Anies Representasi Mimpi-mimpi

waktu baca 4 menit
Kunjungan Bakal Calon Presiden Partai NasDem Anies Baswedan ke Banda Aceh, Jum'at, 2 Desember 2022.

KEMPALAN: Agaknya apa sebenarnya yang melatarbelakangi sambutan riuh publik di setiap kunjungan Anies Baswedan ke setiap daerah, meski hadir dengan kondisi berdesakan. Sekadar bisa melihat Anies dari dekat, dan jika beruntung bisa menyentuh tangannya, itu jadi kecukupan keriangan tersendiri. Tidak cukup disitu, terkadang perlu juga berjibaku melawan panas terik, bahkan hujan lebat pun tak menyurutkan langkah untuk melihat Anies dari dekat.

Belum ada agaknya sosok sepertinya, yang ketibaannya di setiap daerah mendapat sambutan publik begitu semarak mengelu-elukan. Sambutan demikian sepertinya tak pernah diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi), meski sembari lempar-lempar bingkisan dari mobil yang ditumpanginya. Kemeriahan sambutan yang tak pernah pula dialami presiden-presiden sebelumnya.

Sambutan pada Anies yang begitu meriah, itu tentu bukan tanpa sebab. Pastilah bukan sebab berebut sepotong kaos oblong, dan atau berharap pada selembar dua lembar rupiah warna biru dalam amplop, yang biasa dibagikan mereka yang bekerja sebagai koordinator penggalangan massa.

Mereka yang hadir menyambut Anies, itu seperti ingin memastikan diri tercatat bagian dari arus perubahan kepemimpinan nasional 2024, menuju Indonesia sejahtera. Maka melakukan perjalanan hingga beratus kilometer ke titik di mana Anies berkunjung, itu bukanlah halangan.

BACA JUGA: Tsunami Anies Baswedan, Rasanya Mustahil Bisa Dibendung

Anies jadi harapan pemimpin yang membawa perubahan. Pemimpin yang bekerja sepenuh hati, tanpa perlu obral janji apa yang mesti dilakukan. Anies setidaknya sudah membuktikan apa yang sudah dikerjakannya, saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan itu terlihat nyata. Ada jejak karya yang ditinggalkan dan bisa dilihat.

Karya Anies selalu bertumpu pada azas keadilan sosial bagi semua warga. Pembangunan dihadirkan bukan untuk kelompok tertentu, atau yang cuma bisa dinikmati kelompok tertentu. Tapi pembangunan untuk kemaslahatan bersama.

Maka, harapan pada Anies bisa memimpin negeri ini bukanlah hal aneh. Rakyat melihat Anies tidak sekadar pada slogan yang dipilihnya saat menjadi Gubernur Jakarta, “maju kotanya, bahagia warganya”, tapi realita itu memang dihadirkan dan terasakan. Rakyat tak berharap lagi pada pemimpin yang muncul lewat pencitraan, yang seolah pro rakyat, tapi setelah terpilih bekerja untuk bohir yang mendanai keterpilihannya, yang memang dengan modal tidak sedikit.

Anies lalu jadi representasi mimpi-mimpi itu, mimpi rakyat Indonesia yang ingin perubahan akan kehidupan yang lebih baik, hidup dalam harmoni aman dan nyaman. Menjunjung toleransi antaretnis yang beragam, dan sikap respek antarpemeluk agama. Kokohnya bangunan toleransi di ibu kota negeri, itu nyata. Selama 5 tahun memimpin Jakarta, nyaris tanpa sekalipun muncul gesekan berbau intoleran.

BACA JUGA: De-Aniesasi Itu Jahat

Sikap Anies lewat keteladanannya, itu mampu memperlakukan para pemeluk agama dengan selayaknya. Punya hak yang sama dalam menjalankan agamanya. Tidak ada yang dibedakan akan hak-haknya. Maka, tanpa diminta pun muncul pengakuan masing-masing tokoh agama, tentang apa yang telah dilakukan Anies, yang disebutnya mengayomi para pemeluk agama tanpa membedakan, yang itu belum pernah dilakukan gubernur-gubernur Jakarta sebelumnya.

Kerja-kerja Anies selama memimpin Jakarta, itu mustahil bisa dinafikan, atau coba dibuat seolah bukan hal istimewa. Muncul proyek de-Aniesasi. Karya yang dihasilkan Anies dan Pemprov DKI Jakarta coba dikecilkan atau bahkan dihapus. Satu persatu karya itu ingin dipereteli menjadi kecil dan jika mungkin dihilangkan.

Cara-cara jahat yang dipilih, itu seolah mampu menyudahi ingatan warga Jakarta akan karya Anies Baswedan. Langkah sia-sia, yang justru mengokohkan Anies tidak saja di hati warga Jakarta yang pernah merasakan sentuhan tangannya, tapi juga simpati rakyat seisi negeri. Mengganjal Anies dengan berbagai cara dilakukan, tapi tak satu pun berbuah hasil. Justru yang muncul sebaliknya, sikap simpatì.

Sepertinya tak habis-habis cara digunakan untuk menghentikan langkah Anies. Teranyar, tuduhan bahwa Anies curi start kampanye capres. Padahal Anies belum resmi sebagai capres devinitif. Hanya Partai NasDem yang mendeklarasikan sebagai capresnya. Suara NasDem belum memenuhi parliament threshold yang 20 persen. Jadi apa yang mesti diributkan dengan Anies mendatangi beberapa wilayah itu. Anies sudah jadi manusia bebas sejak purna tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies seperti juga manusia Indonesia lainnya, bebas ke mana saja ia melangkah. Tapi laporan keberatan dari pihak tertentu dengan kunjungan Anies itu pun dibuat. Laporan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dan, Bawaslu pun menolak laporan mengada-ada itu dengan menyatakan, Anies tidak melakukan pelanggaran.

Rencana kedatangan Anies ke banyak daerah sedang dinantikan. Sambutan meriah pun akan terus didapatnya. Tak ada yang dilanggar, karenanya tak ada yang bisa menghentikannya. Anies terus jadi representasi mimpi-mimpi itu, mimpi rakyat yang mendamba perubahan. Sampai pada waktunya, jika takdir berpihak, mimpi pun akan jadi nyata: Anies pemimpin perubahan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *