Ironi Pak Jokowi
KEMPALAN: Di akhir masa pemerintahannya, Jokowi yang selama dua periode ini punya image cukup bagus, tiba-tiba kehilangan reputasi dan nama baik dirinya dan keluarganya yang nampak seperti “dirusak” oleh bujuk rayu, ajakan, dan strategi lawan politiknya dulu.
Bahkan belakangan Jokowi terkesan telah berhasil dijauhkan dari para pendukung utamanya yang dulu selalu memuja, namun kini berubah mencelanya. Jokowi sekarang jadi bulan-bulanan kritik, baik dari publik dan pendukungnya dulu terkait orientasi politik, persoalan hukum putusan MK, dan permainan politik anak-anak Pak Jokowi.
Itu yang sudah terjadi dan masih berlangsung. Ini terkait karena faktor kelengahan dan kekurangtegasan pak Jokowi sendiri menghadapi strategi lawan politik, yang telah masuk mengambil hati dan melemahkan keluhuran kekuatan Jokowi. Diperkuat dengan adanya kepentingan kental pada anak dan keluarga pak Jokowi yang terkesan ingin masuk lebih dalam di kekuasaan.
Disadari atau disengaja, banyak yang tidak memahami. Beberapa pihak sudah mengingatkan persoalan tersebut, tetapi sepertinya tidak terlalu didengar, dan tidak terlalu berpengaruh. Mungkin karena sikap pak Jokowi yang terlalu percaya diri karena merasa mendapat dukungan kuat publik dalam beberapa polling 2-3 bulan lalu.
Padahal dukungan publik itu rentan saat dijadikan pondasi politik. Publik itu ibarat seperti pasir. Kalau berdiri di atasnya bisa menopang lebih tinggi asal tidak banyak bergerak atau bertingkah. Tapi kalau di atas pasir orang bergerak atau banyak tingkah, tubuh bisa terperosok masuk ke dalam pasir itu. Maka jangan main-main dengan publik. Hindari banyak tingkah saat di atas publik. Publik maupun pasir yang tebal, itu bisa menenggelamkan siapapun.
Dalam politik belakangan ini. Posisi Pak Jokowi juga mulai terancam akan “ditinggalkan” oleh orang-orang yang selama ini mendukung, menopang, dan baik kepadanya. Itulah resiko jika bertentangan dengan ukuran kepatutan publik. Sekaligus juga ada resiko ditinggal koalisi PDIP, beserta ibu Megawati dan pak Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 nanti.
Termasuk persoalan saat memutuskan Cawapres pak Ganjar, yaitu Prof Mahfud MD. Penunjukkan dan deklarasi hari ini, seperti disengaja dilakukan saat Presiden Jokowi masih di luar negeri sehingga Presiden Jokowi hanya bisa mengikuti dari jauh. Tak bisa datang dan mewarnai keputusan partainya yang membuat dirinya jadi presiden dua periode.
Deklarasi cepat Cawapres Mahfud MD hari ini seperti mengandung pesan bahwa Megawati dan koalisi PDIP, termasuk Ganjar, sudah “marah” dan secara diam-diam sengaja “meninggalkan” pak Jokowi dan PS yang dianggap belakangan ini terlalu banyak manuver.
Tindakan ditinggalkannya pak Jokowi saat acara penunjukkan Cawapres Ganjar, yaitu pak Mahfud MD tentu berdampak. Ketidaksesuaian sikap politik antara presiden Jokowi dan Megawati yang nampak hari ini, tentu bisa mempengaruhi urusan politik di masa depan. Demikianlah politik Indonesia, perubahan bisa bergerak sangat cepat, drastis dan kadang-kadang bisa pula berubah tragis.
Itu pendapat saya terkait deklarasi Ganjar-Mahfud yang dilakukan saat Jokowi sedang ada di luar negeri, sehingga masing-masing seperti punya agenda yang berbeda, antara Presiden dan partainya dan antara ketua umum partai dengan “petugas partai” yang sedang menjadi presiden.
Di balik pendapat saya dan pendapat banyak orang mengenai pak Jokowi saat ini, beliau tetaplah Presiden dua periode yang masih sibuk mengurus kebaikan negeri ini, dengan banyak prestasi yang dapat dirasakan rakyat Indonesia, dan program-program beliau di masa akhir jabatannya yang belum selesai harus dilanjutkan oleh presiden selanjutnya untuk menuju Indonesia Emas.
Henri Subiakto (Guru besar ilmu komunikasi Universitas Airlangga)