Raka mengungguli dua pesaingnya, Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar.

Sudah sangat banyak komentar tajam terhadap survei ini, terutama karena Gibran bisa mengalahkan Mahfud dalam hal intelektualitas. Padahal, semua orang tahu, Mahfud ialah guru besar hukum tata negara dengan gelar profesor. Muhaimin Iskandar juga pemegang gelar doktor kehormatan dari Universitas Airlangga Surabaya.

Tapi, para pengusaha survei itu ternyata mampu mengolah questioner dalam survei itu sehingga hasilnya bisa sangat menakjubkan. Qodari sebagai pengusaha survei tentu tidak takjub, karena dia bekerja dengan menarik mundur kesimpulan survei. Dicari hasilnya dulu baru diupayakan metodologinya, lalu disusunkan questioner yang sesuai supaya hasilnya bisa seperti yang diharapkan.

Mungkin Gibran sendiri takjub melihat hasil survei itu. Mungkin saja Gibran tidak nyaman dengan hasil survei itu. Bisa juga Gibran marah karena survei itu membuatnya terbebani oleh predikat cawapres intelek. Tapi, survei sudah terlanjur beredar dan Gibran sudah terlanjur mendapat predikat cawapres intelek.

Sebagian publik mungkin bertanya-tanya seberapa hebat kapasitas intelektual Gibran sehingga bisa mengalahkan seorang guru besar sekaliber Mahfud MD. Banyak orang yang menunggu-nunggu kesempatan untuk melihat Gibran unjuk gigi memamerkan kepintarannya.

Pucuk dicinta ulam tiba. Jumat (24/11) publik Jawa Timur bisa menyaksikan kepiawaian intelektual Gibran dalam acara Dialog Terbuka Capres-Cawapres yang digelar oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Sayangnya keinginan publik itu tidak terwujud, karena sehari sebelum acara digelar Gibran membatalkan kedatangannya. Akhirnya, dialog terbuka dilakukan oleh Prabowo Subianto sendirian tanpa didampingi Gibran. Pada saat bersamaan Gibran berada di Jawa Timur, mengadakan pertemuan dengan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama di pondok pesantren Amanatul Ummat, Pacet Mojokerto. 

Mangkirnya Gibran dari acara Muhammadiyah menjadi trending topic ramai di media sosial. Tagar Prabowo-Gibran Takut Debat menjadi trending topic. Komentar netizen sangat beragam. Komentar paling dominan menyebutkan bahwa Gibran jiper alias ketakutan, masuk ke kandang macan di kampus Muhammadiyah. 

Komentar lain menyebutkan bahwa Gibran lebih memilih hadir di acara guru dan mewakilkan acara di Muhammadiyah kepada Prabowo. Komen ini agak sarkastis, karena seharusnya capres mewakilkan kepada cawapres, bukan sebaliknya.

Acara debat publik ini merupakan rangkaian dari acara debat ketiga capres–cawapres yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah. Pasangan nomor satu Anies-Muhaimin sudah mengikuti acara ini di Universitas Muhammadiyah Surakarta (22/11), dan sehari berselang pasangan Ganjar-Mahfud mengikuti acara serupa di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Pasangan Prabowo-Gibran yang seharusnya mendapat giliran di Universitas Muhammadiyah Surabaya ternyata tidak hadir lengkap. Prabowo hadir tanpa Gibran. Ibarat pasangan bulu tangkis atau tenis ganda, pasangan ini tidak memenuhi syarat untuk bertanding, dan seharusnya didiskualifikasi.

Warganet sangat kecewa dan geram kepada Gibran. Rangkaian dialog publik ini menjadi kebanggaan Muhammadiyah karena bisa memberi ajang kepada tiga pasang kandidat untuk memaparkan visi dan misi. Ketidakhadiran Gibran tentu mengecewakan Muhammadiyah. Sangat mungkin juga mangkirnya Gibran dianggap sebagai pelecehan terhadap Muhammadiyah.

Dengan mangkir dari acara di Muhammadiyah intelektualitas dan kapasitas Gibran menjadi pertanyaan. Apalagi beberapa hari terakhir ini Gibran diterpa isu ‘’ijazah bodong’’ yang sangat ramai di media sosial. Seorang aktivis media sosial mencurigai ijazah Gibran dari sebuah perguruan tinggi di Australia sebagai ijazah palsu.

Selama tiga tahun kuliah di Australia Gibran dicurigai hanya mengikuti kursus persiapan masuk perguruan tinggi. Ijazah yang dikeluarkan oleh program ini hanya sejenis sertifikat setara dengan diploma.

Gibran sudah membantah dengan memamerkan foto wisuda dan memajang ijazah yang disebutnya asli. Ijazah tersebut dikeluarkan oleh Universitas Bradford dengan program studi marketing. Dengan memamerkan ijazah asli itu Gibran berharap tuduhan ijazah bodong bisa selesai.

Tuduhan ijazah bodong mungkin bisa selesai. Tetapi pertanyaan mengenai kapasitas intelektual Gibran tentu tidak bisa selesai begitu saja. Dalam beberapa kesempatan Gibran terlihat gagap menjawab pertanyaan dan kemudian melemparkan kepada juru bicara untuk menjawab. 

Model ngeles seperti ini adalah gaya khas Jokowi yang kelihatannya diwarisi Gibran. Dalam beberapa kesempatan Gibran juga tidak terampil dalam menjawab pertanyaan seputar isu yang memojokkannya, seperti sebutan ‘’anak ingusan’’ yang dilontarkan oleh politisi PDIP, Panda Nababan

Dialog publik oleh Muhammadiyah seharusnya menjadi ajang bagi Gibran untuk membuktikan kebenaran hasil survei Indo Barometer yang menobatkannya sebagai cawapres paling intelek. Sayang Gibran ngeles. Jadinya, publik menduga-duga dan meraba-raba seberapa (tidak) inteleknya Gibran.

Dhimam Abror Djuraid (founder kempalan.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *