Parkir Bus ala PDIP

waktu baca 6 menit
Presiden Joko Widodo dan Ganjar Pranowo menggandeng tangan Megawati Soekarnoputri pada Rakernas PDIP baru-baru ini. (Panitia Rakernas)

KEMPALAN: Parkir bus adalah istilah yang dipakai dalam permainan sepak bola, untuk menggambarkan permainan total defensive sebuah tim. Saking defensifnya sampai 10 pemain bergerombol di depan gawang. Akibatnya, pemain lawan sulit menembus pertahanan, dan pertandingan biasanya berakhir seri. Pertahanan parkir bus ini dianggap sebagai bagian dari taktik dan strategi permainan yang negatif, atau sering disebut sebagai ‘’negative football’’.

Parkir bus biasanya diterapkan oleh tim yang secara kualitas inferior dibanding lawannya. Taktik parkir bus dilakukan untuk menghindari kebobolan yang lebih banyak. Syukur-syukur, dengan parkir bus bisa mencuri satu poin. Risikonya tentu saja permainan menjadi membosankan dan hanya berlangsung satu arah.

Selain membosankan, pertahanan parkir bus juga bertentangan dengan prinsip sepak bola modern yang menekankan pada free flowing attacking football, sepak bola dengan serangan yang menggelombang. Dalam prinsip sepak bola modern ini bahkan pertahanan terbaik adalah dengan menyerang, ‘’attacking is the best defense’’.

Dalam politik tidak ada istilah parkir bus. Tetapi, dalam lanskap politik Indonesia beberapa waktu belakangan ini ada fenomena yang kurang lazim, yaitu PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) menerapkan taktik parkir bus untuk menghadapi serangan lawan.

Dalam persaingan menuju pilpres 2024 PDIP sebagai juara bertahan terlihat belum bisa melakukan kontrol terhadap jalannya pertandingan. Sebagai juara bertahan yang bermain di kandang sendiri PDIP seharusnya bermain lebih agresif dan mampu mengontrol pertandingan dan bisa mendikte lawan.

Tapi yang terjadi sekarang terbalik. Tim lawan yang bermain tandang justru terlihat lebih agresif dan mampu mengendalikan permainan. Duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mampu mengontrol permainan, mengambil inisiatif serangan, dan melakukan penetrasi ke jantung pertahanan lawan.

Sejak dideklarasikan sebagai pasangan calon pada 2 September silam, pasangan Amin—akronim Anies-Muhaimini—mengambil inisiatif serangan dengan sangat aktif. Hampir tidak ada waktu yang disia-siakan untuk mengulur dan membuang-buang waktu. Setiap saat, setiap detik, duet itu mengepung dan menyerang.

Dua pemain itu baru beberapa hari bergabung. Tetapi, chemistry di antara keduanya sangat cepat terbangun, seolah-olah keduanya sudah bermain bersama beberapa tahun. Hal itu terjadi karena keduanya berasal dari kampus yang sama. Dalam bahasa sepak bola, Anies dan Muhaimin berasal dari akademi sepak bola yang sama. Karena itu, dasar-dasar pergerakan keduanya sama, meskipun bermain pada klub yang berbeda. Dan, ketika dua pemain itu dipanggil bergabung dalam timnas, keduanya langsung nyetel dan padu (Note: padu dalam bahasa Indonesia, bukan padu dalam bahasa Jawa yang artinya bertengkar).

Manuver pasangan Amin membuat kubu lawan terhenyak dan shock. Manuver ini mengacaukan dan mengacak-acak komposisi dan line up lawan. Muhaimin Iskandar mempunyai kemampuan sebagai play maker yang bisa menyplai bola-bola matang kepada striker. Sayangnya, Muhaimin tidak mendapat apresiasi yang memadai dari Prabowo Subianto. Gaya permainan Imin dianggap tidak cocok dengan Prabowo.

Di kubu Prabowo banyak pilihan pemain bintang. Imin tidak menjadi pilihan utama untuk menjadi starter. Imin hanya akan menjadi penghangat bangku cadangan. Dalam bahasa suporter Bonek, Imin menjadi camat alias cadangan mati.

Kesempatan tiba untuk meninggalkan klub lama. Imin dengan cepat meloncat di bursa transfer yang sudah memasuki injury time. Imin pun bergabung dengan Anies. Di luar dugaan banyak pundit politik, Imin langsung nyetel dengan Anies, dan keduanya menjadi duet maut yang siap mengacak-acak pertahanan lawan.

Tapi, yang harus diingat adalah bahwa peluit belum ditiup, sepak mula atau kick off belum dimulai. Banyak yang—dengan sinis—menduga bahwa duet Amin akan kehabisan bensin sebelum memasuki babak krusial. Bahkan, banyak yang menduga—dengan dasar atau tanpa dasar—bahwa Imin akan cedera sebelum kick off karena tersandung kasus hukum, dan bisa saja dipaksa untuk CLBK balik ke klub lama.

PDIP mengamati permainan ini dengan saksama. Sebagai juara bertahan PDIP berhati-hati dalam menerapkan taktik dan strategi permainan. Sebagai tuan rumah dan juara bertahan PDIP bisa mengambil inisiatif serangan dan mengepung lawan. Tetapi, PDIP lebih memilih untuk berhati-hati dalam bergerak.

Risikonya, PDIP dianggap parkir bus, tidak berani menyerang, dan kebingungan mencari pasangan yang cocok dengan Ganjar Pranowo. Hal yang sama juga terjadi pada Prabowo Subianto. Kehilangan Imin pada busa transfer musim panas ini membuat Prabowo kaget dan harus menghitung ulang strategi baru.
Imin mempunyai potensi kuat untuk mendulang dukungan nahdliyyin di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dua wilayah itu menjadi Padang Kurusetra yang bakal menjadi penentu kemenangan. Sebagai tuan rumah di Jateng Ganjar dianggap punya keunggulan yang sulit ditandingi pemain lain. Tetapi, di Jawa Timur Ganjar butuh partner untuk bisa melakukan penetrasi.

Prabowo juga demikian. Ia mencari pasangan yang cocok untk menembus Jatim. Itulah logika umum yang dipercaya tiga bakal calon presiden. Karena itu, jatah bakal cawapres kelihatannya akan jatuh kepada pemain dari Jawa Timur. Anies sudah mendapatkan Imin, Ganjar Pranowo mengincar Mahfud Md, dan Prabowo mengincar Khofifah Indar Parawansa.

PDIP sebagai juara bertahan membutuhkan second striker di Jawa Timur. Sampai sekarang PDIP masing menimang-nimang beberapa nama. Karena itu PDIP terkesan defensif, karena sebagai juara bertahan tidak boleh membuat kesalahan sekecil apa pun yang bisa dimanfaatkan oleh lawan.

Itulah yang membuat PDIP terlihat belum bisa mengontrol jalannya pertandingan. PDIP belum mengambil inisiatif untuk menyerang. PDIP terkesan hanya bertahan terhadap serangan lawan. PDIP terlihat seperti memasang barikade parkir bus menghadapi serangan lawan.

Arena rapat kerja nasional (rakernas) PDIP pekan ini menjadi indikasi bahwa PDIP masih belum mengambil inisiatif serangan. Momen ini ditunggu-tunggu sebagai moment of truth untuk mengumumkan calon wakil presiden. Tetapi, ternyata PDIP masih butuh extra time untuk mengumumkan second striker pendamping Ganjar.

Kesebelasan PDIP terlihat belum padu. Manajer tim Megawati Soekarnoputri terlihat belum sejalan dengan kapten tim Joko Widodo. Sebagai petugas partai seharusnya Joko Widodo mengikuti instruksi manajer tim. Tetapi di lapangan terlihat Jokowi bermain sendiri tanpa mengindahkan skema permainan yang sudah disusun Megawati.

Kalau manajer dan kapten tim tidak padu tentu kesebelasan yang bertanding di lapangan akan kacau. Itulah yang tercium oleh lawan sekarang ini. Megawati sebagai manajer tidak kompak dengan Jokowi sebagai kapten tim.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah anggapan itu. Dia mengatakan bahwa isu itu sengaja diembuskan oleh lawan untuk melemahkan PDIP. Semakin Hasto membantah semakin terlihat bahwa PDIP berada pada posisi defensif ala parkir bus.

Cara paling efektif adalah segera mengumumkan second striker pendamping Ganjar. Tapi, situasinya tidak sesederhana itu. PDIP mempunyai pertimbangan yang sangat rumit untuk menentukan pendamping Ganjar.

Suasana tim yang kurang bergairah tercermin pada acara rakernas. Puan Maharani mengeluh karena kader-kader PDIP yang hadir terlihat kurang bersemangat. Bahkan, untuk bertepuk tangan pun mereka tidak antusias. Ibarat pertandingan sepak bola, stadion sepi karena suporter tuan rumah kehilangan semangat. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *