Puisi Minggu Ini: Bambang Kempling
KEMPALAN: Melengkapi ulasan sang guru kreatif dan tak pernah lelah berulah seni, Bambang Kempling, berikut ini saya sertakan puisi-puisinya. Semoga bisa jadi bacaan puisi yang cukup berarti pada minggu ini. Bacalah!
Bambang Kempling – LADANG AIR MATA
Kita di sini sedang menggarap ladang air mata
tentang bumi yang tercabik-cabik
oleh tsunami.
Aku mendengar kabar itu
bersama derai angin dan gerimis
(seperti ikut merasakan kepedihan ini)
Desember tiba-tiba menjadi pucat
Lalu,
apa yang kita bisa berikan
pada luka yang terlalu menganga,
pada ribuan mayat saudara,
pada lebam sejarah kehidupan?
Sedang membalutnya saja
ternyata tangan kita tak mampu
merengkuh pendar-pendar langit
maka,
dengan jiwa
kukirimkan salam kangenku
pada senyum mereka
Semoga tersampaikan.
(Januari 2005)
Bambang Kempling – SUATU MALAM DI PERSIMPANGAN X SBY
di depan, lampu kereta memberi isyarat
pada batu-batu di sepanjang rel
yang sedang berbisik kepada rumput,
kepada pilar jembatan beton
yang angker di atas kepala kita,
bahkan laju mobil-mobil yang melintas
juga mendengarnya.
“Siapa laki-laki itu?”
bisik yang kemudian
menggambar wajahnya sendiri
pada keasingan terbang belalang.
malam belum selesai mengenali kita
ketika roda-roda baja menggilas
embun dari tetes keringat
yang bersetubuh dengan pijar lampu kota.
dan isyarat adalah kebakaan diam
terbawa kereta bersama hembus angin.
(Mei 2004)
Bambang Kempling – ANSAMBEL PUTIH
hadir bersama cahaya
kau simpan wajah kota
dalam gerimis
anak-anak bergaun putih
menebar sunyi
bagai genangan sebaris sukma
(kekasih di balik kelam)
ia catat itu dalam rinai diam
dalam sebuah komposisi
Dadali ataupun Sebastian Bach
:air
sunyi
mengalir
dari nadi ke nadi
(Januari, 2007)
Bambang Kempling – USAI JAM PERTAMA
/1/
beragam kisah
terpatri di setiap butir debu
usai ia menggores mimpi
hidup di kemudian hari
/2/
jari-jari lentik
menari
berselendang embun
“pada samudra kelak kau akan berlayar,” katanya.
/3/
maka,
kau pun mekar
laksana senyum matahari pagi.
(Aming Aminoedhin)
