Bambang Kempling: Hidup itu Sumber Inspirasi bagi Tulisan

waktu baca 3 menit
Bambang Kempling (*)

KEMPALAN: Sosok lelaki yang agak pendiam, tapi cukup kreatif dalam dunia seni ini, bernama pena Bambang Kempling. Selain sebagai penyair, ia juga pandai bermusik. Bahkan buat gitar sendiri dia lakoni dengan baiknya. Sebenarnya ia punya nama asli Bambang Purnomo Setyo, yang lahir di  Lamongan, 17 April 1967. Pernah kuliah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Malang, dan ikut gabung bermain teater di komunitas di Teater Mlarat Malang.

Lelaki ini memang cukup aktif di kegiatan organisasi, terbukti tahun 1986 jadi sekretaris umum Pelajar Islam Indonesia Cabang Sukodadi, Lamongan. Kegiatan yang berhubungan dengan kesastraan  dia tekuni saat ia menjadi mahasiswa. Saat itu, tahun 1987, ia bergabung dengan dengan Teater Melarat Malang. Sayang sekali teater ini tidak bertahan lama sebelum akhirnya bubar. Setelahnya, tepatnya tahun 1990, Bambang bergabung dengan Komunitas Pintu Samping Malang.

Lantas ketika Bambang pulang di kotanya Lamongan. Tahun 1996-2001 ia terpilih sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Ranting Padenganploso, Pucuk, Lamongan. Tahun 2002, Bambang bergabung dengan Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela), dan sangat atif ikut Candrakirana, Kegiatan diskusi sastra bulanan Kostela, yang bulan ini sampai putaran ke-185. Lelaki pendiam ini tak pernah lelah berulah seni, baik sastra, musik, dan teater.

 Pada 1995, Bambang Kempling mengajar di SMP Muhammadiyah XI Sukodadi, Lamongan. Setahun berikutnya, ia pun ditawari untuk mengajar di MTs. Muhammadiyah XXX Pucuk, Lamongan. Terakhir ia sebagai guru SMPN 4 Lamongan. 

Bicara soal menulis sastra, dia mengaku bahwa puisinya ikut barisan penyair Jawa Timur, termuat Malsasa (Malam Sastra Surabaya) beberapa kali, kumpulan puisi rekan-rekan Kostela, dan banyak lagi. Menurutnya, bahwa menulis sastra merupakan suatu proses yang ia dapatkan dari kehidupan dengan cara berusaha memahami hidup itu sendiri. Artinya, apa yang ditulisnya merupakan gambaran kehidupan yang pernah ia alami dengan segala pemahaman berbagai persoalan. Hidup merupakan sumber inspirasi bagi tulisan-tulisan saya. Sebaliknya, dengan menulis ia menemukan kebermaknaan hidup itu.

Karya sastranya termuat di media massa lebih banyak berupa puisi, di antaranya termuat d majalah Indupati dan tabloid Telunjuk. Karya-karya lain yang berbentuk buku antara lain kumpulan puisi “Kata Sebuah Sajak” (2002), antologi puisi “Rebana Kesunyian”(2002), antologi puisi “Imajinasi Nana”(2003), “Fragmen Bawah Jembatan” dalam antologi cerita pendek “Pada Sebuah Alamat” (2004), antologi puisi “Bulan Merayap”(2004), antologi puisi “Lanskap Telunjuk”(2004), antologi puisi “Permohonan Hijau” (2002), dan “Ladang Air Mata” dalam antologi puisi “Duka Atjeh Duka Bersama”(2005). Ada juga puisinya termuat di “Malsasa 2005 – Malam Sastra Surabaya ” lalu ikut “Malsabaru – Malam Sastra Bagi Guru 2011”; lantas buku  terbitan Rumah Buday Kalimasada Blitar “GIR,”dan banyak lagi. Kumpulan pusinya sendiri bertajuk “Karena Ia Bernama Relung” dan “Persinggahan Bayang-bayang.”

Hingga kini masih jadi guru di SMPN 4 Lamongan, dan masih aktif dalam pertemuan Candrakirana ala Kostela setiap bulannya. Biasanya bersama cantriknya Kostela Alang Khoiruddin, Herry Lamongan, dan Pringgo HR. (Aming Aminoedhin).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *