Menjual Hantu Komunisme

KEMPALAN: “A spectre is haunting Europe, the spectre of communism”, Sesosok hantu tengah mengejar Eropa, hantu komunisme”. Kalimat itu ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam pembukaan “Communist Manifesto” 1848.
Lebih dari dua abad sejak manifesto diumumkan, komunisme terus menjadi hantu yang menakutkan bagi rezim apapun. Di Indonesia hantu komunisme menjadi isu politik yang seksi. Banyak kalangan yang dengan berapi-api meyakini bahwa komunisme sedang bangkit di Indonesia.
Lahan subur kebangkitan komunisme di Indonesia terjadi dalam 10 tahun terakhir. Rezim Jokowi, yang didukung PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), sering dituding sebagai rezim yang menampung kebangkitan kader dan keturunan PKI (Partai Komunis Indonesia). Sejumlah nama seperti Ribka Tjiptaning dan Budiman Sudjatmiko disebut-sebut sebagai kader merah di PDIP.
Desas-desus yang beredar menyebutkan sejumlah elite pejabat di lingkungan Jokowi tidak bersih lingkungan, alias mempunyai hubungan dengan PKI. Sejumlah orang dekat Jokowi disebut-sebut mempunyai orang tua dan paman yang berafiliasi dengan PKI.
Jokowi sendiri tidak lepas dari terpaan isu itu. Ketika kali pertama maju dalam kontestasi pemilihan presiden 2014 Jokowi diterpa isu sebagai keturunan PKI. Ibu kandung Jokowi disebut-sebut bernama Sulami yang diketahui sebagai kader Gerwani, organisasi sayap PKI. Hal ini diungkap oleh penulis Bambang Trimulyono dalam buku ‘’Jokowi Undercover’’.
Tuduhan ini sudah dibantah oleh berbagai kalangan. Versi resmi menyebutkan bahwa ibu kandung Jokowi ialah Ny. Sudjiatmo Notomihardjo yang meninggal dunia pada 2020. Bambang Tri dituduh melakukan pencemaran nama dan dipenjarakan akibat perbuatannya itu.
Buku ‘’Jokowi Undercover’’ lebih tepat disebut sebagai pamflet, tebalnya 658 halaman, diawali dengan pembahasan mengenai ‘’Teori Reznikov: Soeharto Bukan Dalang G-30 S 1965. Teori Reznikov mengungkapkan interakasi empat tokoh dalam peristiwa G 30 S, yaitu Presiden Sukarno, Letjen Soeharto, Jenderal Ahmad Yani, dan Jenderal A.H Nasution. Menurut teori itu, Sukarno tahu mengenai rencana kudeta, dan empat tokoh itu sudah mengetahui plot gerakan.
Bab berikutnya mengenai ‘’Dokumen Supardjo’’ yang ditulis oleh wartawan dan sejarawan Inggris John Roosa. Bab ini mengungkap hubungan Soeharto dengan Kolonel Latief yang menjadi salah satu tokoh kunci gerakan G-30 S PKI. Pertanyaan mengenai mengapa Soeharto tidak masuk dalam daftar culik, dan mengapa pelaku kudeta tidak menyerang markas Kostrad, dikupas dalam bab ini.
Selebihnya buku ‘’Jokowi Undercover’’ berisi tulisan dan data mengenai Jokowi dan hubungan ibunya dengan PKI. Ditampilkan juga foto-foto dan kliping koran mengenai kebangkitan PKI, terutama munculnya aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik) pimpinan Budiman Sudjatmiko yang berhaluan kiri.
Bambang Trimulyono melakukan kampanye terbuka menuduh Jokowi punya hubungan dengan PKI. Dia juga dengan penuh semangat mengajukan bukti-bukti mengenai kebangkitan kembali neo-PKI dengan munculnya politisi keturunan PKI yang sekarang berada di PDIP.
Perang melawan kebangkitan PKI juga dilakukan oleh banyak ustadz dan kiai. Salah satu yang paling menonjol ialah Ustadz Alfian Tanjung. Dalam berbagai ceramahnya Ustadz Alfian menunjukkan bukti-bukti kebangkitan PKI di Indonesia.
Kebangitan PKI tidak pelak menjadi isu politik yang mudah dijual. Isu ini mempunyai segmen dan konstituen tersendiri dari kalangan Islam di berbagai kalangan. Karena itu isu ini bisa muncul—terang-terangan dan di bawah permukaan—menjelang pemilihan presiden 2023, dan dijadikan jualan oleh kontestan pilpres untuk mendulang dukungan dari kalangan Islam.
Calon Presiden Prabowo Subianto mendapatkan tempat tersendiri di kalangan aktivis Islam di pesantren dalam kaitan penangkalan kebangkitan neo-PKI. Sebagai satu-satunya capres dengan latar belakang militer, Prabowo dianggap punya kredensial untuk menjawab isu kebangkitan neo-PKI.
Prabowo sudah mengirim tim untuk bergerilya di pesantren-pesantren Jawa Timur menyampaikan pentingnya isu keamanan. Salah satu utusan khusus Prabowo ialah Hercules, mantan penguasa Tanah Abang, yang dikenal sebagai loyalis Prabowo kelas wahid. Hercules berkeliling ke berbagai pesantren di Madura dan beberapa wilayah lain, dan mengadakan pertemuan khusus dengan para pemimpin pesantren.
Hercules tidak sendirian, ada tim khusus yang dibentuk untuk melakukan kampanye semacam ini. Nama Prabowo dijual sebagai tokoh yang akan mampu melindungi Islam dari serangan neo-PKI. Jika kebangkitan itu terjadi maka hanya TNI dan umat Islam yang mampu meredamnya, seperti yang pernah terjadi pada 1965. Karena itu, kalangan pesantren diminta dukungannya untuk memenangkan Prabowo pada pilpres 2024.
Kalau benar bahwa tim ini bergerak sebagai bagian dari strategi pemenangan Prabowo maka gerakan ini akan menjadi senjata makan tuan, karena Prabowo ialah presiden yang didukung oleh Joko Widodo yang merestui Gibran Rakabuming Raka, anak sulung, menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Menjual isu kebangkitan PKI akan memukul balik Prabowo, karena Jokowi dianggap sebagai salah satu faktor kebangkitan PKI dalam 10 tahun terakhir.
Secara umum rezim komunisme dunia sudah ambruk sejak Uni Soviet bubar pada 1990. Sebagai sebuah sistem pemerintahan komunisme bisa bubar, tetapi sebagai ideologi komunisme akan tetap bertahan dengan berbagai variannya.
China menjadi bukti bahwa komunisme masih tetap hidup dan bahkan berkembang menjadi ideology alternative yang menantang sistem kapitalisme Amerika Serikat. Komunisme China merupakan bentuk pragmatis dengan kapitalisme. Hal yang sama terjadi dengan kapitalisme di Barat yang juga mengadopsi sosialisme-komunisme sehingga memunculkan sistem negara kesejahteraan yang banyak dianut oleh negara-negara Eropa Barat.
Sebagai ideologi komunisme sangat mungkin tetap hidup di Indonesia dan mempunyai kemungkinan untuk muncul kembali. Ketimpangan sosial yang lebar dan kemiskinan yang luas menjadi ladang subur kebangkitan komunisme-sosialisme.
Menghadapi kemungkinan kebangkitan kembali komunisme di Indonesia tidak bisa lagi dengan memakai cara-cara kekerasan oleh TNI dan umat Islam, sebagaimana yang terjadi pada 1965. Situasi politik global sekarang ini tidak memungkinkan adanya gerakan militer semacam itu untuk menumpas sebuah gerakan. Jika hal itu dilakukan, Indonesia akan menghadapi kecaman internasional dan akan diisolasi dari pergaulan internasional.
Cara efektif untuk mengikis kebangkitan PKI adalah dengan mengikis kemiskinan dan kesenjangan sosial, yang menyebabkan munculnya persaingan kelas yang menjadi lahan subur bangkitnya PKI. Menyelesaikan ancaman kebangkitan PKI tidak bisa dengan menggunakan kekuatan TNI semata-mata, tetapi harus dengan pendekatan pembangunan ekonomi struktural.
Ekonomi Indonesia yang dikelola berdasarkan prinsip liberalisme-kapitalisme melahirkan kesenjangan sosial yang menganga. Indonesia harus kembali kepada sila kelima Pancasila, ‘’Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’’, untuk bisa mengikis kesenjangan sosial dan membunuh bibit kebangkitan kembali neo-PKI. ()
