Stabilkan Harga, Bulog Gelontorkan Jagung untuk Peternak

waktu baca 2 menit
Dirut Perum Bulog Budi Waseso meneliti jagung impor yanh didatangkan dari Argentina di Pelabuhan Teluk Lamong Surabaya, Kamis (15/11).

SURABAYA-KEMPALAN: Tingginya harga jagung pakan di tingkat peternak langsung direspon pemerintah. Melalui Badan Pangan Nasional pemerintah telah menugaskan Perum Bulog mengimpor jagung dari Argentina untuk menstabilkan harga pasaran di tingkat peternak.

Bahkan, Rabu (15/11) kemarin, sebanyak 20 ribu ton jagung impor itu sudah tiba di Pelabuhan Terminal Teluk Lamong Surabaya untuk segera didistribusikan. Kedatangan jagung impor itu dipantau langsung oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.

Menurut Budi Waseso, pihaknya akan mendatangkan pakan jagung impor sebanyak 500 ribu ton secara bertahap guna mengatasi defisit produksi pada kuartal IV 2023.

“Yang hari ini tiba di Indonesia  impor jagung pakan baru sebanyak 20 ribu ton dan akan segera disalurkan untuk menstabilkan harga pakan di peternak,” katanya.

“Ini merupakan kedatangan perdana dari penugasan tahap pertama sejumlah 250 ribu ton. Adapun total penugasan yang diberikan kepada Bulov sebanyak 500 ribu ton,” lanjut Budi Waseso.

Menurut Budi Waseso, jagung pakan impor yang didatangkan dari Argentina ini akan segera dijual ke peternak sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah untuk meredam kenaikan harga jagung pakan yang saat ini terjadi.

“Kami sudah mengantongi daftar peternak yang akan mendapat jagung pakan ini dan kami optimistis dengan impor ini harga jagung pakan bisa segera turun,” ujar Budi Waseso.

Importasi jagung pakan pada akhirnya menjadi keputusan pemerintah, seiring harga jagung di dalam negeri yang tidak kunjung melandai. Rata-rata harga jagung pakan di tingkat peternak secara nasional di atas Rp 7.000 per kilogram. Padahal, pemerintah menetapkan harga acuan penjualan (HAP) jagung pakan di tingkat peternak sebesar Rp 5.000 per kilogram.

Budi mengatakan bahwa Jawa Timur merupakan daerah yang membutuhkan jagung pakan terbesar di Indonesia.

“Jawa Timur termasuk terbesar membutuhkannya,
meski beberapa wilayah juga kekurangan. Tapi Jawa Timur paling banyak yang membutuhkan,” tegasnya.

Dia juga menjelaskan bahwa impor jagung ini dilakukan karena adanya gagal panen di Indonesia. Misalnya karena ada El Nino  cuaca panas, dan kekeringan. “Jadi sebenarnya bukan salah siapa-siapa, tapi karena alam,” ucapnya.

Tapi. lanjut Budi, jika situasi sudah normal kembali, maka impor akan dihentikan dan Indonesia akan mengutamakan produk dalam negeri. (Dwi Arifin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *