Puisi Minggu Ini: Sabrot D Malioboro
KEMPALAN: Melengkapi ulasan tentang tokoh sastra Surabaya yang satu ini, tidaklah lengkap ikut baca puisi-puisi Sabrot. Barangkali perlu mencermati puisinya, adakah juga meledak-ledak seperti saat bicara dengan lawan bicaranya? Nah… cobalah baca puisi-puisinya ini.
Sabrot D. Malioboro – IBU TANPA POTRET
Ikan dalam air
Gundukan pasir
Di bawah cahaya
Tumpuan kasih
Dalam rumah
Ada keterasingan
Seperti di bukit karang
Terganggu petualang
Wajahmu hilang rupa
Di dinding putih gerah
(Surabaya, 2007)
Sabrot D. Malioboro – BULAN BERLAYAR
(ada suara memburu malam)
Meninggalkan jejak kerja menatap ke depan
Tidak mencari alasan lagi tapi kepastian
Memungut daun melemparkan ke tepi laut bebas
Biarpun ada angin kepingin memungutnya kembali
Sedang para pelaut meneropong dari arah jauh
Berharap zaman datang menyuburkan kakilangit
Ingat sebuah dongeng diceritakan tanpa alpa
Kisah musim salju anjing laut kelaparan timbul lagi
Berdiri tegak di atas buritan kapal memandang jauh
Di sana daun-daun kedinginan air garam muntahan bulan
Dekapan malam sekedar tak ada selimut kerinduan
Mata tak berkedip mulut mulut terbungkam urai rambut
Demikian kau membangkitkan kediaman tanpa kata
Tak kuasa menyanyi dan menari menyatu angin sepoi
Hanya batin menuliskan kata demi kata perjalanan
Menyentuh gemuruh mesin kapal menyerahkan napas
Engkau telah mabuk dari anggur ketidakpedulian
Bau busuk mulutmu mengakuinya
Baris kata cinta itu membahana di samudera luas
Setiap detik pun bagai menjemur pakaian dalamnya
Menteskan air di balik kabut pandang sayu
Peganglah erat-erat janji yang kita punyai
Makin jauh- makin jauh di lautan tampak mengecil
Mestikah, kita semakin tertunduk pandang di hari tuaku.
Ya wahai, lantang tangan mengepal tinju bagai sang hero
Merajuk music lenso sinar kekuatan seberkas nilai
Satu kata usia semakin tua dari titik keringatnya
Tiada bintang dekat dinding kaca yang dingin
Rumput laut di permukaan menunggu arus ketepian
Mengingatkan bulu-bulunya rontok ditiup angin
Ada dan tidak ada adalah bersaudara
Sebagai perbedaan tersembunyi di dalam satu sama lain.
(Surabaya, 2008)
Sabrot D. Malioboro – CATATAN BULAN JUNI
Berguguran bibir bulan
atas perjalanan bayang awan
melepas rahasia semesta
Sejauh mana
manusia mengalami
disorientasi dalam kehidupan
sebagai makhluk
yang beradab
Perawan seberang
naik perahu
mawar semerbak di telinganya
Sejauh mana
manusia menjalani
eksistensi beragama
tanpa andalan
nilai keimanan
Setiap musim ia dulu
meninggalkan rumah
berani sumpah
saling mencinta
Sejauh mana
akal sehat
sudah dikalahkan
oleh nafsu jahat
Angin manis
hujan gerimis
kepak sayap
sang garuda
menebas daun kelapa
tegar terbang tinggi
Adakah kau kembali?
Sejauh mana
kekuasaan semakin
dikejar mengukuhkan
harga diri
Di Argopolo
api masih ibarat
membara dalam sekam
Di Poso
kehidupan dalam
kesepian dan kepiluan
Di Papua
orang masih belum selesai
bicara tentang
kemerdekaan – kebebasan – kedamaian
Luka jiwa
yang ditinggalkan
berbagai kekerasan
kekuasaan lebih
terasa perih
bagai kita – bagai kami
(kita semakin terasing
dari penghayatan
kebersamaan sebagai kita)
Akhirnya
kita temukan
pertentangan antara
aku dan kau
atau kami dan kalian
sudah kian larut.
(Surabaya, 2007)
Aming Aminoedhin