Nglurug Tanpa Bala, Sugih Tanpa Bandha
OLEH: Aming Aminoedhin
KEMPALAN: TIDAK hanya menulis sastra dengan bahasa Indonesia, tapi juga bahasa Jawa. Bahkan karyanya novel berbahasa Jawa berjudul Pupus Kang Pepes, mendapat Hadiah Sastra Rancange. Pernah juga karya cerkaknya Tatu-tatu Lawas dan novelnya Kidung Katresnan menang juara lomba di Pusat Kesenian Jawa Tengah (PKJT) Surakarta; sudah sekian tahun yang lalu.
Tokoh sastra minggu ini, adalah sosok lelaki yang pendiam, tapi ternyata tidak pernah diam dalam berkarya dan menulis sastra. Lelaki selalu tampil sederhana itu kelahiran desa Kauman – Sumoroto – Ponorogo, pada 19 Maret 1953 itu, bernama Suharmono. Dalam hal menulis karya sastra, baik berbahasa Indonesia maupun Jawa, sering menggunakan nama Suharmono K. Huruf K di belakang namanya adalah singkatan dari kata Kasijun, nama lengkap dari ayahnya Kasijun Atmosukarto. Jadi ketua PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya), pernah dijabatnya tiga kali periode. Ampuh temenan!
Bicara karyanya berbahasa Indonesia, novelnya berjudul Den Bagus pemenang harapan Lomba Novel yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta 1980. Beliau pernah juga mendapatkan hadiah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur. Adapun dalam menulis karya sastra, beliau juga pernah menggunakan nama samaran: Ayomi Tyas Wening.
Soal penghargaan, tidak hanya itu saja, pernah pula beliau ini mendapatkan penghargaan seni bidang sastra dari Gubernur Jawa Timur (2005). Selang beberapa tahun terakhir ini, baru saja menerbitkan buku: Kidung Lingsir Wengi (kumpulan Guritan, 2013), Kakang Kawah Adhi Ari-ari (novel bahasa Jawa, 2017), dan Den Baru (novel berbahasa Indonesia, 2018).
Suharmono sekolahnya dari SD s.d. SMA kelas I berada di SMAN 1 Ponorogo, yang berada di kota kelahirannya Ponorogo. Kemudian beliau pindah ke Surabaya, melanjutkan di SMA Muhammadiyah 1 Surabaya hingga lulus. Usai lulus SMA melanjutkan kuliah di IKIP Malang dan Surabaya. Selanjutnya beliau juga bisa merampungkan S-2 dan S-3 di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), lantas jadi dosen pada universitas yang memberinya gelar doktor sastra tersebut. Beliau jadi dosen sastra di Universitas Negeri Surabaya, hingga pensiun 2018 lampau.
Dalam dunia tulis-menulis, merawat, menjaga, dan menumbuh-kembangkan sastra Jawa, tokoh sastra kita Suharmono. K. ini, tidak bisa diragukan lagi kiprahnya di Jawa Timur. Selain tulisan karya sastra Jawanya, kerap dapat hadiah dan penghargaan yang saya sebutkan di muka; beliau, bersama almarhum Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo, pada tahun 1977 mendirikan Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS). Sebuah organisasi pengarang sastra Jawa yang masih tetap eksis hingga sekarang ini.
Ketika memimpin PPSJS ternyata banyak yang telah dilakukan, di antaranya penerbitan buku sastra Jawa. Lantas mengadakan sarasehan, bedah buku, atau pentas baca sastra karya anggota PPSJS yang dibukukan. Baik di kota Surabaya, Blitar, Surakarta, maupun Yogyakarta.
Sebagai catatan periode kedua kepemimpinan beliau bisa mengajak teman-teman PPSJS terbitkan buku kumpulan guritan Kabar Saka Bendulmrisi (KSB, September, 2001). Pada era kepemimpinan ketiga, terbitkan: Mlesat Bareng Ukara (MBU, April, 2014), Gurit Bandha Donya (GBD, September, 2014), dan Sandhal Jepit Taline Abang (SJTA, September, 2016), serta Othak-Athik Gathuk (OAG, Agustus, 2018).
Kumpulan MBU adalah kumpulan guritan yang isinya ditulis dari beberapa anggota PPSJS, dan komunitas lain. Seperti komunitas PSJB (Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro), Kostela (Komunitas Teater Lamongan), dan Sanggar Triwida Tulungagung. Kumpulan GBD adalah kumpulan dua bahasa, Jawa dan Indonesia yang ditulis anggota PPSJS sendiri.
Sementara itu untuk buku SJTA berisi naskah kumpulan cerita cekak dan guritan yang terbit dalam rangka ultahnya PPSJS ke-39, ditulis oleh anggota PPSJS dan mahasiswa sastra Jawa Unesa pada waktu itu. Sedangkan buku OAG, berisi tulisan esai, cerkak, dan guritan; dengan melibatkan penulis para dosen atau akademisi, seperti: Dr.Tengsoe Tjahjono (Unesa), Dr. Ida Nurul Chasanah (Unair), dan Dr. M. Shoim Anwar, M.Pd. (Unipa-Surabaya).
Dari gerakan penerbitan buku sastra Jawa inilah, meneguhkan Suharmono Kasijun, seba-gai Ketua PPSJS memang tak tergoyahkan, serta kiprahnya tak bisa diragukan lagi dalam me-numbuh-kembangkan sastra Jawa di Surabaya, Jawa Timur, bahkan Nasional.
Setelah pensiun dari tenaga dosen di Unesa Surabaya, beliau kemudian pindah mengajar di Universitas NU Surabaya (Unusa). Kiprahnya tidak berhenti berkarya menulis sastra Jawa, dua tahun lalu menerbitkan buku novel bejudul Guwing (novel bahasa Jawa, 2021).

Hal ini jadi bukti Suharmono Kasijun, meski telah pensiun tetap saja berkarya dengan menulis sastra Jawa. Menulis sastra Jawa seperti nafasnya dalam perjalanan kehidupannya. Di tengah musim virus korona dan pandemi, beliau tetap menulis dan berkarya sastra. Sungguh, sastrawan Jawa yang mumpuni, yang menulis: gurit, cerkak, dan novel; dilengkapi pula pernah jadi Ketua PPSJS tiga kali periode hingga kini. Sungguh, lelaki pendiam yang luar biasa!
Ditanya soal konsep hidupnya, beliau mengatakan, “Sebagai orang Jawa saya berusaha menerapkan pandangan hidup orang Jawa: lembah manah, hidup harus migunani tumrap bebrayan (bermanfaat bagi masyarakat), nglurug tanpa bala, sugih tanpa bandha, menang tanpa ngasorake.”
Menurut beliau naskah terbaru yang terbit 2021 novel Guwing itu, adalah cerita tentang orang yang cacat anggota tubuhnya, tidak berkaki, dan tangan hanya sebelah, dengan bibir yang sumbing. Tokoh ini yang dimanfaatkan orang lain untuk menimbun kekayaan. Guwing mengalami perjuangan yang berat untuk menemukan jati dirinya dan dalam menemukan Tuhannya. Sementara itu, masih dalam penggarapan penulisan novel baru lagi, dan sekarang sedang dikerjakan adalah novel berlatar belakang ontran-ontran 1998, yang dialami oleh seorang aktivis pengurus Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM), dan baru selesai 50 persen.
Ditanya soal mengajar di UNUSA sejak kapan, dan bagaimana? Beliau mengatakan, bahwa, “Mengajar di Unusa sejak tahun 2018. Yang menarik di Unusa saya menemukan suasana baru, dengan suasana yang agamis (Islam). Mahasiswa banyak keluaran pondok. Saya merasakan situasi kampus yang Rahmatan lil-Alamin sesuai dengan visi Unusa.”
Salam sehat teruslah semangat Pak Harmono, selamat happy milad di bulan ini, panjang yuswa nan barokah, dan murah rejeki. Semoga pula bisa segera rampungkan novel yang kini sedang dalam proses selesai itu. (*)
Mojokerto, 3 Maret 2023
Editor: DAD
