Mengapa Tidak ke Sumber Utama Masalah?

waktu baca 4 menit

Catatan Prof Tjiptohadi Sawarjuwono, Ph.D., Dosen FEB Unair

KEMPALAN: Dalam surat kabar telah ditulis berbagai masalah yang dikaitkan dengan limbah. Bukan hanya kantong plastik, bahkan penggunaan bahan plastik, misalnya pemakaian dan pembuangan botol plastik sampai mengacaukan lautan, dan bukan hanya penggilasan (oleh mesin penggilas) minuman keras (karena diambil dari para penjual), serta bukan hanya knalpot brong (yang suaranya bisa memekakan telinga), tetapi bagaimana mengatasi semua itu. Itu yang harus kita pikirkan.

Akhir-akhir ini kembali masalah kantong plastik mencuat di permukaan dunia. Bahkan di Bali, dua anak gadis, melancarkan Bye Bye Plastic Bags (BBPG) dan beberapa kegiatan dunia. Mereka menyatakan bahwa manusia itu harus memerangi penggunaan kantong plastik untuk bawaan belanjaan. Untuk itu mereka bersusah-payah untuk membahasnya sampai didengar dunia. Apa yang saya lihat, dampaknya hingga berbagai hal. Beberapa toko di Indonesia sudah tidak memberikan katong plastik, pembeli diminta membawa tas sendiri yang bukan dari plastik.

Sejenis dengan itu, terkait plastik, banyak botol yang dibuang oleh peminumnya sembarangan, tidak hanya ditempat sampah tetapi disemua tempat. Satu hal yaitu menumpuk di suatu tempat (laut misalnya), yang berdampak jelek. Bukan hanya pemandangan, tetapi ada juga binatang yang terperangkap oleh botol-botol plastik itu.

Lain halnya dengan sewaktu tinggal di Jerman. Seingat saya sampah itu dibagi menjadi 6 atau 7 bak sampah, dan truk pengambil sampah itu ada 6 – 7 truk yang lain-lain. Hal itu yang berbeda dengan di sini. Sampah di airport, misalnya, dibagi menjadi 3 hal, tetapi saya lihat dipembuangan sampah, ternyta ke tiganya dijadikan satu. Artinya sama saja, hanya di awal dibagi 3, tetapi di pembuangan akhir jadi satu lagi.

Terkait dengan minuman keras. Harus disadari minuman tersebut membuat orang menjadi mabuk, sehingga tindakannya tidak terkontrol. Itulah sebabnya Islam melarang meminumnya. Tetapi apa yang saya uraikan ini terkait dengan apa yang sering kita lihat di media sosial bahwa pemusnahan minuman itu adalah diambil dari penjual akhir dan digilas memakai mesin penggilas aspal. Dampak langsung adalah, bukan hanya terkait dengan pembeli, tetapi juga terkait dengan rakyat penjualnya. Dampak inilah yang akan dibahas.

Hal yang terakhir dibahas yaitu terkait knalpot brong. Hal ini membuat pelaku senang karena kendaraan yang dinaikinya suaranya yang menggelegar, tetapi bagi orang lain yang tidak menaikinya mengatakan suaranya memekakkan telinga mereka. Itulah sebabnya polisi melarangnya. Apa yang dilakukan apparat, dia hanya menagkap penggunanya.

Menurutku, sebenarnya yang harus dilakukan oleh apparat penegakkan aturan, yaitu pelarangan pada point penyebab awalnya. Bukan pada manusia yang memakainya, tetapi pada awal penyebabnya.

Terkait dengan produk plastik, bisakah atau beranikah kita melarang import biji plastik atau pelarangan pabrik yang memproduksi kantong atau botol pastik. Jika apparat atau pemerintah bisa melancarkan hal itu, pasti dampaknya luas. Bila terkait pabrik, hubungannya adalah produksi terhenti yang berdampak manusia yang membuat masin itu berjalan pasti dihentikan, masalah tenaka kerja. Kalau terkait botol minuman, selain hal yang dibahas di atas, jua masalah iklan yang bertubi-tubi. Semua mengiklan pemakaian plastik. Sebagai gantinya produk plastik diganti dengan produk karton. Untuk kantong belanja, seperti di luar negeri telah melakukannya. Termasuk produk karton untuk minuman, contoh beberapa produk minuman telah menggunakan karton sebagai tempatnya. Hal ini diklaim bisa didaur ulang.

Demikian juga produk minuman keras. Laranglah pabrik-pabrik utamanya, bukan pedagangnya. Bila hal ini dilakukan, memang akan berdampak pengurangan tenaga kerja, yang nantinya pasti aka nada solusinya (Allah akan membuat aktivitas lain). Bila hal itu dilakukan, maka tidak akan mengecewakan pedagang karena produk penjualannya tidak akan diambil paksa oleh apparat. Sedang pembeli akhir akan berpikir lagi.

Terkait dengan knalpot tanpa saringan suara (brong). Bagaimana bila para pembuatnya (orang-orang pedagang dan service motor) itu dilarang. Dengan demikian mereka tidak lagi membuat dan menjualnya, sehingga tidak sampai pada pembeli akhir. Dengan demikian penangkapan pemakai knalpot brong tidak perlu dilakukan. Tidakan langsung ke penyebabnya sudah dilakukan.

Dengan demikian, kegiatan yang bukan pada sumber utamanya tidak usah dilakukan. Hal ini tidak akan berdampak pada kegiatan pelurusan, tetapi akan memunculkan lagi tidakan sejenis atau bahkan lebih maju lagi.

Editor: Freddy Mutiara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *