Negeri Konoha yang Rungkad

waktu baca 5 menit
Joget massal di Istana Merdeka pada peringatan HUT RI ke-78. (ist)

KEMPALAN: Pengguna media sosial tidak asing dengan istilah “rungkad”. Kata ini mulai viral di kalangan pengguna media sosial, dan kemudian menjadi lebih dikenal oleh penggemar musik karena menjadi judul lagu penyanyi dangdut Happy Asmara. Banyak masyarakat, terutama anak-anak gaul, yang menggunakan kata rungkad baik di media sosial maupun dalam pergaulan sehari-hari.

Lagu Rungkad menjadi lebih viral setelah dinyanyikan oleh Putri Ariyani dalam upacara peringatan hari kemerdekaan RI ke-87 di Istana Negara (17/8). Putri Ariyani ialah penyanyi tuna netra pemenang Golden Buzzer American Got Tallent yang sempat viral di seluruh dunia, karena kemampuan vokal dan keketerampilannya dalam bermain piano.

Pada acara di Istana Negara, Putri menyanyi sambil bermain piano. Karena irama lagu dangdut yang rancak, seluruh hadirin ikut berjoget. Pasukan upacara pun ikut berjoget komando. Ibu-ibu istri pejabat terlihat bersemangat ikut bernyanyi dan berjoget.

Hiburan ini kelihatannya sudah menjadi tradisi peringatan 17 Agustus di masa kepresidenan Jokowi. Tahun lalu, penyanyi cilik asal Banyuwangi Farel Prayoga diundang ke acara serupa dan menyanyikan lagu ‘’Ojo Dibandingke’’. Farel dan lagunya sontak terkenal dimana-mana setelah penampilan itu.

Penampilan Farel sempat memunculkan kecaman, karena Farel yang masih kanak-kanak menyanyikan lagu bertema dewasa. Kali ini pun penampilan lagu Rungkad memunculkan kecaman. Salah satunya dari pegiat media sosial Roy Suryo. Ia mengecam lagu itu karena lirik lagunya tidak pas untuk ditampilkan pada acara yang seharusnya khidmat.

Secara bahasa, rungkad artinya runtuh, tumbang, hancur lebur, atau roboh. Kata ini berasal dari bahasa Sunda. Rungkad juga diartikan sebagai suatu kondisi yang sedang tidak baik-baik saja, terpuruk, atau sedang menghadapi cobaan.

Dalam penggunaanya, rungkad dapat dikaitkan dengan kondisi seseorang yang sedang kacau atau sedang tidak baik baik saja. Misalnya, “Dia diputus pacarnya, langsung rungkad”, yang maknanya orang tersebut sedang kacau karena hubungannya kandas. Atau “kasihan usahanya rungkad”, yang maknanya usaha orang tersebut sedang bangkrut atau sedang kacau.

Salah satu lirik lagu itu berbunyi “rungkad entek-entekan, kelangan kowe sing paling tak sayang”, artinya “hancur sehancur-hancurnya, kehilangan kamu yang paling ku sayang”. Lagu ini memakai bahasa gado-gado antara Sunda, Jawa, dan Bahasa Indonesia.

Sebelum muncul istilah Rungkad sudah ada terlebih dahulu istilah ‘’Ambyar’’. Kedua kata itu punya konotasi yang kurang lebih sama. Istilah ‘’Ambyar’’ dipopulerkan oleh raja campursari almarhum Didi Kempot untuk menggambarkan suasana hati seseorang yang hancur karena patah hati. Karena lagu-lagunya yang banyak mengeksploitasi patah hati, Didi Kempot pun dinobatkan sebagai ‘’Godfather of the Broken Heart’’, dewa patah hati.

Lirik lagu Rungkad bernuansa negatif, menunjukkan kondisi seseorang yang sedang galau dan bahkan hancur. Kondisinya tidak sedang baik-baik saja, karena harapannya hancur setelah ditinggalkan orang yang dicintai.

Dalam suasana peringatan kemerdekaan Indonesia, pemilihan lagu itu dianggap kurang pas. Roy Suryo menganggap liriknya tidak pas untuk suasana upacara kemerdekaan. Beberapa netizen malah meledek dengan menyebut bahwa lirik lagu itu cocok dengan situasi Indonesia yang remuk karena berbagai persoalan internal.

Tetapi, tim kepresidenan mungkin punya pertimbangan lain, dan ingin memberikan suasana yang lebih cair dan tidak formal. Maka dipilihlah acara hiburan yang ringan dan populer. Tujuannya ingin memberikan konten yang bisa menjadi santapan media sosial dan gampang viral.

Tim media kepresidenan mengusulkan acara yang bersifat ‘’media gimmick’’ supaya bisa memancing liputan media, baik yang konvensional maupun media sosial. Dalam hal ini pancingan itu berhasil. Lagu Rungkad lebih viral ketimbang acara inti dan pidato Jokowi sendiri.

Media gimmick ini sukses menutupi komentar tajam terhadap pidato kenegaraan Jokowi sehari sebelumnya. Dalam pidato di depan Sidang Umum itu Jokowi lebih banyak mengungkapkan ‘’sambatan’’ ketimbang memberikan ‘’sambutan’’.

Jokowi mengeluh karena dijuluki sebagai Pak Lurah, dan disebut-sebut berada di balik manuver partai-parti politik yang berkoalisi. Jokowi juga curhat karena sering disebut sebagai petugas partai. Ia menegaskan, dirinya bukan Pak Lurah, bukan petugas partai. Dirinya ialah Presiden Republik Indonesia.

Penyebutan Pak Lurah adalah kata sandi untuk mengaburkan identitas seseorang. Pengaburan itu hanya samar-samar saja, karena identitas orang tersebut sebenarnya sudah sangat jelas. Ketika seseorang menyebut Pak Lurah, maka yang dimaksud adalah Jokowi. Hal itu mulai populer ketika muncul kasus korupsi bantuan sosial oleh menteri sosial Juliari Batubara. Ketika itu disebut-sebut ada dana haram yang mengalir kepada anak pak lurah.

Pengguna media sosial juga sering menyebut istilah ‘’Negeri Wakanda’’ atau ‘’Negeri Konoha’’. Sebutan itu juga sering kali menjadi trending di Twitter. Sebutan itu jelas merujuk kepada Indonesia. Sebutan itu untuk menggambarkan kondisi negara yang aneh karena ulah pejabat yang bermacam-macam.
Konoha merupakan sebuah desa fiksi di serial anime Naruto Shippuden yang disebut mirip dengan Indonesia, mulai dari masyarakatnya yang beragam hingga kesamaan jumlah pemimpinnya. Inilah yang kemudian membuat banyak warganet setuju menyebut Indonesia sebagai Negara Konoha. Presiden Jokowi juga disamakan dengan Naruto Uzumaki dalam serial tersebut.

Sedangkan negara Wakanda adalah negara fiksi dalam film Black Panther. Negara yang terletak di Afrika itu merupakan negara yang kuat dan kaya raya. Penyebutan Wakanda untuk Indonesia tidak sepenuhnya pas karena Wakanda digambarkan sebagai negara yang adil dan makmur.

Tetapi, netizen suka asal mencomot saja, karena ketika itu film Black Panther sedang terkenal. Netizen mengatakan bahwa penyebutan Wakanda merupakan upaya untuk menghindari jeratan hukum karena melakukan kritik terhadap negara. Netizen takut akan terjerat oleh UU ITE yang dianggap sebagai pasal karet yang bisa menjerat siapa saja.

Calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan melihat fenomena ini sebagai hal yang tidak sehat dalam demokrasi. Penyebutan Wakanda dan Konoha ketika melakukan kritik menunjukkan adanya ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat untuk melakukan kritik. Hal ini, menurut Anies, menjadi preseden buruk dalam demokrasi.

Dalam pidato ilmiahnya di depan mahasiswa Universitas Indonesia (29/8), Anies mengatakan bahwa budaya takut itu harus dihilangkan kalau demokrasi Indonesia ingin sehat. Tidak boleh ada ketakutan dalam melakukan kritik. Hanya negara-negara otoriter dan pemimpin diktator yang mengeksploitasi rasa takut untuk memperkuat kekuasaannya.

Siapakah presiden yang suka menebar teror ketakutan itu? Jokowi? Bukan. Dialah Naruto Uzumaki, Presiden Republik Konoha. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *