Doktor Erick Thohir
KEMPALAN: Erick Thohir, Menteri BUMN, tidak pernah sepi dari pusaran berita. Jumat (2/3) lalu Erick menerima anugerah gelar doktor kehormatan dari Universitas Brawijaya, Malang. Tapi, penganugerahan gelar itu diprotes oleh sejumlah mahasiswa yang melakukan unjuk rasa.
Awal Februari lalu Erick Thohir juga menjadi sentra pemberitaan di Jawa Timur bersamaan dengan digelarnya puncak peringatan 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta Sidoarjo (7/2). Ketika itu Erick menjadi ketua panitia dengan menyandang predikat sebagai anggota Banser yang bersertifikat.
Tidak ada yang melakukan unjuk rasa menentang Erick ketika itu. Tetapi, keterlibatan Erick sebagai ketua panitia menjadi sasaran kritik banyak kalangan. Kritik itu muncul karena banyaknya poster dan baliho bergambar wajah Erick di wilayah Sidoarjo. Bahkan, baliho bergambar wajah Erick memenuhi area sekitar Masjid Al-Akbar Surabaya.
Keterlibatan Erick sebagai ketua panitia 1 Abad NU itu dituding sebagai manuver politik. Pucuk pimpinan NU dianggap sengaja memberi panggung politik kepada Erick yang menjadi salah satu kandidat wakil presiden pada kontestasi 2024.
Kali ini Erick menjadi sasaran kritik mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang yang menganggap Erick tidak layak menerima anugerah doktor honoris causa. Acara penganugerahan gelar doktor kehormatan pun diwarnai unjuk rasa. Sekitar 80-an mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Universitas Brawijaya menolak pemberian gelar tersebut.
Puluhan mahasiswa itu menggelar demonstrasi di dekat gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya yang menjadi lokasi acara penganugerahan gelar. Mereka bahkan telah berkumpul sejak acara belum dimulai.
Akan tetapi langkah para mahasiswa itu terhenti karena mereka dilarang mendekati lokasi sidang senat terbuka di gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya oleh aparat kepolisian dan satuan pengamanan kampus. Mahasiswa didorong mundur dan dilarang mendekat untuk menyampaikan aspirasi langsung. Seorang mahasiswa mengaku perutnya dipukul seseorang di bagian pengamanan.
Mahasiswa mengecam Universitas Brawijaya yang dianggapnya sebagai kampus yang mengobral gelar kehormatan dengan motivasi politik. Memberi gelar doktoer kehormatan kepada Erick pada saat menjelang tahun politik seperti sekarang dianggap sebagai manuver politik praktis. Menurut para mahasiswa, Erick Thohir tidak layak mendapat gelar kehormatan karena tidak aka nada kontribusinya terhadap pengembangan akademik di Universitas Brawijaya.
Erick mendapat anugerah doktor kehormatan dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya bidang manajemen strategi. Erick menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘’Enternitas Transformasi BUMN’’.
Poster ucapan selamat kepada Erick Thohir terpampang di kampus tersbut. Salah satunya berasal dari BUMN, Perusahaan Listrik Negara. Poster berjajar di sepanjang jalan Veteran Kota Malang. Selain itu, baliho besar juga terpampang di pintu masuk kampus Universitas Brawijaya. Bahkan puluhan karangan bunga ucapan selamat juga berjejer di sepanjang jalan utama di Universitas Brawijaya.
Selain Erick Thohir sejumlah politikus lainnya juga sempat mendapatkan gelar Honoris Causa dari Universitas Brawijaya. Di antaranya adalah Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Juli 2022. Ada juga nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar yang mendapat gelar Profesor Honoris Causa dalam Bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Alam dari Fakultas Pertanian kampus itu.
Gerakan penolakan terhadap obral gelar kehormatan dilakukan oleh sejumlah guru besar dan dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Para guru besar itu menolak kebijakan pemberian gelar kehormatan–baik doktor honoris causa maupun guru besar kohormatan—kepada pejabat publik, karena hal itu dianggap mencederai intelektualitas.
Tokoh publik yang paling banyak mendapat gelar doktor kehormatan ialah Megawati Soekarnoputri. Ia punya sederet gelar doktor honoris causa dan dua gelar guru besar kehormatan, salah satunya dari Universitas Pertahanan (Unhan). Megawati juga mendapatkan gelar kehormatan dari universitas di luar negeri, seperti Korea Selatan.
Megawati terlihat senang dengan gelar-gelar itu. Terbukti dia sering membanggakan gelar-gelar itu dalam berbagai kesempatan. Ia mengatakan masih akan ada gelar-gelar kehormatan yang akan diberikan kepada dirinya, dan ia memberikan indikasi akan tetap menerima gelar-gelar itu.
Gelar doktor kehormatan maupun guru besar kehormatan sering menjadi komoditas politik, dan sering juga diperjualbelikan kepada orang-orang yang tidak layak dan tidak berhak. Beberapa tahun yang lalu hal itu sempat menjadi kontroversi dan para penerima gelar kehormatan sempat tiarap.
Tapi belakangan obral gelar itu semakin marak, terutama kepada pejabat-pejabat publik dan tokoh politik. Puan Maharani menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Diponegoro, Semarang, dan Muhaimin Iskandar menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Tidak semua civitas akademi rela dengan obral gelar itu, tapi kampus tidak peduli.
Kali ini Universitas Brawijaya juga mengalami hal yang sama, dan menjadi sasaran kritik yang sama. Pemberian gelar doktor kehormatan kepada Erick Thohir lebih banyak karena pertimbangan politik ketimbang pertimbangan akademik. (*)