Baju Putih Mahfud

KEMPALAN: Mohamad Mahfud Mahmodin, lebih dikenal sebagai Mahfud MD, mengenakan baju putih saat mendaftar sebagai wakil presiden bersama calon presiden Ganjar Pranowo ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), Kamis (19/10). Mahfud memberi sinyal bahwa dirinya tokoh yang bersih, dan siap memberihkan berbagai kebijakan pemerintah yang tidak bersih.
Baju putih itu mempunyai kenangan spesial bagi Mahfud MD. Baju itulah yang dia kenakan ketika gagal menjadi wakil presiden untuk Joko Widodo pada pilpres 2019. Ketika itu Mahfud sudah siap dideklarasikan sebagai cawapres. Ia sudah siap di sebuah restoran di depan Patung Proklamasi tempat deklarasi akan dilaksanakan.
Tetapi, di menit terakhir nama Mahfud dicoret dan digantikan oleh Ma’ruf Amin. Momen itu bisa disebut sebagai the lowest point, titik nadir dalam karir politik Mahfud. Ia menjadi korban PHP paling fenomenal dalam sejarah politik Indonesia, dan mungkin dunia.
Ketika itu perdebatan untuk menentukan calon presiden Jokowi berlangsung keras. Salah satu kunci pencoretan Mahfud MD adalah kekhawatiran Mahfud MD akan membangun kekuatan politik untuk menjadi presiden pasca-Jokowi. Salah satu yang khawatir terhadap naiknya Mahfud MD ialah Muhaimin Iskandar, ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang merasa terancam jika Mahfud menjadi wakil presiden. Ada persaingan laten di antara dua orang itu. Muhaimin khawatir jika Mahfud menjadi wakil presiden maka dia akan mendongkelnya dari jabatan ketua umum PKB.
Salah satu poin yang menjadikan Mahfud sebagai pilihan adalah dia dianggap sebagai tokoh yang bersih dan berintegritas. Selain itu Mahfud dianggap bisa membawa suara Nahdlatul Ulama (NU) kepada Jokowi. Mahfud bisa mengisi kelemahan Jokowi sebagai politisi nasionalis-abangan. Kredensial Mahfud sebagai tokoh religius moderat dengan latar belakang NU sangat dibutuhkan oleh Jokowi.
Popularitas Mahfud moncer saat menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Pada masa kepemimpinannya MK mengalami masa-masa keemasan. MK bisa diandalkan sebagai benteng penjaga konstitusi dan demokrasi. Mahfud MD bisa disebut sebagai salah satu ketua MK terbaik bersama Jimly Asshiddiqie.
Tetapi, ada yang tidak nyaman dengan Mahfud. Popularitasnya membuat sebagian orang dekat Jokowi khawatir bahwa Mahfud akan mempunyai aspirasi politik sendiri pasca-Jokowi. Mahfud dikhawatirkan membangun popularitas untuk menjadi presiden pasca-Jokowi. Rupanya skenario masa depan Jokowi sudah dipikirkan jauh sebelum lengser. Tidak boleh ada yang mengganggu skenario itu. Maka Mahfud pun tergusur.
Nama pengganti yang muncul ialah Ma’ruf Amin yang dianggap punya kapasitas menarik gerbong NU, tetapi tidak mengancam Jokowi dan siapapun di jajaran koalisi Jokowi. Mahfud pun harus merelakan peluang emas melayang di depan mata.
Mungkin bagi politisi lain hal ini menjadi momen yang membuat down. Tetapi Mahfud punya mekanisme pribadi yang membuatnya bertahan. Baju putih yang menjadi saksi momen buruk itu tetap dia simpan dan ia titipkan kepada sang ibu di Pamekasan, Madura. Lima tahun kemudian Mahfud mengenakan baju itu untuk mendaftak ke KPU.
Jokowi memberi kompensasi yang layak untuk pengorbanan Mahfud. Jabatan menteri koordinator politik, hukum, dan HAM dianggap sepadan dengan kesetiaan Mahfud. Kemampuan akademisnya sebagai guru besar ilmu hukum dan tata negara dan pengalaman birokrasinya yang matang membuat Mahfud layak mengemban tugas sebagai menteri coordinator bidang politik, keamanan, hukum dan hak asasi manusia di republik ini.
Kesabaran dan kesetiaan ada batasnya. Ketika Jokowi berpisah jalan dengan Megawati, Mahfud MD harus menentukan sikap. Maka Mahfud MD memilih untuk bergabung dengan PDIP dan meninggalkan Jokowi. Rezim yang dibelanya mati-matian selama lima tahun sekarang menjadi lawannya dalam perhelatan pilpres 2024.
Segera setelah dideklarasikan sebagai calon wakil presiden, Mahfud MD berbicara mengenai pentingnya penegakan hukum yang tegas untuk menjamin demokrasi dan kemajuan ekonomi. Mahfud mengritik kondisi penegakan hukum dan politik di masa pemerintahan Jokowi.
Ibarat memercik air di dulang, muka Mahfud ikut terpercik karenanya. Sebagai menteri koordinator Mahfud bertanggung jawab terhadap semua produk hukum selama pemerintahan periode kedua Jokowi. Para pengritik Jokowi menilai periode kedua Jokowi sebagai titik nadir perkembangan hukum dan demokrasi di Indonesia. Revisi Undang-Undang KPK, revisi Undang-Undang KUHP, lahirnya UU Cipta Kerja, dan UU Ibu Kota Negara, dianggap sebagai bukti kemerosotan demokrasi dan hukum di Indonesia.
Mahfud menjadi bagian integral dari produk-produk hukum itu, karena dia menjadi bagian dari rezim. Sekarang Mahfud berbicara mengenai tidak adanya kepastian hukum, baik ke atas maupun ke bawah. Secara langsung Mahfud mengritik kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasona Laloy yang juga kader PDIP.
Orang bijak mengatakan, ketika seseorang mengarahkan telunjuk untuk menuding orang lain, maka setidaknya tiga jari lainnya mengarah ke dirinya sendiri. Rapor merah penegakan hukum di Indonesia tidak bisa lepas dari kinerja Mahfud MD. Bahkan, dia harus bertanggung jawab lebih besar ketimbang Yasona Laloy.
Selama menjadi menteri Mahfud menjadi tameng kekuasaan. Ia dikritik oleh banyak kalangan karena tidak bisa berbuat banyak untuk menahan beberapa undang-undang yang kontroversial. Dengan masuk ke Istana sebagai bagian dari rezim Jokowi, Mahfud MD menjadi bagian dari iblis. Dalam sebuah pernyataan pada 2012 Mahfud mengatakan bahwa malaikat pun akan berubah menjadi iblis ketika masuk ke istana.
Banyak yang meragukan komitmen Mahfud untuk menegakkan hukum dan HAM seandainya terpilih sebagai wakil presiden. Salah satunya Komite untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras). Selama berada di pemerintahan Jokowi Mahfud tidak menunjukkan prestasi yang menonjol.
Mahfud tidak tuntas dalam bekerja. Ia menjadi ketua tim independen untuk mengusut tragedi Kanjuruhan, Oktober 2022, yang menewaskan 135 suporter Arema. Mahfud menyakiti hati keluarga korban dan para pendukung Arema karena menyimpulkan tidak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus itu. Suporter setia Arema tidak akan melupakn tragedi itu dan tidak akan begitu saja melupakan kesimpulan Mahfud terhadap tragedi itu.
Mahfud membentuk tim percepatan reformasi hukum, tapi sampai sekarang belum ada hasil yang kongkret. Banyak yang menganggap pembentukan tim itu lebih sebagai gimik politik ketimbang langkah serius untuk membenahi karut marut hukum nasional. Dalam kasus Rempang, Mahfud juga tidak menunjukkan empati kepada rakyat.
Mahfud membongkar transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 Triliun di Kementerian Keuangan dan menjadi isu nasional. Tetapi tidak ada penyelesaian tuntas terhadap transaksi janggal itu. pertemuan Mahfud dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi gimik publikasi yang tidak mengungkap masalah secara tuntas.
PDIP akan menjadikan Mahfud sebagai ujung tombak untuk menyerang kemerosotan hukum rezim Jokowi. Ibarat jeruk makan jeruk, Mahfud harus lebih hati-hati, karena bisa-bisa dia malah termakan oleh masa lalunya sendiri. ()
