Anies Tekun Menanam, Saat Butuh Ia Tak Susah Memetiknya

waktu baca 4 menit

KEMPALAN: Kebaikan itu seperti sengaja ditanamnya di mana-mana. Seperti tak ada ruang yang tak tersentuh untuk ditanaminya. Menanam apa saja yang bisa ditanaminya. Hidup seperti tiada waktu tanpa menanam, tentu dalam makna yang lebih luas. Tidak sesempit sekadar bercocok tanam.

Menebar kebaikan pada orang lain, pada beragam lapisan masyarakat, sembari tidak berpikir sedikit pun suatu saat ia bisa petik sepuasnya hasil yang ditanamnya. Jika saat ini ia tampak seakan mudah memetiknya, tentu itu tak diniatkan pada awalnya–seperti menanam padi dan memetik hasilnya saat panen tiba–terpenting menanam kebaikan, tanpa berharap itu seolah rumus matematik dengan serba kepastian.

Dan, jika hasil menanam kebaikan itu lantas ia terima pada saatnya, itu sesuatu yang wajar saja. Tidak perlu pihak lain mencemaskan lalu menjadikannya musuh. Apalagi sampai memunculkan persekongkolan jahat, hendak mencabuti apa yang sudah ditanamnya. Hal mustahil, karena yang ditanam itu akarnya sudah menembus ke relung hati terdalam. Bagaimana mungkin bisa mencabutinya.

Prinsip asasi yang dipegang sederhana saja, tebar kebaikan seluasnya. Jika karenanya ia bisa memetik sepuasnya, atau bisa memetik hanya sebagian, bahkan jika tidak dapat memetiknya sama sekali pun tak menjadi masalah. Terpenting ada nilai kebaikan yang disebar, dan terus disebar. Itu saja.

Pada saatnya tiba, tanpa upaya keras memetik sekalipun, berduyun orang berlomba memetikkan untuknya apa yang ditanamnya dulu kala. Itulah sekilas gambaran sosok yang memilih jalan tidak saat membutuhkan saja tampil berlomba menanam, lalu secara instan ingin memetik dengan berbagai cara dimungkinkan.

BACA JUGA: Anies dan Panggung yang Dihadirkan

Anies Baswedan sosok yang tidak memilih menanam sebagaimana seseorang yang tampil layaknya pemimpin, yang cuma mengandalkan adegan pencitraan dipertontonkan, tampak norak. Adegan yang seperti diulang-ulang, menggendong bayi dari tangan seorang ibu sambil mengangkat-angkat bayi itu di tengah lautan massa, yang seperti massa bayaran mengerubutinya.

Lanjut adegan memeluk bapak tua yang tampak lusuh. Saat pipi sang bapak ingin ditempelkan ke pipinya, secepat kilat ia mengelak menarik wajahnya. Sambil mengalihkan wajahnya memilih menjabat tangan massa lainnya, yang seolah mengelukannya. Adegan itu direkam dan memang untuk disebar, seolah laku sikapnya dekat dengan orang kecil.

Inilah jenis manusia yang menanam tak sepenuh hati. Menanam hanya sekadar kebutuhan, tapi ingin mendapat hasil sepuasnya. Kebaikan dipertontonkan saat hajat jadi harapan, meski itu sulit bisa di dapat. Seolah ingin mengulang pemimpin sebelumnya yang cukup menanam tanaman pencitraan, sambil berharap memetik hasil sepuasnya.

Anies Baswedan menanam di mana saja, tidak hanya saat diamanahi sebagai Gubernur DKI Jakarta, di mana ia memenuhi seluruh janji kampanyenya satu persatu. Jauh sebelum itu, Anies rutin menanam kebaikan sebagai pilihan jalan hidupnya. Jejak digitalnya mudah dilihat, jika serius mau bersungguh melihatnya.

Di antaranya, Indonesia Mengajar adalah sebuah proyek yang diinisiasi Anies, dan itu untuk kesetaraan dan pemerataan pendidikan. Upaya menghadirkan pendidikan berkualitas, yang tidak cuma di kota besar saja kualitas itu bisa didapat, tapi sampai ke pelosok negeri.

BACA JUGA: Anies dan Magnet yang Menggerakkan

Begitu pula saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies membangun–kata lain dari menanam dengan hati–bukan sekadar membangun agar kota tampak menawan, tapi lebih dari itu membangun apa yang jadi kebutuhan warganya. Karenanya, jejak Anies di Jakarta akan terus terasa dan dikenang, sulit untuk dilupa meski coba dinafikan.

Jika akhir-akhir ini muncul upaya mencabuti tanaman yang dirawat sepenuh hati, itu pastilah pekerjaan sia-sia. Tak akan mampu menjatuhkan Anies, karena yang ditanam itu “pohon kehidupan” agar hidup warga lebih sejahtera. Maju kotanya, bahagia warganya. Bukti itu sudah diperlihatkan Anies dengan senyatanya. Beragam penghargaan didapat, buah pengakuan akan kerja kolaboratif yang dijalankan dalam membangun Jakarta.

Jalan Anies Baswedan untuk menanam kebaikan sepertinya akan terus diharapkan. Tampak pada rakyat yang mengelu-elukan setiap silaturahmi di setiap daerah yang dikunjungi, itu bagai perayaan petik hasil menanam kebaikan yang selama ini ditanamnya. Semua seperti berbondong digerakkan oleh perasaan yang sama, berharap Anies memimpin mereka untuk sebuah perubahan. Perubahan ke arah lebih baik.

Orde Perubahan dipilih tidak sekadar jargon, tapi lebih memaknai upaya adanya perubahan sebagai sebuah keniscayaan yang diharapkan.

Lokomotif perubahan dicantolkan pada Anies guna menarik gerbong panjang menuju masyarakat sejahtera. Tonggak menuju perubahan sudah dipancangkan, dimulainya harapan baru akan sebuah perubahan. Sedang tanaman yang ditanam Anies sekian lama, sepertinya akan dipetik bersama rakyat pendamba perubahan dalam pesta panen raya, dan itu di 2024. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *