Radikal Shofa

waktu baca 16 menit
Kunjungan Prof Hisanori Kato, guru besar antropologi Universitas Cuo Jepang di markas Rudalku. (Foto: @instagram/rudalku_jihadis_literasi)

KEMPALAN: “BANYAK membaca, pikiran terbuka. Banyak bacaan, jadi toleran”.

Yang merumuskan kalimat bagus itu putra Blora. Rumahnya penuh buku. Sejak SMP sudah gila membaca.

Kini ia punya kegiatan mulia: bersahabat dengan mantan teroris. Bukan hanya bersahabat. Ia punya program bersama. Namanya: Rudalku. Singkatan dari Rumahku, Daulahku, Bukuku.

Nama aktivis kita ini: Shofa Ikhsan. Itu nama di cover buku. Nama aslinya Muhammad Mushofa. Diambil Shofa-nya. Lalu ditambah nama bapaknya: Ikhsan.

Ia berusia 49 tahun. Anaknya dua orang. Istrinya lulusan mekanisasi pertanian IPB, kini bekerja di bank asing.

BACA JUGA: Marah Dewi

Shofa sendiri dosen agama Islam di Universitas Indonesia. Dosen tidak tetap. Ia sarjana filsafat dari Universitas Gadjah Mada. Lalu ambil master bidang pemikiran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditambah lagi master bidang hukum ekonomi di Universitas Nasional.

Setamat SMP di Blora, Shofa masuk SMA pondok Tebuireng Jombang. Selama kuliah di UGM ia juga mondok di pesantren Krapyak.

Shofa kali pertama kenal mantan teroris tahun 2011. Waktu itu ia menjadi anggota tim penelitian radikaliame. Ia pergi ke Palu, Bima, Palembang, dan daerah-daerah ”merah” lainnya.

Dari penelitian itu Shofa tidak hanya tahu, tapi juga gundah-gulana. Terutama ketika melihat upaya deradikalisasi yang mahal dan formal.

Ia memilih bergaul dan banyak bicara dengan para mantan teroris itu. Mereka itu, ternyata, merasa bosan dengan cara-cara ceramah selama ini. “Ada yang bilang membosankan lalu pilih tidur saja,” ujar Shofa mengutip kata-kata mereka. Bahkan ada yang mengaku: kalau didatangkan ke suatu acara, lalu diberi buku, bukunya dibuang waktu tiba kembali di bandara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *