Belajar dari Strategi Nabi Menaklukan Yahudi Khaibar

waktu baca 5 menit
Ilustrasi Perang Khaibar

Kholid A.Harras
Pemerhati Sosial dan Pendidikan

“Khaibar” adalah sebuah wilayah di KSA yang jaraknya sekira 160 kilometer utara kota Madinah. Saat ini ibukotanya bernama al-Syuraif. Kawasan Khaibar memiliki tanah yang subur dan air yang berlimpah. Berkat kondisi alamnya tersebut Khaibar menjadi salah satu daerah penghasil buah-buahan, biji-bijian maupun sayuran. Kurma-kurma dan gandum terbaik umumnya berasal dari kawasan ini.

KEMPALAN: Di masa lalu, Khaibar merupakan perkampungan Yahudi terbesar di Jazirah Arab. Mereka memonopoli sektor produksi pertanian dan jasa perdaganganya. Mereka juga memiliki pabrik sutra (sandang) yang besar serta pabrik pengolahan metal (besi dan logam) untuk memproduksi berbagai peralatan rumah tangga dan juga aneka senjata untuk berperang. Kemudian di Khaibar juga terdapat benteng-benteng yang kokoh yang letaknya di atas ketinggian, sehingga tidak mudah dijangkau musuh. Yahudi Khaibar juga memiliki pasukan perang yang lumayan banyak, yakni 10.000 orang yang dipersenjatai lengkap sebagai garda pertahanan mereka.

Berkat keberhasilan bisnisnya, ditambah otak encer plus karakter culas dan penghianat, tidak heran jika banyak Yahudi Khaibar yang menjadi konglomerat, namun berwatak jumawa. Saking jumawanya, Yahudi Khaibar pun merasa diri mampu mengatur dunia dan menindas orang lain sesuka mereka. Karakter dan prilaku Yahudi Khaibar ini persis seperti prilaku penerusnya Yahudi Zionis Israel saat ini.

Kisah pertempuran antara pasukan Muslim dan Yahudi Khaibar terjadi di penghujung bulan Muharram tahun 7 Hijriah. Pertempuran dipicu akibat ulah Yahudi Khaibar yang berkali-kali bertindak licik, mengadu-domba, menghianati kesepakatan serta sikap arogan yang keterlaluan. Misalnya, Yahudi Khaibar diam-diam menjalin koalisi dengan kafir Quraisy Mekkah dengan memasok perlengkapan perang. Para konglomeratnya berusaha memonopoli perdagangan dengan cara mempermainkan harga. Kemudian saat mereka didakwahi, bukan hanya menentangnya tetapi malah mengajak berperang.

Saat berperang, Yahudi Khaibar menjadikan benteng-bentengnya sebagai pusat pertahanan. Dengan berbekal makanan mereka yang cukup banyak, strategi pengepungan yang dilakukan oleh pasukan Islam selama berhari-hari tidak mampu menaklukan mereka. Alih-alih justru pasukan Islam yang kelelahan dan putus asa. Dalam perang ini diberitakan Rasulullah nyaris meninggal dunia akibat diracun oleh Zainab binti Harith. Dia istrinya Sallam, komandan pasukan Yahudi Khaibar yang tewas dalam pertempuran.

Rasulullah SAW pun bermusyawarah untuk mengubah strategi perang dalam melawan Yahudi Khaibar, dengan mempelajari ciri karakter sosia-kultural bangsa Yahudi, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran (QS.Al-Isra:4). Dalam ayat ini dijelaskan Yahudi merupakan bangsa yang tamak, pembuat kerusakan di muka bumi serta sangat jumawa. Mereka juga merupakan kaum yang secara ekonomi serakah lewat penguasaan sumber daya alam serta perdagangan. Kemudian secara politik mereka juga culas, mudah menjadi penghianat serta tak segan menghalalkan segala cara demi mewujudkan syahwat berkuasanya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Rasulullah akhirnya mengambil strategi “melumpuhkan’ sumber utama mata pencaharian Yahudi Khaibar. Yakni merusak sektor pertaniannya. Caranya dengan menebangi pohon-pohon kurma dan aneka tanaman perkebunan milik mereka. Dengan menggunakan srtategi tersebut diharapkan efeknya akan membuat Yahudi Khaibar akan menanggung kerugian besar.

Terbukti strategi tersebut sangat ampuh. Bagi Yahudi, uang, kekayaan, dan kemakmuran adalah segalanya. Ketika pohon-pohon kurma ditebangi juga kebun-kebun mereka dirusak, artinya perekonomian mereka akan hancur. Dengan demikian mereka menganggap tidak ada gunanya lagi meninggali kawasan Khaibar yang dianggapnya tidak lagi memberikan keuntungan secara ekonomis.

Akhir cerita, kaum Yahudi Khaibar terpaksa membuat perjanjian dengan pasukan Islam. Yakni mereka bersedia pergi meninggalkan kawasan Khaibar, dengan catatan mereka jangan diganggu dan diperbolehkan membawa harta kekayaanya semampu yang bisa mereka angkut. Rasulullah pun menyepakatinya.

Kisah keberhasilan strategi perang Rasulullah melawan Yahudi Khaibar ini agaknya yang menginspirasi munculnya Gerakan BDS (Boycott, Divestment, and Sanctions) oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil Palestina yang diluncurkan pada tahun 2005. Gerakan BDS ini bersifat non-kekerasan dan bertujuan untuk menciptakan tekanan politik dan ekonomi internasional agar Israel mengubah kebijakan mereka yang kerap melanggar prinsip-prinsip kemanusiaaan terhadap bangsa Palestina. Metode Gerakan BDS dalam Konteks Boycott mengajak masyarakat internasional untuk tidak membeli produk-produk Israel, menghindari kerjasama budaya, akademis, dan olahraga dengan entitas Israel, serta menghindari perjalanan ke Israel.

Dalam Divestment, mengajak lembaga-lembaga keuangan, investasi, dan lembaga pendidikan untuk menarik investasi mereka dari perusahaan dan proyek-proyek yang terlibat dalam pendudukan Israel. Sedangkan dalam konteks Sanctions mendukung berbagai kampanye sanksi internasional terhadap Israel agar mengubah kebijakan-kebijakannya terhadap bangsa Palestina yang telah melanggar HAM dan nilai-nilai Kemanusiaan. Gerakan BDS telah memperoleh dukungan di berbagai tempat di dunia, termasuk dari kelompok hak asasi manusia, organisasi mahasiswa, dan beberapa tokoh publik.
Sekali lagi umat Islam harus menyadari, berbagai demonstrasi maupun unjuk rasa yang digelar di berbagai kota besar dunia, ternyata tidak bisa menyadarkan, apalagi menghentikan aksi-aksi brutal Yahudi Israel membombardir kawasan Gaza yang hingga saat ini telah menewaskan ribuan kaum muslimin atau terluka parah. Begitu pula berbagai himbauan dan seruan dari pemimpin dunia juga tidak bisa meredam syahwat perang tentara Zionis ini dalam membumiratakan bangunan di kawasan Gaza, termasuk memborbardir sejumlah Rumah Sakit, yang seharusnya menurut Konvensi Jenewa tidak boleh disentuh saat terjadi konflik atau perang.

Kini saatnya seluruh umat Islam dunia menyamakan gerak melakukan BDS untuk ”melumpuhkan” sumber utama mata pencaharian Yahudi dunia saat ini, yakni sektor produksi berbagai barang kebutuhan serta jasa perdagangan global, menjadi sebuah keniscayaan, serta harus secara massif dan terstuktur terus ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tak perlu ragu umat Islam mengganti produk-produk dari perusahaan yang diindikasikan teraviliasi milik bangsa Yahudi dengan produk-produk lokal mereka.

Khusus untuk umat Islam Indonesia, saat ini gerakan BDS ini telah memiliki legitimasi syar’inya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 83 Tahun 2023, yang berisi “Hukum Dukungan terhadap Palestina”. Dalam Fatwa ini disebutkan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram. Insya Allah partisipasi dan upaya bersama seluruh umat Islam Indonesia akan turut menentukan hasil.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *