Cawe-Cawe dan Impeachment

waktu baca 5 menit
Denny Indrayana (istimewa)

KEMPALAN: Denny Indrayana makin rajin mengeluarkan bocoran informasi penting, mulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, sampai bocoran lain yang menarik perhatian publik. Selain itu, Denny Indrayana juga semakin rajin menulis surat terbuka kepada banyak orang.

Setelah menulis surat terbuka kepada Megawati Soekarnoputri, Denny kemudian menulis surat kepada pimpinan DPR RI. Isinya sangat serius, dia minta pimpinan DPR mendorong proses pemakzulan (impeachment) kepada Presiden Jokowi.

Denny menyebut ada dugaan pelanggaran konstitusi oleh Jokowi. Pengakuan Jokowi bahwa dia akan cawe-cawe dalam proses pemilihan presiden dianggap sebagai pokok pangkal Jokowi layak diajukan ke sidang impeachment.

Menurut Denny, ada tiga dugaan pelanggaran oleh Presiden Jokowi, yaitu menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden.

Presiden Jokowi dianggap membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengganggu kedaulatan Partai Demokrat dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

Presiden Jokowi dianggap menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

Denny mengatakan bahwa sebagai bukti awal, kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya. Dia menyarankan agar DPR melakukan investigasi melalui hak angket yang dijamin UUD 1945.

Dalam mekanisme demokrasi, pemecatan presiden hanya dapat diajukan oleh DPR kepada MPR setelah terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi guna mengadili dan memutus pendapat DPR tentang hal pelanggaran yang dilakukan presiden.

Prosesnya ribet dan panjang karena 80 persen kursi DPR sudah dikuasai oleh koalisi. Akan tetapi, tidak berarti pemakzulan mustahil dilakukan. Dalam politik tidak ada kata mustahil.

Tiga partai anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan terlihat makin solid dan tegar di tengah berbagai godaan dan rayuan. Tiga partai ini akan menjadi modal penting dalam gerakan oposisi untuk mendongkel Jokowi. Jika usulan impeachment muncul maka tidak ada yang menjamin bahwa usulan tidak disambut oleh partai lain yang sekarang masih ada di koalisi.

Melihat beberapa perkembangan terakhir terlihat indikasi ada partai yang kurang betah berada di koalisi. Tidak semua partai koalisi merasa senang oleh manuver PDIP sebagai partai pemenang. Gugatan PDIP agar sistem pemilu dikembalikan pada sistem proporsional tertutup ditolak mentah-mentah oleh 8 fraksi parpol di DPR. Ini menjadi sinyal merah bagi PDIP supaya lebih waspada terhadap gerakan partai lain. Ketika situasi menjadi tidak menguntungkan, bisa saja koalisi pendukung pemerintah goyah dan bubar.

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia sudah banyak diwarnai oleh insiden politik yang berakhir dengan impeachment. Tercatat 3 presiden mengakhiri jabatannya karena impeachment. Kepemimpinan Presiden Soekarno bertahan 22 tahun dan kemudian berakhir dengan impeachment yang diwarnai dengan pertumpahan darah. Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun, tetapi takhirnya terguling oleh gerakan rakyat yang didukung mahasiswa.

Pada 23 Juli 2001, Presiden Keempat Abdurrahman Wahid dilengserkan dari jabatannya oleh MPR RI. Saat itu, presiden masih dipilih oleh MPR dan disebut sebagai pemegang mandat atau mandataris. Pemakzulan dalam Sidang Istimewa MPR dilakukan karena Gus Dur dianggap telah menyalahi haluan negara. Pemakzulan itu merupakan puncak perseteruan Gus Dur dengan mayoritas partai politik di Senayan yang kala itu ikut berperan memilih Gus Dur sebagai presiden pada 1999.

Gus Dur diangkat oleh Poros Tengah yang diprakarsai oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang berkoalisi dengan Akbar Tanjung dari Golkar dan partai-partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan.

Tujuan poros tengah adalah menghambat Megawati Soekarnoputri dari PDIP supaya tidak bisa menjadi presiden RI meskipun partainya menjadi pemenang pemilu.

Pemakzulan Gus Dur dipicu oleh laporan yang disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dolar AS. Selain itu, Gus Dur juga diduga menggunakan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS.

Konflik antara Gus Dur dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR makin tajam setelah keluarnya Dekrit Presiden 23 Juli 2001.

Gus Dur yang tidak hadir dalam sidang itu, dicopot dari kursi presiden RI. Gus Dur sempat bertahan di Istana, tetapi keesokan harinya, Kamis, 26 Juli 2001, Gus Dur keluar dari istana dan langsung terbang ke Amerika Serikat (AS) untuk berobat.

Tampuk kepresidenen kemudian beralih ke Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz sebagai wakil presiden.

Kisah impeachment yang lebih dramatis dialami oleh Soekarno. Sang proklamator yang membidani lahirnya Indonesia harus mengakhiri karier politiknya secara tragis, diisolasi, dan disingkirkan dari kekuasaannya.

Rencana kudeta oleh PKI pada 1965 gagal dan membawa kehancuran bagi partai itu. Soekarno kehilangan pendukung politik terkuatnya. Politik keseimbangan yang dia mainkan sejak awal 1960-an runtuh dan Angkatan Darat yang menjadi musuh politik utama Soekarno makin kuat dan mendominasi.

Jenderal Soeharto perlahan mengambil alih panggung dan menyisihkan Soekarno. Kekuatan politik Soekarno surut dengan cepat setelah terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Pada 12 Maret Soeharto membubarkan PKI dan pada 18 Maret menangkap 15 menteri loyalis Soekarno.

Lalu, pada 27 Maret Soekarno terpaksa mengumumkan kabinet baru bentukan Soeharto. Pembersihan loyalis Soekarno pun terjadi di kalangan militer dan birokrasi. Dominasi Soeharto pun menguat di kalangan anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang anti-Soekarno.

Pada 22 Juni 1966 di hadapan MPRS Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban selama jadi presiden yang dijuduli Nawaksara, tetapi MPRS yang sudah berada di luar kendali Soekarno menolak pertanggungjawaban itu.

Soekarno makin terdesak. Pada 22 Februari, Soekarno mengumumkan kesediaannya menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada pengemban Supersemar Soeharto. Kejatuhan Soekarno makin dekat.

Pada Sidang Istimewa MPRS 7 Maret 1967 memutuskan mencabut kekuasaan Presiden Soekarno dan sekaligus menetapkan Letnan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Soeharto kemudian berkuasa selama 32 tahun dan dianggap mempunyai kekuatan yang tidak tergoyahkan. Tetapi, akhirnya Soeharto dipaksa mundur oleh demonstrasi mahasiswa yang mendapat dukungan dari kroni-kroni Soeharto di kekuasaan.

Impeachment adalah mekanisme demokrasi yang dijamin oleh konstitusi, tetapi bisa menjadi preseden buruk dalam bernegara. Negara demokrasi matang seperti Amerika Serikat sangat menghindari impeachment.

Jika harus terjadi–sebagaimana dialami Presiden Nixon pada 1972—dia langsung diampuni dan diputihkan oleh Presiden Gerald Ford yang terpilih menggantikannya. Presiden Bill Clinton hampir di-impeach pada 1997 karena terlibat skandal seks dengan Monica Lewinsky, pegawai magang di Gedung Putih. Clinton akhirnya diampuni dan kasusnya tidak dilanjutkan.

Di Indonesia, impeachment sudah menjadi bagian dari sejarah politik. Sekali terjadi impeachment akan terjadi lagi di episode berikutnya. Hukum besi ini berlaku di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *