Yusuf Husni: Naluri Saya, PG Bakal Gabung PDIP Mendukung Ganjar
SURABAYA-KEMPALAN: Penasihat Partai Golkar (PG) Jatim Yusuf Husni memprediksi
pertunjukan “ludruk politik” yang digelar PG akan segera berakhir. Pasalnya, penonton sudah sangat paham akhir dari cerita atau endingnya sebelum ludruk itu selesai.
“Jadi, sebelum ludruk selesai, penonton sudah bubar karena sudah tahu akhir dari ceritanya, sehingga tidak menarik lagi,” kata Yusuf Husni kepada kempalan.com, Jumat (21/7).
Lebih lanjut Yusuf Husni mengatakan, naluri politiknya membisikkan bahwa Ketua Umum AH (Airlangga Hartarto) tidak jadi mencalonkan diri sebagai capres (calon presiden) di Pemilu 2024 sesuai hasil keputusan Munas 2019. Mengingat, kendaraan politik yang namanya KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) dua
rodanya sudah mulai melepaskan diri, karena merasa bebannya sudah sangat berat untuk mencapai tujuan.
Dengan lepasnya dua roda tersebut, lanjut Yusuf Husni, KIB boleh dibilang sudah tidak layak jalan. Sementara untuk mencari ban serep, sudah tidak memungkinkan karena sudah diambil kendaraan lain. Sehingga, untuk menyelamatkan penumpangnya, terpaksa dipindahkan ke kendaraan lain.
“Itulah realita politik kondisi PG saat ini dalam kontestasi capres,” kata Yusuf Husni yang juga Ketua Umum PPK-K57.
Masih berdasarkan naluri politiknya, Yusuf Husni memprediksi kendaraan politik yang dipilih PG mempunyai kecenderungan kendaraan yang “Aman” tapi belum tentu “Nyaman”. Kendaraan yang dimaksud adalah PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan mendukung GP (Ganjar Pranowo) sebagai capres di Pemilu 2024.
Dijelaskan Yusuf Husni, proses politik yang mengubah keputusan Munas 2019 tersebut tidaklah mudah, tapi wajib dilakukan secara kontitusional.
“Hanya saja, Ketum AH harus hati-hati dalam hal ini, mengingat posisinya sekarang dilingkari oleh gerombolan penjilat yang bisa berubah setiap saat untuk menikam dirinya. Termasuk PG Provinsi yang sedang berselancar menunggu angin politik yang tepat,” ujar mantan Anggota DPRD Jatim dan DPRD Kota Surabaya itu.
Munaslub
Menurut Yusuf Husni, belum dideklarasikannya AH sebagai capres pada Pemilu 2024 menjadi pemicu goyangnya PG saat ini. Untuk menyelamatkan PG, selain gabung PDIP, maka salah satu jalan harus menggelar Munaslub (Musyawarah Nasional Luar Biasa), sehingga Ketum AH harus mundur dari jabatannya.
“Anehnya, RH (Ridwan Hisyam) yang mewacanakan Munaslub malah diusulkan agar ditindak tegas oleh Dewan Etik Partai Golkar. Padahal RH ingin menyelamatkan PG,” kata Yusuf, tak habis pikir.
Yusuf membeberkan,
sejak pemilu digelar pascareformasi, PG praktis selalu berada di urutan tiga teratas. Namun, sejak itu PG tak kunjung berhasil mendudukkan kadernya di kursi RI-1 atau Presiden. Capaian tertinggi adalah posisi Wakil Presiden, yakni Jusuf Kalla (JK).
Hasil Pemilu 2019, PG menjadi runner-up di bawah PDIP. Meraih 17,23 juta suara dan menempatkan 85 kadernya di DPR RI. Di bawah PG, ada Partai Gerindra dengan 78 kursi dan Nasdem (59 kursi). Namun, meski di posisi kedua, menyongsong Pilpres 2024, PG relatif kurang dinamis dibandingkan parpol lain yang ada di bawahnya.
“Tidak hanya AH yang harusnya mundur, namun juga harus diikuti oleh para pengurus PG lainnya di tingkat pusat. Mengingat dalam kepengurusan pusat PG kolektif kolegial, sehingga semuanya menjadi tanggung jawab bersama,” jelas Yusuf.
Menurutnya, saran dari dewan pakar untuk segera membentuk poros baru merupakan bentuk kegelisahan politik para dewan pakar. Sebab, sangat jelas bahwa AH tidak akan mungkin bisa melaksanakan amanat munas.
“Karena dari poros KIB yang dibentuk sudah sangat jelas dan tidak bisa diharapkan lagi,” tegasnya.
Logika politinya, saat ini parpol yang tergabung dalam KIB sudah punya sikap lain dalam menentukan capres, karena sosok AH tidak bisa diharapkan lagi.
Dengan hengkangnya dua partai dari KIB, lanjutnya, dewan pakar menilai mimpi politik PG sudah tidak bisa diharapkan lagi, sehingga sangat wajar dewan pakar memberi saran untuk membentuk poros baru.
“Itupun sangat sulit dilakukan, kecuali mengubah mimpi dengan mendukung capres dari partai lain,” ujarnya.
Posisi PG saat ini, lanjut Yusuf Husni, ibarat berlayar tanpa arah dalam badai politik yang sangat besar, sehingga sangat membutuhkan nakhoda baru untuk menyelamatkan agar tidak karam.
“Bagaimana menyelamatkan PG, maka jalan satu-satunya AH dan pengurus tingkat pusat ramai-ramai mundur dari jabatannya dan secepatnya gelar munaslub,” tegasnya.
Yusuf Husni tidak ingin partainya turun kasta menjadi partai gurem. Indikasinya sudah tampak. Saat ini elektabilitas ada di kisaran 6 persen. Jauh di bawah perolehan Pemilu 2019 yang sekitar 14 persen. Demikian pula elektabilitas capres atau cawapres, turun.
“Ini harus kita evaluasi,” pungkas politikus PG yang akrab disapa Cak Ucuf ini. (Dwi Arifin)
