Puisi-Puisi Permintaan: Apakah saya penyair? Saya Tidak Tahu

waktu baca 2 menit
Amang Mawardi (kiri)

KEMPALAN: Apakah saya menulis puisi? Ya, saya menulis puisi, tapi tidak sering. Paling-paling dalam 1-2 bulan cuma satu puisi yang saya hasilkan. Bahkan pernah dalam kurun waktu 5 tahun, tak satupun puisi saya tulis, meski dalam seminggu saya pernah  menulis satu puisi. Beberapa kali. 

Berapa jumlah seluruh puisi saya sejak  pertama kali dimuat pada tahun 1972 di Mingguan Pelita Kota? Sekitar 175 puisi.

Dari jumlah itu, selain yang pernah dimuat di Pelita Kota, juga dimuat pada Mingguan Surabaya Express, Harian Bintang Baru, Harian Jawa Pos, Majalah Dewi, juga yang saya muat pada channel ‘Puisi Amang Mawardi’ di YouTube. 

Ada juga yang dimuat pada 8 buku puisi antologi bersama.

Dari puisi-puisi yang telah dimuat di media cetak dan sejumlah puisi baru yang totalnya 60 judul,  pernah pada tahun 2016 saya bukukan dalam kumpulan puisi tunggal saya:  ‘Tiang Tiang’. 

Mungkin lantaran jumlah puisi saya cuma 175 biji yang saya tulis dalam kurun waktu seputar 50 tahun, juga barangkali lantaran saya lebih dikenal sebagai wartawan katimbang penulis puisi, atau bisa jadi puisi-puisi saya dianggap  jelek, saya tidak pernah diundang dalam forum-forum kepenyairan. Kecewakan saya, ya enggaklah.

Ingin tahu puisi saya? Saya kasih contoh dua biji saja ya.

KORIDOR

Memanjang

Membiaskan sepi

Seperti hari-hariku yang merindukan tembang asmaradana

Adakah gadis berkulit kuning melintasi tempat ini

menyenandungkan tembang itu?

Ah, semakin sepi sajakah hari-hariku

Ataukah ada gema yang memantulkan rindu

(1978) 

SUARA MALAM

Suara-suara kelam yang kamu lantunkan pada malam-malam berlalu

telah sampai pada dinding kalbu menajamkan rinduku, sebilah sembilu

Kita masih jalani perpisahan ini

sejak haru biru meruang

mengisi hari-hari pilu

Keteringat janji di bawah gapura

untuk mengisi ruang dan waktu

dengan wangi bunga putih itu

Juga sebaris puisi yang kamu bacakan

sebelum  lambaikan tangan:

kita adalah cengkerik, bukan kecoa bergidik! 

Oleh sebab itu ganti suara-suara kelam dengan simfoni cengkerik malam, adikku

Telah kukirim lagu jiwa merdeka

seraya terus kuasah sembilu 

agar ingatan masa dulu tak akan berlalu

Di bawah gapura kita janji kembali bertemu

Kan kubawakan bunga putih itu

(2016)

(*) Amang Mawardi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *